Mohon tunggu...
Ahmad Robitul Wafa
Ahmad Robitul Wafa Mohon Tunggu... -

aktif dalam dunia kepenulisan, panggung dan broadcasting. dan kini tinggal di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Drama

JANJI SUCI KSATRIA SEJATI

26 Mei 2015   21:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:34 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BABAK I

Pada suatu hari, Prabu Sentanu duduk gelisah di salah satu sudut taman kerajaannya. Sembari memandang langit yang kosong, ia berbicara seorang diri.

Prabu Sentanu : Hai siapakah engkau yang tumbuh sebagai rasa nan mengguncangkan dada seorang raja?

Arah kedatanganmu sulit kubaca. Kedatanganmu seolah telah tertulis sebagai misteri bagi setiap manusia .

Apakah engkau makhluk yang selalu menyebut diri sebagai cinta?

Oh …

Prabu Sentanu bangkit dari duduknya, berjalan bimbang menuju sudut taman lainnya. Sambil berjalan ia terus berkata,

Prabu Sentanu : Cinta … Cinta … Cinta … Ah … (menghentak).

Prabu Sentanu menghentikan langkahnya.

Prabu Sentanu : Cinta. Sungguh lancang caramu datang . kau telah menerobos benteng pengawalan kerajaan. Kau tau siapa aku? Prabu Sentanu, seorang raja berpermaisuri Dewi Gangga dan berputra Bisma.

(geram) kalau saja engkau nyata, dapat terlihat oleh mata, akan kugempur, kululuh lantakkan dan kukubur dalam-dalam namamu di dasar bumi yang terdalam. Agar kau tak dapat semena-mena menghampirku dan menimbulkan kegelisahan.

Tapi, Oh … (ucapnya dengan nada lemah dan pasrah)

Prabu Sentanu terduduk lesu, dari kejauhan Bisma Nampak memperhatikan. Dan tak lama kemudian Bisma datang menghadap padanya.

Bisma : ampun, Ayahanda …

Prabu Sentanu : (terkaget dan menoleh) iya, Putraku, Bisma.

Bisma : Ampun, Ayahanda. Maaf bila kedatangan Ananda mengganggu keberadaan Ayahanda.

Prabu Sentanu : tidak, Anakku. Kemari! Duduklah !

Bisma duduk di samping Prabu Sentanu. Sesaat keduanya saling diam. Mentap lngit yang kosong.

Bisma : (memberaikan diri) Ayahanda, bolehkah Ananda bertanya?

Prabu Sentanu : Oh, tentu. Silahkan, Anakku.

Bisma : adakah sesuatu yang tengah mengusik ketentraman Ayahanda?

Prabu Sentanu :mengapa engkau bertanya demikian?

Bisma : sebab, dari kejauhan sana, Ananda seakan dapat merasakan kegelisahan itu, Ayahanda.

Prabu Sentanu : (diam dan menghela nafas)

Bisma : adakah sesuatu yang harus Nanda perbuat?

Prabu Sentanu : Anakku, sebagai seorang raja bukankah aku masih memiliki organ kemanusiaan juga?

Bisma : tidak salah, Ayahanda.

Prabu Sentanu : (bangkit dari duduknya dan maju beberapa langkah ke depan). Anakku, taukah engkau tentang cinta?

Bisma : Ayahanda, aku adalah cintamu yang terjelma. Air cinta yang kau tumpahkan dalam Rahim Bunda Dewangga telah menjadi Bisma.

Prabu Sentanu : (diam).

Bisma : cinta menyimpan seribu rupa dalam wajahnya, Ayahanda.

Prabu Sentanu : (menyahut) Bisma, Anakku. Pernahkah engkau menyaksikan cinta menjelmakan cinta dalam batin manusia?

Bisma : (bangkit dari duduknya). Maksud Ayahanda?

Prabu Sentanu : apakah engkau akan melarang bila Ayahandamu ini mencintai seorang wanita selain Ibundamu, Dewi Dewangga?

Bisma : cinta bukanlah jeruju penjara, Ayahanda.

Prabu Sentanu : (menghadap dan menatap pada wajah Bisma) hatiku tengah terpaut pada seorang anak nelayan, dan aku berniat mempersuntingnya.

Bisma : adalah hak Ayahanda sebagai seorang raja.

Prabu Sentanu : tapi engkau sebagai pewaris tahta yang akan menjadi korbannya.

Bisma : (mengernyitkan dahi tanda tak mengerti)

Prabu Sentanu : Dewi Setyawati namanya. Dia mau kupersunting bila aku mau memenuhi keinginannya.

Bisma : adalah kewajiban bagi seorang raja bijaksana untuk mematuhi persyaratannya, Ayahanda.

Prabu Sentanu : aku boleh memperistrinya, namun bila kelak terlahir seorang dari rahimnya maka aku harus menjadikannya sebagai pewaris tahta.

