Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Learner

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Ulasan Buku "Intisari Sirah Nabawiyah"

28 Maret 2020   12:41 Diperbarui: 28 Maret 2020   12:54 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Hari ini saya mau berbagi hasil membaca buku saat berdiam di rumah. Saya pikir masa pembatasan interaksi sosial ini harus dimanfaatkan dengan membaca buku. Jangan sampai berlalu begitu saja tanpa tambahan ilmu maupun wawasan yang mencerahkan akal dan hati.

Alhamdulillah, saya bisa tuntas membaca buku yang tebalnya 372 halaman. Buku ini berjudul "Intisari Sirah Nabawiyah" diterbitkan Alvabet Jakarta. Sebuah karya terjemahan dari kitab "Al-Jawami As-Sirah An-Nabawiyyah" yang ditulis oleh Ibnu Hazm Andalusi (994 - 1064 M.) yang hidup abad lima hijriah.

Dahulu karya Ibnu Hazm ini dipakai dalam kuliah sejarah Nabi Muhammad saw di UIN Bandung Program Pascasarjana S2 Sejarah dan Kebudayaan Islam. Saya mengikutinya dan asyik menyimak ulasannya oleh dosen pengampu yang ahli bidang Sirah Nabawiyah, yaitu Dr Ajid Thohir. Kitab tersebut, yang kini sudah berbahasa Indonesia, beruntung saya miliki dan tuntas dibaca.

Ibnu Hazm ini warga Spanyol dan seorang ulama. Ia ahli fikih, hadis, dan sejarah. Banyak kitab yang sudah ditulisnya. Baiklah sekarang masuk pada buku Intisari Sirah Nabawiyah. Secara umum, buku yang disusun Ibnu Hazm ini sama dengan kitab sebelumnya seperti Thabari dan Ibnu Ishaq dalam kronologi historis Nabi Muhammad saw. Unsur perang cukup detail untuk nama dan kabilahnya, baik dari musuh maupun orang-orang Islam yang wafat.

Meski begitu ada beda. Yakni tentang tragedi hari kamis Nabi saat sakit meminta pena dan lembaran untuk berwasiat, tetapi para sahabat berantem depan Nabi. Mereka lantas diusir oleh Nabi dari rumahnya. Di bagian ini Ibnu Hazm menulis riwayat dari Aisyah bahwa Nabi saat hari kamis itu ingin menuliskan wasiat agar umat mengikuti Abu Bakar setelah dirinya wafat. Narasi ini dipertegas dengan riwayat bahwa Nabi membiarkan Abu Bakar menjadi imam shalat meski Nabi sendiri saat itu hadir karena memaksakan diri ke masjid dengan dibantu berjalan oleh Ali dan Abbas. Kemudian disebutkan oleh Ibnu Hazm saat wafat Nabi bersandar pada dada Aisyah. Narasi ini beda dengan riwayat umum bahwa Ali bin Abu Thalib ra yang disandari oleh Nabi saat wafat.

Tidak masalah terkait ikhtilaf sejarah ini dan wajar karena pasti ada banyak informasi yang mesti diambil dan dimasukkan pada karya tulis. Pilihan itu tergantung pengetahuan dan kepentingan personal dari seorang penulis. Memilih dan memilah riwayat mana dan sanad siapa yang diterimanya untuk dirangkai dalam narasi sejarah yang ditulisnya adalah hak seorang penulis. Dalam hal ini, muarikh yang bertanggung jawab sepenuhnya atas rekonstruksi sejarah Nabi yang sampai pada generasi setelahnya.

Masih terkait buku ini, Ibnu Hazm masih berpendirian bahwa Abu Thalib bin Abdul Muthalib, paman Nabi, bukan seorang mukmin dan masuk golongan non-muslim. Dalam kajian sejarah, tentang Abu Thalib ini menjadi perdebatan antara para ahli hadis dan ahli tarikh. Riset terakhir dari ulama Lebanon bernama Jafar Murtadha Amily bahwa justru Abu Thalib seorang muslim dan mukmin yang sengaja menyembunyikan identitasnya karena posisinya sebagai tokoh Quraisy di Makkah.

Satu lagi catatan yang perlu dikabarkan bahwa Ibnu Hazm menyebutkan Khadijah berstatus janda saat nikah dengan Muhammad bin Abdullah. Tentang ini telah dikritisi oleh Amily hingga menyimpulkan Khadijah seorang gadis berusia 30 tahunan.

Setelah saya baca tuntas dari awal hingga akhir, dalam buku "Intisari Sirah Nabawiyah" ini beberapa peristiwa besar dan penting dalam sejarah kehidupan Rasulullah saw tidak masuk.

Pertama adalah masa kecil Muhammad bin Abdullah sampai jelang nikah tidak tercantum. Kedua tentang dakwah pada keluarga dekat Bani Abdul Muthalib tahun ketiga setelah dapat wahyu pertama. Riwayat ini oleh Ibnu Ishaq dan Ath-Thabari (sejarawan sebelum Ibnu Hazm) dicantumkan pada kitabnya. Namun oleh Ibnu Hazm tidak memasukkannya. Ini perlu dicarikan alasannya. Ketiga yaitu peristiwa Ghadir Khum setelah haji wada'. Ini peristiwa besar dan banyak riwayat memuatnya dalam kitab tarikh dan hadis. Ali Syariati menyebutkan peristiwa ini tercantum dalam Sirah Ibnu Hisyam dan Tarikh Arrusul wal Muluk karya Ibnu Jarir Ath-Thabari.

Demikian yang dapat saya bagikan dari buku "Intisari Sirah Nabawiyah" buah karya Ibnu Hazm. Insya Allah, saat dapat buku aslinya akan saya cek lagi tentang peristiwa yang hilang tersebut. Saya menyesal saat kuliah tidak memfotokopi kitabnya dari dosen. Mudah-mudahan ada umur dan rezeki berlimpah yang mengantarkan saya bisa memiliki kitab tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun