Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Malas dan Tidak Sabar, Sebuah Renungan dari Muthahhari

5 Maret 2019   11:17 Diperbarui: 6 Maret 2019   20:35 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari ini saya tersentak dengan postingan di Facebook yang memuat pesan dari Syahid Murtadha Muthahhari qs: "Malas dan tidak sabar adalah suatu penghalang bagi manusia untuk secara kontinu melakukan pekerjaan yang berguna dan sesuai dengan potensi dirinya. Sikap malas dan tidak sabar menyebabkan manusia begitu saja meninggalkan pekerjaan dan senantiasa berpindah-pindah dari satu jenis pekerjaan pada jenis pekerjaan yang lain. Pada akhirnya, tidak ada satu jenis pekerjaan pun yang secara sempurna dia kerjakan" (dikutip dari buku Hekmatha va andarzha).

Saya tersentak dan sadar. Betapa lompatan hidup, dalam kerja seringkali saya alami. Dahulu masuk bidang jurnalistik dan menjadi reporter kemudian redaktur. Terasa lelah dan habis waktu di kantor dan di jalan. Sedangkan pendapatan pas-pasan.

Lalu saya coba masuk menjadi penulis lepas dan editor buku di sebuah penerbit. Sampai dua penerbit yang pernah disinggahi dan bekerja sebagai editor buku. Kemudian masuk pada jasa penulisan dan editing buku non-penerbit. Dari penerbit dan institusi jasa penulisan, sama dalam penghasilan tidak jauh beda. Lagi-lagi bisa dikatakan pas-pasan dan waktu habis urusan buku dan teks. Cukup membosankan juga.

Selanjutnya coba masuk dunia pendidikan. Mengajar di sebuah sekolah swasta tingkat dasar kemudian pindah pada tingkat menengah di Bandung. Kegiatan mengajar ini masih terus dilakoni. Meski kecil dan pas-pasan dari penghasilan, tetapi dari segi waktu bisa dinikmati dan saya merasa bagian dari agen perubahan masa depan bangsa Indonesia. Dengan mendidik dan membina generasi muda bangsa, yaitu murid sekolah, maka saya turut serta dalam membangun dan membentuk masa depan. 

Persoalannya apakah pemikiran dan pengajaran yang saya sampaikan itu berefek dalam hidup mereka nanti? Itu soal lain, yang hubungannya dengan pengaruh dari berbagai faktor dan lingkungan. 

Tidak hanya di sekolah formal, saya juga di madrasah mengajar ngaji Al-Qur'an dan sejarah Nabi Muhammad saw untuk tingkat anak seolah dasar di sebuah daerah kumuh dan padat di tengah kota Bandung. Ini projek akhirat saja menurut saya tentang aktivitas di madrasah. 

Nah, dari pernyataan Muthahhari di atas kalau direnungi ternyata diri saya masuk kategori tidak sabar dalam suatu kerjaan, malas menekuni kerjaan dengan baik, dan kurang inovasi. Sehingga lompat dari satu kerjaan, beralih pada bidang kerja yang lain. Meski saya tak punya keahlian yang mendalam dari kerjaan yang sudah dilakoni, tetapi punya jejak dan pengalaman. Tentu ini bagian dari pengetahuan.

Mungkinkah ngajar ini mesti saya tekuni terus, dengan fokus pada bidangnya? Dan aktivitas yang saya jalani sampai sekarang, saya masih terus membaca buku-buku dan hasil baca ini menjadi modal dalam sharing ilmu pengetahuan kepada para murid sebagai calon generasi masa depan bangsa. Apakah lompatan aktivitas saya termasuk yang tidak sempurna dalam urusan kerja? Ah, ini mesti direnungkan lagi! *** (Bandung, 5/3/2019 - Ahmad Sahidin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun