Pagi dini hari saya tidak bisa tidur lagi. Pasalnya saya terbangun dari tidur sekira jam sebelasan malam kala turun hujan. Segera saya cek kamar mandi. Biasanya kalau curah hujan lebat maka air dari selokan naik dan masuk ke dalam kamar mandi lewat saluran pembuangan air. Pernah sampai banjir ke dapur. Khawatir terjadi lagi, maka saya tidak tidur untuk bersiap dan bertindak kalau airnya meludak masuk. Dan jam satu dini hari hujannya reda. Memang hujan reda, tetapi mata saya sulit terpejam.
Sambil rebahan, mata saya tertuju pada rak buku. Saya perhatikan buku-buku yang terpajang cukup banyak. Saya belum menghitungnya. Tapi mungkin lebih seratus judul. Maklum beli buku sejak kuliah di UIN Bandung sampai sekarang.
Beberapa buku, bahkan ada yang masih dibungkus plastik. Belum dibuka dan belum dilihat isinya. Sebetulnya kalau beli ke toko buku, ada buku yang plastiknya sudah dibuka sehingga bisa dicek isi bukunya. Dan saya kalau beli, melihat yang sudah buka.Â
Lalu, ditimbang perlu tidaknya. Biasanya ada dorongan kuat untuk beli dan memilikinya. Apalagi judul dan penulisnya dikenal ahli dalam bidang yang ditulisnya. Meski tidak begitu dibutuhkan, kadang dalam hati bergumam: nanti juga berguna buku kalau sudah dimiliki. Akhirnya beli dan bertumpuk di rak. Apalagi kalau lagi ada pameran buku yang diskon sampai delapan puluh persen, beli buku pasti banyak. Dan lagi-lagi tersimpan di rak.Â
Ya memang saya suka baca buku. Dan kalau baca senang sampai tuntas dari halaman awal hingga akhir buku. Dibaca utuh sehingga mengetahui konstruksi isi bukunya. Biasanya dua atau tiga buku yang tuntas saya baca dalam satu bulan. Kalau lagi repot dengan kerjaan di lembaga, dalam satu bulan hanya mampu satu buku yang tuntas dibaca. Itu pun untuk buku yang tebalnya di atas dua ratus halaman. Di bawah angka itu bisa dua pekan tuntas.
Sayangnya, dahulu hanya baca saja. Tidak dibuat ulasan kecuali saat kerjakan tugas kuliah diminta menulis review karya ilmiah berupa tesis dan jurnal-jurnal yang direkomendasikan oleh dosen. Setelah beres kuliah, baca buku hanya sekadar baca dan diendapkan pada memori (otak). Saya sesali diri ini bahwa tidak sadar kalau ulasan buku yang ditulis oleh diri sendiri itu akan manfaat saat nanti dibutuhkan untuk cek pengetahuan yang diinginkan. Kalau buka lagi buku dari awal pasti repot dan kurang waktunya. Nah, dengan ulasan buku itu maka tinggal dibuka filenya dan terbuka kembali memori yang menyimpan informasi dari buku tersebut yang pernah dibaca.
Sekarang ini, masa social distancing, saya kepikiran untuk membaca buku-buku yang belum dibaca sama sekali. Hanya saja terlalu banyak buku yang hendak dibacanya dan terlalu banyak pilihannya karena dari sisi tema buku-buku yang saya koleksi sangat menarik.Â
Meski bingung, saya ambil saja buku tentang sejarah Nabi Muhammad Saw (Sirah Nabawiyyah). Tebal bukunya sekira tujuh ratusan halaman dan pada masa social distancing ini tiga buku tuntas dibaca. Lalu, dibuatkan ulasannya dalam bentuk catatan pendek supaya menjadi jejak bahwa saya pernah membaca buku bertemakan sejarah Nabi dan keagamaan.Â
Sekarang saya masuk pada buku yang bertemakan fikih ibadah Islam yang tebalnya empat ratusan halaman. Banyak yang tidak dipahami dari istilah dan harus dicek istilah tersebut dalam kamus Arab dan online seperti Wikipedia dan lainnya. Sesekali tanya istri karena pernah nyantri di pesantren sehingga familiar dengan istilah fikih.Â
Setelah dipahami sekadarnya, saya lanjut lagi membaca. Dan ini yang sedang dilakukan sampai sekarang, yaitu membaca buku tentang fikih. Masih menanti buku dengan tema lainnya untuk dibaca. Tentu buku-buku di rak itu masuk dalam antrean buku yang akan dibaca bulan ini dan pengisi hari-hari bulan suci Ramadhan.
Semoga saja, nanti saat ke toko buku atau lihat medsos yang tawarkan buku, saya mampu mengerem sementara untuk membeli buku. Lumayan berhemat. Belanja buku dalam satu bulan bisa sampai dua ratus ribu rupiah. Dan saya tak menyesal membeli buku. Sebab barangnya dimiliki dan ada di rak. Kalau diperlukan tinggal buka saja.Â