Bisma : bila itu cinta. Penuhi saja keinginannya, Ayahanda.

Ananda rela melepas hak atas tahta yang ia minta. (diam sejenak). Ananda juga berjanji tak akan menikah, agar kelak tak ada seorang pun jabang bayi terlahir dari darahkudan menuntut atas tahta yang telah menjadi haknya.

Out Stage

BABAK II

Dewi Setyawati on stage. Dia sedang sibuk merajut jala ayahnya di sebuah kursi panjang di depan rumahnya. Prabu Sentanu mendatanginya.

Pranu Sentanu : Dewi Setyawati …

Dewi Setyawati : (terkejut. Meletakkan jalanya dan berlutut di hadapan Prabu Sentanu) Ampun Gusti Prabu.

Prabu Sentanu : (mendekati Dewi Setyawati. Memegang pundaknya dan mengangkatnya agar berdiri) bangkitlah !

Kedatanganku kemari untuk menemui Ayahmu. Apakah dia ada?

Dewi Setyawati : Ampun, Gusti Prabu. Ayahanda sedang tidak ada di rumah, beliau sedang melaut.

Prabu Sentanu : oh, baiklah. (duduk dikursi yang tadi dipakai Dewu Setyawati) kemarilah !

Dewi Setyawati : (duduk di sebelah Prabu Sentanu).

Prabu Sentanu : aku telah berpikir matang-matang tentang persayaratan yang telah ayahmu ajukan. Dan aku telah memutuskan untuk memenuhi segala persyaratan itu. Apakah engkau merasa keberatan?

Dewi Setyawati : tidak, Gusti Prabu.

Prabu Sentanu : (bangkit dari duduknya) baiklah. Jika demikian, sampaikan pesanku itu pada ayahmu, dan bersiaplah untuk pernikahan kita.

Prabu Sentanu meninggalkan Dewi Setyawati seorang diri.

Out Stage

BABAK III

Tarian pesta pernikahan.

BABAK IV

Monolog Pencerita: Oh, dunia… berbagai cerita telah ditorehkannya dalam bernagai tema. Cinta, cita bahkan derita telah tersusun rapi dalam berjuta alinea.

Semua manusia bisa saja menyusun berbagai rencana, tapi siapa yang berhak menentukannya? Dari Rahim Dewi Setywati telah terlahir dua orang anak lelaki bernama Citranggada dan Wicitrawirya. Keduanya telah beristri Ambika dan Ambalika. Tapi perang bergolak, medan perang menelan jiwa kedua calon putra mahkota. Meninggalkan kedua Janda tanpa seorang pun putra.

Dan lihatlah! Betapa kepergian itu meninggalkan seribu kepedihan dalam benak Sang Dewi Setyawati …

BABAK V

Di salah satu sudut taman kerajaan, Dewi Setyawati melamun sedih. Menyesali kepergian kedua putranya. Kemudian Bisma datang menghadap padanya.

Bisma : apakah Bunda Dewi memanggil saya?

Dewi Setyawati : iya, Anakku, Bisma. Kemarilah ! ada sesuatu yang harus kusampaikan.

Bisma : baik, Bunda. Ananda siap mendengarkan.

Dewi Setyawati : anakku, Bisma. Engkau telah menyaksikan sendiri, kedua saudaramu telah gugur di medan perang.

Bisma : iya, Bunda.

Dewi Setyawati : (menyahut) dan kedua saudaramu gugur sebelum meninggalkan seorang pun keturunan.

Bisma : lalu apa yang dapat saya lakukan?

Dewi Setyawati : ayahandamu, Prabu Sentanu telah memasuki usia senja. Sedang kau sendiri telah bersumpah untuk melepas hak putra mahkota, lalu bila Prabu Sentanu telah menghadap Sang Dewa, siapa yang akan memerintah kerajaan ini selanjutnya?

Bisma : (diam. Bangkit dari duduknya dan berjalan beberapa langkah).

Dewi Setyawati : (bangkit dan mnyusul Bisma) Anakku, bagaimana jika engkau menikahi istri saudaramu, Ambika dan Ambalika? Agar kelak terlahir seorang anak sebagai putra mahkota.

Bisma : (tegas) ampun, Bunda Dewi. Ananda juga telah bersumpah untuk tidak menikah.

Dewi Setyawati : bukankah engkau dapat menggugurkan satu dari dua sumpahmu itu, Bisma?

Bisma : (keras) tidak.

Dewi Setyawati kembali berjalan lemah ke tempat duduknya semula, ia terduduk lesu tak bisa berbuat apa-apa. Bisma berjalan ke depan dengan mata garang.

Bisma : sumpahku tak bisa dipatah. Sumpah Ksatria telah dicatat oleh para Dewa. Pantang bagi seorang Bisma untuk menjilat ludahnya.

ENDING

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun