Mohon tunggu...
Ahmad Risani
Ahmad Risani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membaca Skenario Drama KPK, Polri, dan Pemerintah

25 Januari 2015   21:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1422169950467186015

Prolog

“Pergolakan politik yang melibatkan para penegak moral tanah air saat ini, ternyata belum menghadirkan komentar-komentar objektif yang muncul dari para pakarnya. Sesekali saya mengintip di berbagai media, komentar yang bermunculan lebih mengarah pada subyektifitas dalam menilai, penuh konspiratif, pengkelabuan, hingga cucoklogis. Membacanya hanya membodohkan diri, atau setidaknya semakin menguatkan bahwa kita adalah orang-orang yang polos.”.

Sangat disadari, begitu rumit dalam menyikapi berbagai persoalan sosial-politik tanah air akhir-akhir ini, sejak sebelum pilpres’14 hingga munculnya sekuel Jilid III cicak vs buaya. Entahlah, ini mungkin karena keawaman saya atau memang begitu rumit, yang jelas ketika saya berkumpul dengan kawan-kawan “obrol serius” di kontrakan, fenomena sospol hari ini tidak menjadi bahasan utama, kita lebih suka membahas rasa kopi yang beragam varian, dan membully tuan rumah yang tak kunjung mendatangkan tandem sruputan. Dasar tidak peka!.

Pilihan untk menulis “resensi” serial drama “KPK, POLRI, dan Pemerintah hari ini”, adalah bentuk penyaluran hobi sekaligus tes ketajaman, kegiatan menulis di kompasiana.com/ahmadrisani harus menyesuaikan diri dengan arus mainstream yang sedang berkembang. Lebih-lebih, ternyata banyak juga kawan-kawan yang tertarik dengan isu soal drama ini, maka tidak lengkap rasanya jika tidak urun wicara.

Dalam resensi ini akan dimuat beberapa sub-obrolan yang relevan dengan kajian drama ini, yaitu tentang Keberpihakan rakyat, Membaca kronologis, Siapa pelaku utama, dan Bumbu-bumbu lainnya. Kesemuanya akan disajikan dengan sub-judul. Maka pelan-pelanlah membacanya.

Keberpihakan Rakyat

Beberapa waktu lalu, ada sekawanan aktivis yang berdemo membela KPK, ada juga yang menghujat Pemerintah via FB dan twitter, atau sekedar curhat membicarakan Polri. Ini adalah bentuk keragaman ekspresi masyarakat kita, sekaligus bentuk hasil propaganda yang digiring oleh berbagai media agar rakyat berpihak kepada siapa dan menghujat siapa.

Saat ini, KPK sedang unggul sebagai gerakan moral terpercaya di negeri ini, maka wajar bermunculan gerakan #SAVEKPK. Namun rasanya tidak adil jika hanya memihak pada KPK, seolah-olah yang menjadi “monster” dalam drama ini adalah Polri dan Pemerintah. Sebagai alat negara, 3 elemen ini sepatutnya mendapatkan dukungan yang seimbang, karena bagaimanapun, ketiganya adalah pemangku urusan rakyat.

Dalam pergolakan ini, Polri menjadi institusi yang babak-belur dimata publik, seolah-olah ada dendam kesumat yang dilakukan Polri kepada KPK - dengan alasan yang sangat logis - Polri dendam lantaran beberapa perwiranya kerap ditangkap KPK. Kemudian, oleh polisi, dilakukanlah penangkapan kepada orang KPK. Biar seimbang brengseknya.

Di satu sisi, ketegasan pemerintah yang oleh khalayak ramai dinilai mencla-mencle, membuat kepercayaan publik menurun kepada Jokowi. Lebih-lebih pasca dipilihnya BG sebagai kapolri yang sejam berikutnya ditangkap KPK. Sehingga muncul pertanyaan dibenak publik, mengapa yang sudah jelas-jelas masuk dalam daftar rapor merah KPK kok dijadikan kapolri?. Ini pasti ada titipan dari orangt-orang Jokowi. Yah begitulah asumsi yang beredar dalam benak kita. Sekali lagi, lantaran penggiringan oleh media.

“Jika kita lihat lebih mendalam, KPK sudah sangat jauh masuk ke lingkaran politik, padahal bukan lembaga politik, tugasnya menegakkan hukum, namun saat ini KPK seolah menjadi alat politik untuk membunuh lawan politik, penegakkan hukum tercampur dalam tendensi politik”. Begitu kata seorang kawan.

“Disatu sisi, Jokowi juga harus diselamatkan, jelas sekali sifat ke-boneka-annya saat ini, hanya nurut apa yang dikata orang-orang disekitarnya. Ia bertindak tidak merdeka, dan kurang berhati-hati dalam membuat kebijakan”. Timpal seorang kawan satunya.

“Iya tuh, Polri juga aneh, dari dulu banyak bener kasusnya, gak ada baik-baiknya Polri saat ini, padahal ini kelakuan oknum bukan lembaga, kasian-kasian-kasian”. Tambahnya.

Lalu tegakah kita memenangkan salah satunya?. Seolah-olah kita mendukung pertikaian ini  dengan menjadi Supporter salah satu tim yang bertikai. Sekali lagi, sebagai alat negara yang mengemban urusan rakyat, rasanya tak patut jika kita memilih salah satunya untuk diselamatkan. Semuanya harus diselamatkan!. Bagaimana caranya?. Sudah saatnya para pakar yang bicara, aku mah apa atuh!.

Membaca Kronololgis

[caption id="attachment_347956" align="aligncenter" width="542" caption="Grand design sendiri"][/caption]

Bumbu-bumbu lainnya

Nampak jelas sekali, dari gambaran diatas dapat ditarik beberapa anggapan, bahwa drama ini berangkat dari skenario yang sistematis dan rumit untuk dipahami. Tapi, bukan berarti masyarakat -  secara umum – tidak bisa menilai secara objektif perihal apa yang sedang terjadi negeri ini.

Drama ini bukan sekedar soal penegakkan hukum, tapi telah merambah pada tendensi politik dan permainan elit untuk melemahkan salah satu pihak. Namun sampai disini – seperti yang telah diuraikan diatas - belum dapat ditarik simpulan siapa yang sedang dilemahkan, tapi pihak yang telah mengambil untung dari sini sudah jelas kelihatan.

Lepas dari untung ruginya, melemahkan salah satu lembaga diantara ketiganya tidak akan memberikan keuntungan bagi rakyat semesta, apalagi ada pihak-pihak tertentu yang mengiring publik untuk melemahkan semuanya. Yang ada hanyalah kehancuran negara.

Epilog

Akhirnya, dari pembacaan yang telah saya sampaikan ini, tetap meninggalkan kesan-kesan kedangkalan dan kepenasaran yang mendalam. Namun, setidaknya kita bisa sedikit menimbang apa dan bagaimana struktur isu yang sedang negara ini hadapi.

Akhirulkalam, Astaghfirullohal’adziim

#SAVEINDONESIA

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun