Mohon tunggu...
Ahmad Rizki Fauzi
Ahmad Rizki Fauzi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Currently studying and have an interst in psychology

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peranan Psikologi Forensik dalam Mengungkapkan Kasus Pelecehan Seksual Begal Payudara

6 Juni 2021   15:00 Diperbarui: 6 Juni 2021   21:58 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dilansir dari kumparan.com, beberapa waktu yang lalu, warganet dihebohkan dengan sebuah video yang viral di media sosial mengenai aksi pengejaran pengemudi mobil terhadap pelaku begal payudara yang hendak melarikan diri. Diketahui bahwa video yang diunggah oleh akun instagram @jannah_ey tersebut terjadi di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat (23/5/2021). 

Pelaku kasus begal payudara yang belum lama terjadi di wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat, dengan inisial HP (31) tersebut, kini telah ditangkap dan diamankan oleh pihak Polres Metro Jakarta Pusat. Menurut penuturannya, pelaku mengaku telah melakukan hal tersebut kepada setidaknya tiga korban dengan alasan untuk memuaskan hasratnya (tribunnews.com)

Kejahatan semacam ini banyak terjadi beberapa tahun terakhir. Selain di Jakarta, fenomena begal payudara dilaporkan juga banyak terjadi di daerah lain, seperti di Bekasi, Jogjakarta, Banten, Sumatera Barat, dan sebagainya. Hal ini menujukkan bahwa pelecehan seksual, khususnya begal payudara masih marak terjadi pada masyarakat. 

Secara definitif, pelecehan seksual merupakan interaksi seks yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi penerimanya, termasuk interaksi verbal dan bisa terjadi dimana saja, seperti di tempat kerja, di sekolah dan sebagainya (Fulero & Wrightsman, 2008). Menurut Triwjati (2007), adapun pelecehan seksual mencakup perilaku-perilaku berikut, tetapi tidak terbatas pada, bayaran seksual bila menghendaki sesuatu, pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan tentang orientasi seksual atau seksualitas, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual; semua dapat digolongkan sebagai pelecehan seksual. Tindakan ini dapat disampaikan secara langsung maupun implisit (Triwijati, 2007).  

Secara definitif, begal payudara merupakan merupakan suatu perilaku yang merujuk pada pelecehan seksual yang terjadi di ruang publik dimana pelaku dengan menggunakan motor, menyerang korban dengan cara memegang atau memeras payudara secara cepat. Setelah melakukan tindakan tersebut, pelaku langsung kabur layaknya pelaku kasus kriminal lain. Begal payudara merupakan salah satu jenis pelecehan seksual dalam bentuk godaan secara fisik, dimana perilaku tersebut yang juga disandingkan dengan pelecehan secara verbal  merupakan salah satu bentuk yang paling umum dari pelecehan seksual (Zastrow dan Ashman, 1989; Kremer dan Marks, 1992).

Pola Pelaku Begal Payudara 

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Hollaback! Jakarta bersama dengan sejumlah lembaga lainnya terhadap 62 ribu orang mendapati bahwa aksi penjahat seksual begal payudara ini tak hanya dilakukan saat malam hari dan di ruang tertutup dengan alasan agar tidak dikenali saja, melainkan bahkan juga dilakukan saat siang hari dan di tempat umum serta dengan memperhitungkan untuk mengincar korban yang sedang berjalan sendiri. Hasil studi juga menyebutkan bahwa pelecehan ini tak hanya dialami oleh perempuan, tetapi terjadi juga pada laki-laki, namun perempuan jelas yang paling rentan.

Menurut Triwjati (2007), aksi begal payudara sebagai salah satu bentuk pelecehan seksual sebenarnya bukan hanya soal seks. Lebih lanjut, setidaknya, paling tidak ada dua mediator yang membuat pelaku berbuat demikian. Pertama, ketika melihat objek, ia langsung tertarik dan terangsang untuk melakukan aksinya. Kemudian, yang kedua, adanya penyalahgunaan kekuasaan atau otoritas. Dengan kata lain, pelaku baru merasa "berarti" ketika ia bisa dan berhasil merendahkan orang lain secara seksual. 

Rasa "keberartian" ini tidak selalu dapat atau mau diverbalkan (disadari). Rasa puas atau semacam kenikmatan setelah melakukan pelecehan seksual adalah ekspresi dari "berarti" tersebut (Triwijati, 2017). Terlebih, hal ini dilakukannya dilakukannya secara berulang-ulang. Dilansir dari suarajogja.id, menurut Psikolog Forensik UGM, Prof Koentjoro, hal itulah yang menjadikan suatu kenikmatan tersendiri bagi pelaku setelah melakukan aksinya, walaupun di mata orang pada umumnya hal itu merupakan sesuatu yang aneh atau tidak pantas. Hal seperti ini juga sama terjadi pada seseorang yang eksibisionis, yang setelah menunjukkan alat kelaminnya, ia akan merasa puas (Priatmojo, 2021).

Ciri dan Motif Pelaku 

Sekalipun perilaku dan motif bisa bervariasi antar pelaku, tetapi setidaknya ada beberapa dimensi yang disusun kelompok pendukung korban pelecehan seksual dalam mengkategorikan pelaku pelecehan seksual, termasuk pada pelaku begal payudara ini (Triwijati, 2007). Salah satunya yakni, "public" vs. "private", mereka yang masuk dalam kategori "public" adalah mereka yang menunjukkan perilaku/sikap melecehkan itu di hadapan orang lain, artinya, dia tergolong orang yang "show off". Mereka yang masuk dalam kategori "privat" umumnya sangat ingin tampil konservatif dan baik, tetapi ketika mereka berada sendirian dengan sasaran korban, perilaku mereka berubah sama sekali. Si "privat" sangat menikmati tipu muslihat dan ketidaktampakan perilakunya ini (Triwijati, 2007).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun