Mohon tunggu...
Ahmad Robi Faroid
Ahmad Robi Faroid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jember

Keberhasilan adalah milik mereka yang mau mencoba

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilema Euthanasia: Hak Untuk Mengakhiri Hidup, Jalan Keluar atau Pilihan yang Sulit?

23 Januari 2025   22:18 Diperbarui: 23 Januari 2025   22:18 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketika mendengar kata "euthanasia," banyak dari kita mungkin langsung terbayang kontroversi dan dilema moral yang menyertainya. Di satu sisi, ada suara-suara yang menyebutnya sebagai bentuk kasih sayang terakhir bagi mereka yang menderita penyakit tak tersembuhkan. Tapi di sisi lain, ada nilai-nilai budaya, agama, dan hukum yang tegas menolaknya. Jadi, kenapa sih euthanasia ini begitu kontroversial, apalagi di Indonesia? Yuk, kita bahas!
Apa Itu Euthanasia?
Euthanasia, atau yang sering disebut sebagai "mercy killing," adalah tindakan untuk mengakhiri hidup seseorang dengan sengaja, biasanya atas permintaan mereka sendiri, demi menghentikan penderitaan yang tak tertahankan. Ada dua jenis euthanasia: Euthanasia aktif: Tindakan medis yang secara langsung menyebabkan kematian, misalnya melalui suntikan obat tertentu, Euthanasia pasif: Menghentikan pengobatan atau alat bantu hidup sehingga pasien meninggal secara alami. Meski kedengarannya sederhana, praktik ini membawa dilema besar yang melibatkan hukum, moral, dan etika.

Pro dan Kontra Euthanasia

Di satu sisi, ada banyak alasan mengapa euthanasia dipandang sebagai sesuatu yang seharusnya diperbolehkan. Salah satu alasan utamanya adalah hak individu atas tubuh dan kehidupannya sendiri. Banyak orang percaya bahwa jika seseorang sudah menderita secara fisik dan emosional akibat penyakit terminal yang tidak bisa disembuhkan, mereka berhak untuk menentukan akhir dari penderitaan itu. Euthanasia dianggap sebagai jalan untuk memberikan kedamaian bagi mereka yang merasa hidupnya sudah menjadi beban tak tertahankan. Selain itu, dari sudut pandang medis, beberapa orang berpendapat bahwa biaya perawatan untuk pasien terminal yang tidak memiliki harapan sembuh dapat dialokasikan untuk pasien lain yang memiliki peluang hidup lebih besar.

Namun, di sisi lain, ada banyak alasan kuat untuk menolak euthanasia. Salah satu argumen utama adalah bahwa euthanasia bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat. Dalam kepercayaan mayoritas di Indonesia, kehidupan adalah anugerah dari Tuhan, dan hanya Tuhan yang berhak menentukan kapan hidup seseorang berakhir. Ada juga kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan jika euthanasia dilegalkan. Misalnya, bisa saja keputusan untuk mengakhiri hidup seseorang diambil bukan atas keinginan pasien, tetapi karena tekanan ekonomi, sosial, atau bahkan desakan dari pihak keluarga. Selain itu, ada pandangan bahwa melegalkan euthanasia bisa menurunkan penghormatan terhadap nilai kehidupan, membuatnya seolah-olah bisa diakhiri begitu saja tanpa perjuangan.

Kenapa Euthanasia Dilarang di Indonesia?

Di Indonesia, euthanasia dianggap bertentangan dengan hukum, norma agama, dan nilai budaya. Pasal 344 KUHP menyatakan bahwa tindakan yang menyebabkan orang lain mati atas permintaannya sendiri tetap dianggap sebagai pembunuhan, dengan ancaman hukuman penjara. Selain itu, agama agama besar di Indonesia, seperti Islam, Kristen, dan Hindu, umumnya melarang euthanasia karena dianggap melawan kehendak Tuhan. Dalam budaya kita yang kental dengan rasa kekeluargaan, perawatan hingga akhir hayat sering dianggap sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang yang tak ternilai. Meski dilarang, topik euthanasia tetap relevan untuk dibahas, terutama dalam konteks hak asasi manusia dan perawatan paliatif. Perawatan paliatif sendiri adalah pendekatan medis yang fokus pada meringankan rasa sakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien terminal tanpa mempercepat atau menunda kematian.

Euthanasia adalah topik yang sulit, penuh dengan nuansa moral, etika, dan hukum. Tidak ada jawaban yang sepenuhnya benar atau salah, karena semuanya kembali pada keyakinan dan nilai masing-masing. Tapi yang jelas, setiap orang berhak atas rasa hormat, baik dalam hidup maupun menjelang akhir hayatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun