Mohon tunggu...
Ahmad Rifai Gozali Anwar
Ahmad Rifai Gozali Anwar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Writer

manusia yang berharap hidup berkecukupan dan damai di akhir hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perjuangan Syafruddin Prawiranegara Yang Dilupakan Dalam Sejarah

10 Desember 2024   20:33 Diperbarui: 10 Desember 2024   20:30 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perjuangannya Mempertahankan Kemerdekaan

Pada tanggal 20 Juli 1947 tindakan militer Belanda merusak hasil perjanjian Linggarjati.  Belanda kembali datang memperkeruh suasana Indonesia yang menghadirkan dilema bagi elite pemerintahan Indonesia. Pada tahun 1948, Indonesia dilanda kekacauan ketika ibu kota Yogyakarta mengalami agresi militer II menyebabkan masyarakat Indonesia takut akan Belanda menangkap Presiden Sukarno dan menjajah kembali negara Indonesia. Situasi tersebut membuat Mohammad Hatta khawatir dan ia segera menyampaikan pesan telegram kepada Menteri Kemakmuran Republik Indonesia yaikni Syafruddin Prawiranegara yang saat itu berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). 

Fakta uniknya, kejadian pengiriman melalui telegram tersebut diputus oleh pihak belanda sehingga belum tersampaikan pada Syafrudin. Namun karena dorongan inisatif para pejuang yang tersisa melakukan segala sesuatu yang diperlukan dan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang diketuai Syafrudin Prawiranegara. PDRI didirikan pada tanggal 19 Desember 1948 sebagai tindakan dalam mengatasi serangan militer kedua yang dilakukan Belanda terhadap Yogyakarta. PDRI didirikan dan dipimpin langsung oleh Syafruddin Prawiranegara disemenanjung wilayah pedalaman Sumatera. Sejak terbentuknya pemerintahan darurat ini, fungsi pemerintahan tentu saja akan dijalankan oleh PDRI meski dalam keadaan sulit dan terpaksa. Namun karena terdorong oleh rasa tanggung jawab terhadap negara Syafruddin Prawiranegara sebagai ketua PDRI tetap melaksanakan tugasnya.

Rapat singkat dilakukan di Istana Wakil Presiden Bukittinggi bersama para pejabat pemerintah dan militer, termasuk Syafruddin Prawiranegara dan Kolonel R. Hidayat. Dalam rapat tersebut memutuskan bahwa Bukittinggi dan sekitarnya akan menjadi pusat pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat. Keputusan ini didasarkan pada lokasi geografis Bukittinggi yang strategis dan mendukung pelaksanaan pemerintahan dan taktik perang gerilya di pegunungan dan hutan. Pemerintahan PDRI di Sumatera juga bersifat mobile maksudnya berpindah-pindah untuk menjalankan tugasnya.

Meskipun masa pemerintahan Syafruddin Prawiranegara hanya 207 hari, perannya sangat penting dalam menentukan arah pemerintahan darurat. Kepemimpinannya yang cerdas dan penuh dedikasi berhasil menggerakkan perlawanan gerilya dan membuat Belanda kembali melakukan perundingan. Dukungan masyarakat Sumatera Barat dan Aceh juga sangat besar yang rela mengorbankan rumah dan harta untuk mendukung PDRI. Pemerintahan dilakukan tidak berada di istana, namun menggunakan rumah-rumah masyarakat sehingga membuat Belanda kurang waspada. Dengan tindakan tersebut dapat membantu mempersatukan rakyat serta membangkitkan semangat nasionalisme.

Kehadiran PDRI berperan penting untuk memastikan pengakuan internasional terhadap Indonesia dan menjaga diplomasi di forum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Tindakan diplomasi dan gerilya dari PDRI memberikan kesan adanya pemerintahan darurat yang sah sebagai penerus pemerintah Republik yang masih kosong. Pembentukan PDRI bertujuan menghindari kekosongan pemerintahan dan memastikan Indonesia tidak dipengaruhi oleh Belanda.

 

Namanya yang Terlupakan dalam Sejarah

Peran politik Syafruddin sebagai Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (Desember 1948–Juli 1949) memperjelas tindakannya sebagai pejuang kemerdekaan, namun perannya terlibat atau turut memimpin Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diklaim sebagai bentuk pemberontakan melawan rezim Sukarno, seolah mengecilkan peran historis dari Syafruddin Prawiranegara. PRRI adalah peristiwa yang disalahartikan oleh sejarah. Hingga saat ini, dalam sejarah Indonesia, peristiwa PRRI yang terjadi di sekitar Padang pada tahun 1958 diidentikkan dengan meluasnya gerakan separatis pada tahun 1950-an dan 1960-an atau Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Dalam penelitian dari Mustapa & Syi’aruddun, Jimly Ashidiqy mengatakan ketika Soekarno dan Hatta ditahan (dipenjara), secara yuridis Presiden Republik Indonesia yang dikenal sebagai Ketua PDRI yaitu Syafruddin Prawiranegara, baru kepemimpinannya dikembalikan kepada Soekarno sebagai presiden pada 13 Juli 1949. Ujungnya, pengakuan peran politik sebagai pahlawan memerlukan usaha yang keras hingga akhirnya terealisir dengan ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 8 November 2011. Sementara itu, PDRI sebagai sebuah gerakan yang mampu menyelamatkan eksistensi Republik Indonesia mendapat apresiasi dari pemerintah melalui Keputusan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa tanggal 19 Desember, mengacu pada kelahiran PDRI tanggal 19 Desember 1948, sebagai Hari Bela Negara.

referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun