Saya membaca buku After The Prophet: Kisah Lengkap Muasal Perpecahan Sunni Syiah karya Lesley Hazleton. Dahulu saya baca edisi English. Tapi tidak selesai. Dibaca scanning karena kepentingan study untuk buat makalah saat kuliah di Pascasarjana UIN SGD Bandung program studi sejarah dan kebudayaan Islam. Sekira tahun 2015.Â
Dan pada tahun 2019 ini, saat Ramadhan satu pekan sebelum Idul Fitri, saya temukan terjemahnya dengan judul sama: After the Prophet. Diterbitkan Ircisod Yogyakarta tahun 2018. Tebalnya 422 halaman. Lebih tebal dari buku edisi berbahasa Inggris. Saya beli buku terjemahnya dengan harga sekira 80 ribu. Dibaca sampai beres. Termasuk telat dalam baca karena banyak gangguan aktivitas.
Isi buku tentang sejarah dari setelah Rasulullah saw wafat sampai peristiwa tragis di Karbala. Dibagi dalam tiga bab: Muhammad, Ali, dan Husain. Menarik dan renyah narasi cerita yang disusunnya.
Dibuka dengan peristiwa di Karbala (Irak) berupa bom bunuh diri oleh kaum teroris di makam Imam Husain as dan diakhiri juga dengan opini semangat Husain yang menginspirasi revolusi Iran.
Pada bab Muhammad diceritakan tentang peristiwa tertinggalnya Aisyah kemudian ke Madinah bersama pria muda sehingga menjadi kemelut rumah tangga Nabi. Dari sini sosok Ali dibenci oleh Aisyah karena telah memberikan saran agar cari istri lagi.
Ceritanya terus bergerak pada sikap Nabi pada Khadijah dan putrinya. Kedekatan Nabi pada putrinya, Ali dan anak-anaknya. Kecemburuan Aisyah ditampakkan dalam narasi yang menarik. Kemudian bab ini berakhir dengan penguburan Nabi oleh Ali dan rebutan jabatan khalifah di Saqifah antara Muhajirin dan Anshar. Dimenangkan oleh kaum Muhajirin dengan baiat kepada Abubakar.
Masuk pada bab Ali. Kronologis dari masa khalifah Abubakar, Umar bin Khatab, dan penyerangan kepada Utsman bin Affan yang berujung wafat. Ali lantas diangkat oleh umat Islam sebagai khalifah. Peristiwa berdarah dimulai saat Aisyah bersama pasukannya melawan Khalifah Ali, Muawiyah dan pasukannya melawan Khalifah Ali, dan kaum Khawarij ikut memerangi Khalifah Ali. Sampai tiba wafat Khalifah Ali akibat bacokan pedang seorang Khawarij saat shalat subuh di bulan Ramadhan.
Cerita berlanjut dengan kekuasaan Muawiyah yang mendirikan imperium Umayyah, menekan masyarakat Kufah dan menugaskan seorang istri Imam Hasan agar meracuninya. Akhirnya Hasan putra Ali wafat. Seiring dengan kematian Muawiyah, Yazid putranya ditetapkan menjadi khalifah Umayyah. Seperti Muawiyah memerangi Ali dan meracun Hasan, Yazid pun menyuruh pasukannya untuk bantai Imam Husain bersama 72 orang yang menyertainya. Karbala tahun 680 M. banjir darah atas pembantaian pasukan Umayyah yang berjumlah ribuan kepada kafilah Imam Husain. Saya kira ini bukan perang, tetapi pemusnahan. Dan kejadian ini senantiasa tidak terlupakan dalam ingatan kaum Muslim sepanjang zaman. Setiap 10 Muharam, di Karbala, orang-orang Islam berjubel hadir dan mengenang peristiwa tragis yang menimpa keluarga Nabi Muhammad saw.
Pada bab Husain ini alur peristiwa dinarasikan kronologis sampai peristiwa kembalinya keluarga Imam Husain ke Madinah. Dan pada bab ini Lesley Hazleton membubui narasi dengan opini Ali Syariati dan menyebut revolusi Iran terinspirasi dari gerakan Husain saat menentang kezaliman Bani Umayyah. Ya, memang sejarah bisa menjadi pelajaran dan menggerakkan manusia untuk berubah dan mengubah.Â
Buku After the Prophet ini secara historiografi bercorak naratif. Dengan gaya penuturan mirip novel. Tidak kaku dan enak dibaca. Uraiannya mengalir. Dan saya mengira ini bukan karya sejarah yang bersifat akademik. Mungkin bisa dikatakan narasi jurnalistik. Dan memang Lesley ini memiliki keahlian jurnalistik dan latar pendidikan bidang psikologi. Ditambah minat baca sejarah Islam klasik yang kuat, sehingga sumber penulisan pun dirujuk dari Thabari, Ibnu Ishaq, Ibnu Saad, dan Al-Baladzuri. Tentu juga bacaan karya ilmuwan kontemporer pun disajikan di akhir buku sebagai rujukan.
Satu hal yang menurut saya perlu dipertanyakan: mengapa Lesley Hazleton masih tertarik dengan rekonstruksi sejarah politik yang berdarah-darah? Tidak ada kemajuan, kebaruan analisa, dan sekadar perulangan saja dari orientalis abad 18-19 M. Beda dengan karyanya yang berjudul The First Moslem, sangat mencerahkan dengan narasi yang kuat dalam menyajikan serpihan sejarah yang tidak kenal unsur politik. Namun, lebih pada peran dan kontribusi Sang Nabi di Jazirah Arabia. Nah, aspek pencerahan tidak saya temukan pada After the Prophet. Hanya itu kesan saya setelah membaca buku After the Prophet. Bagi peminat sejarah, buku ini layak dibaca! *** (ahmad sahidin)