Mohon tunggu...
ahmad romdhoni
ahmad romdhoni Mohon Tunggu... Administrasi - pekerja biasa

Keep survive

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Lagi-lagi Blunder

5 Februari 2019   10:14 Diperbarui: 5 Februari 2019   10:32 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Didalam dunia sepak bola jika pemain melakukan sebuah kesalahan mafhum disebut pemain tersebut melakukan blunder. Tidak hanya didalam sepak bola blunder juga dapat terjadi di berbagai lini kehidupan manusia. Sudah menjadi keniscayaan manusia tak bisa lepas dari unsur lupa dan salah.

Di dalam gelanggang Politik pun banyak blunder terjadi. Tulisan ini akan  berfokus pada blunder yang terjadi pada kubu pertahana baik dalam bentuk pengambilan keputusan dan komentar di muka umum. Khususnya yang terjadi di awal tahun ini.

Sedang Ada apa hai orang-orang disekitar pertahana. Akhir-akhir ini ada berbagai blunder  yang menurut saya justru sangat merugikan sang pertahana menjelang kontestasi pilpres nanti. Dimulai dari silang sengkarut mengenai pembebasan Abu Bakar Ba'asyir (ABB) pada medio pekan keempat bulan  januari. 

Diawali dengan pernyataan yusri ihza mahendra mengenai  akan bebasnya ABB kemudian diralat oleh wiranto bahwa ABB tidak jadi bebas. Sudah menjadi hal yang biasa perbedaan sikap diantara orang-orang disekitar Jokowi mengenai sebuah kebijakan terekspos oleh media. Entah sudah kesekian kalinya.

Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan nir etika dari seorang Menteri, Rudiantara. Awal mula kejadian Rudiantara menanyakan kepada seorang  peserta mengapa memilih desain no 2 ketika itu sedang berlangsung  acara untuk memilih desain untuk sebuah web. Tanpa ada rekayasa apapun sang peserta kurang lebih menjawab "karena keyakinan saya mengenai visi misi no 2 untuk kedepannya". 

Seperti tersambar geledek di siang hari Rudiantara kemudian menegur agar jangan dibawa-bawa ke konteks pilpres. Lalu disusul dengan pernyataan oleh Rudiantara kurang lebih "bu, bu yang gaji ibu sekarang siapa? Bukan yang keyakinan ibu tadi kan".

Mengapa saya sebut nir etika pernyataan Rudiantara sebab sebagai seorang pejabat publik tugasnya bukan sebagai anjing penjaga, tapi mengabdi kepada rakyat. Karena pernyataan tersebut memberi  tafsir yang menggaji seolah-olah presiden. Seharusnya Rudiantara cukup sampai memberi peringatan untuk jangan dibawa-bawa ke arah politik. Entah karena naluri atau apa hingga keluar pernyataan tersebut.

Tidak sampai situ yang terbaru pernyataan kontroversial wallikota semarang yang mengeluarkan pernyataan "kalau enggak dukung Jokowi, jangan lewat jalan tol". Sudah kehabisan akal saya melihat tingkah pongah pejabat publik belakangan ini. Pernyataan tersebut benar-benar tidak pantas keluar dari lisan seorang pejabat publik. Menurut penulis pernyataan tersebut tidak hanya nir etika tetapi juga nir nalar.

Sebagai penutup manusia sebagai insan politik sudah menjadi keniscayaan kesalahan akan selalu mengiringi. Tapi melihat blunder-blunder tersebut yang berulang kali terjadi. Mungkin mindset pejabat publik kita perlu restart. Pejabat publik tugasnya mengabdi pada rakyat dan bangsa  bukan sebagai anjing penjaga penguasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun