Saya kembali menuntaskan baca buku pada masa pandemi Covid19. Judul bukunya "Diskursus Ahl Al-Bayt Nabi Saw dalam Hadis" karya Alwi Husein. Buku ini merupakan thesis S2 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terbit 2015 oleh Penerbit Zahra Jakarta. Tebalnya 458 halaman.
Buku ini seingat saya pernah dikupas oleh Kang Jalal (Jalaluddin Rakhmat) di Muthahhari Bandung bersama penulisnya tahun 2017. Kala itu saya belum beli bukunya. Saya nyimak saja. Kesan saya, buku tersebut dapat dikatakan kajian komprehensif dari buku-buku yang pernah saya baca terkait tema Ahlulbait. Dan penulisnya fokus pada hadis atau riwayat.
Oh, iya. Buku ini dari halaman 1-240 berisi uraian, 241-416 berupa endnote dari uraian, dan 417-450 berupa daftar pustaka. Sisanya glosarium dan profil penulis. Saat melihat dari awal sampai akhir buku, saya kagum dengan ketekunan penulisnya menyajikan rujukan pustaka dan menuliskan catatan pada endnote yang menambah pengetahuan hadis. Bisa dimaklumi karena buku ini karya ilmiah sehingga harus serius dan fokus.
Menurut saya bahwa orang-orang Islam cukup baca buku ini saja jika ingin mengetahui dan memahami dasar pemikiran dari mazhab Ahlulbait (Syiah). Meski tidak menyajikan ajaran Ahlulbait, tapi langsung dapat dipahami konstruksi otoritas keagamaan setelah Rasulullah saw yang seharusnya jatuh pada Ahlulbait. Namun, sejarah berkata lain karena unsur kekuasaan muncul pada sosok sahabat sehingga sejarah umat Islam berada dalam kuasa khalifah dan khilafah.
Buku ini terdiri enam bab. Bab 1 dan 2 pendahuluan, kajian hadis aspek kualitas dan kuantitas, kriteria sahih hadis. Bab 3 masuk pada bahasan Ah Al-Bayt Rasulullah saw yang dibagi dalam perspektif bahasa Arab, hadis, dan dalam Alquran. Bagian ini menarik buat saya, yaitu dalam Alquran ada Ahl Bayt dan Ahl Al-Bayt. Keduanya beda dari sisi makna (halaman 53) bahwa yang pertama bersifat umum dan kedua bersifat khusus. Perdebatan menentukan sosok dari Ahl Bayt dan Ahl Al-Bayt disajikan berdasarkan pendapat para ulama dan dikuatkan dengan riwayat. Bab 4 Fungsi Ahl Al-Bayt dalam hadis. Bagian ini masuk pada pokok kajian thesis yaitu hadis tsaqalayn, antara kitabullah wa Itrah Ahl Al-Bayt dan Kitabullah wa Sunnah. Yang menarik ternyata ada hadis Kitabullah wa Nasabi (102-103) yang maknanya dekat pada Itrah Ahl Al-Bayt.
Terhenyak saya saat membaca buku ini, ternyata hadis Kitabullah wa Sunnah tidak tercantum dalam kitab Shahih Muslim dan Bukhari. Disebutkan kali pertama tercantum dalam kitab Al-Muwatha tanpa sanad. Bisa dikatakan tidak dari kajian ilmu hadis.Â
Ada pun hadis Itrah Ahl Al-Bayt justru kuat dari sanad dan banyak riwayatnya, bahkan tercantum pada kitab hadis Shahih Muslim dan Turmudzi serta lainnya.Â
Pertanyaan saya: mengapa yang popular di Indonesia hadis Kitabullah wa Sunnah? Mengapa hadis Kitabullah wa Itrah Ahl Al-Bayt dan Kitabullah wa Nasabi tidak populer? Ini perlu ada riset lagi. Atau barangkali sudah ada riset doktoralnya. Kalau ada, saya mau membaca biar makin paham dengan sumber-sumber keagamaan Islam.Â
Kemudian masih pada Bab 4, diuraikan pula hadis al-Safinah dan hadis al-Nujum. Ini perbandingan validitas redaksi sahabat dan Ahl Al-Bayt. Lagi-lagi dari simpulan saya bahwa redaksi Ahl Al-Bayt yang disajikan lebih kuat dan dipahami secara fungsinya.
Selanjutnya Bab 5, posisi Ahl Al-Bayt dalam hadis. Diuraikan hadis Alkisa, hadis shalawat, dan sosok yang masuk dalam Ahl Al-Bayt. Bagian ini sangat menarik. Selain dikaji dari sanad dan matan, juga disertakan narasi perjalanan hidup dari Ahl Al-Bayt. Kisah Sayyidah Fathimah yang menderita, Ali bin Abu Thalib dan Al-Hasan putranya ditinggalkan pengikutnya serta berakhir dengan tragis. Ali dibacok kepalanya saat shalat dan Al-Hasan diracun. Lebih sedih lagi menimpa Al-Husain. Cucu Rasulullah saw ini dipenggal kepalanya oleh pasukan Ibnu Saad atas perintah khalifah Yazid bin Muawiyah, penguasa dinasti Umayyah. Sejarah mengisahkan peristiwa ini sebagai tragedi asyura dan penulis buku ini menyajikannya dengan sumber-sumber riwayat yang kuat.
Dengan membaca Bab 5 ini, bisa ditebak bahwa simpulan Alwi Husein terkait dengan sosok Ahl Al-Bayt adalah Rasulullah saw, Ali bin Abu Thalib, Sayyidah Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain. Mereka inilah disebut "yang berat" untuk dijaga dan dijadikan otoritas karena fungsinya mendampingi Alquran. Dengan mereka ini Alquran diterangkan dan ditunjukkan bagaimana ayat Alquran diterapkan dalam kehidupan. Kalau saja khazanah dari mereka ini original dan tidak ada ikhtilaf dari sanad atau matan, pasti akan mudah diakses oleh umat. Sayangnya pada setiap riwayat dan hadis Ahl Al-Bayt pun masih ada kontroversi di kalangan ulama. Tentu ini tugas cendekiawan Muslim kontemporer untuk melakukan riset.