Mohon tunggu...
Ahmad Ringgit
Ahmad Ringgit Mohon Tunggu... Guru - guru desa/sdn3kendit
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

ingin berubah mengikuti perubahan jaman

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramainya Sore ini

18 April 2023   17:22 Diperbarui: 18 April 2023   17:31 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Mulai dari tadi malam, istri telah menanti wanti saya untuk mengantarkan ke kota pada esok sore. Sesekali bolehlah ke kota untuk berbelanja dan berbuka di warung. Saya mengiyakan kemauannya karena memang hampir satu bulan puasa ini jarang saya mengajalnya jalan jalan menikmati sore ngabuburit. Jadilah hari ini tepatnya sore hari saya menepati janji mengnatarkannya belanja ke kota. 

Kami berangkat pukul 16.00 WIB. Waktunya memang kami rancang agar nanti ketika masuk waktu buka puasa, kami melakukannya di warung. Perjalanan 25 menit cukup mengantarkan kami sampai di kota kabupaten. Wah, suasananya ramai sekali melebihi suasana sore pada hari hari bukan ramadhan. 

Semua orang terlihat sibuk dan terburu buru, seakan akan tidak ada lagi waktu yang dimiliki. Semua sibuk dengan kepentingan dan urusan masing masing. Apakah ini juga merupakan efek ramadhan? Saya pastikan memang iya benar adanya. Ramadhan memang luar biasa., mampu membuat segalanya serba wah. 

Waktu memang telah sore. Perlahan lahan daerahku disergap kegelapan. Dengan demikian waktu buka puasa juga semakin dekat. Tapi bulannya berkurang, bising dan ributnya orang orang semakin menggila. Mereka sibuk mempersiapkan diri untuk menyantap hidangan berbuka.

Saya tidak paham apakah siang harinya mereka betul betul berpuasa ataukah hanya pura pura puasa. Sibuknya sama. Keponya tiada beda. Sama sama ribut seperti mereka sudah satu minggu berpuasa. 

Posisi saya mengantarkan istri bergeser mendekati alun alun kota. Saya juga melihat kesibukan yang sama. Orang orang banyak yang duduk melingkar bersama keluarga menunggu berkumandang nya adzan maghrib. Ramai sekali sampai teriak separuh lapangan. Inilah tradisi yang mulai bergeser dari tradisi kuno ketika saya kecil dulu. 

Kalau dahulu kami sekeluarga menyambut adzan dengan duduk diam di rumah sambil berbincang dengan ibu dan ayah. Nikmat sekali. Tapi sekarang kenikmatan itu berubah dengan berbuka puasa di alun alun kota sambil melihat orang orang berlalu lalang tak tentu arahnya. Mengapa mereka tak menikmati dan melakukan di rumah  ? 

Termasuk pula anak anak pun amat suka beebuka puasa di luar rumah daripada menikmati teh manis buatan ibu atau paling mewah kolak kiriman tetangga. 

Ah, begitu ramainya sore ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun