Berbagai polemik yang terjadi di masyarakat pada ujung masa jabatan kepemimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019, adalah penyebab gagal berlabuhnya pimpinan DPR dengan sempurna.
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang menjadi nahkoda terakhir memberikan catatan sejarah yang buruk di Indonesia. Hal ini tentu akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyatnya.
Sumpah serapah dan gelombang penolakan yang besar adalah kado terburuk diakhir masa jabatan DPR periode 2014-2019, itu semua akibat kinerja legislasi yang buruk dan dipaksakan pada akhir masa jabatan DPR.
Beberapa Undang-undang yang sudah disahkan tersebut antara lain undang-undang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, Undang-undang Pesantren, UU Perkawinan, UU Sumber Daya Air, dan UU KPK yang menuai gelombang aksi penolakan yang besar dari mahasiswa di berbagai daerah.
Sangat dikhawatirkan pembahasan yang terburu-buru bisa menyebabkan materi di dalamnya banyak kecacatan. Mungkin juga karena tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara maksimal.
Bahkan usulan masyarakat sebelum undang-undang disahkan tak dihiraukan oleh DPR. Kesadaran DPR bahwa mereka yang seharusnya menjadi penggawa kepentingan rakyat justru diabaikan. Justru DPR memperlihatkan perilaku oligarki kepada publik.
Periode kepemimpinan DPR mendatang mempunyai pekerjaan rumah yang besar untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap DPR. Selain itu diharapkan pimpinan DPR kedepan harus lebih optimal mendengarkan dan mengedepankan pendapat publik sebelum mengesahkan suatu UU.
Oleh : Ahmad Rijal Ilyas
Direktur Eksekutif RODA-Institute
(Research Oriented & Development Analysis).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H