Terus di mana logika tuduhan bahwa PT IBU menyalahgunakan/mendapatkan manfaat subsidi dengan membeli gabah dengan harga lebih tinggi dan menjual beras jauh lebih tinggi?Dalam kasus ini tidak ada penyalahgunaan subsidi input. Ketika subsidi itu telah sampai ke petani yang berhak (apapun yang ditanam), maka subsidi telah mencapai sasaran. Uang subsidi telah sukses masuk ke kantong petani dengan selamat. Beras yang dihasilkan petani tersebut tidak dapat disebut beras bersubsidi. Bahwa hasil pertaniannya dijual dengan lebih tinggi, atau bahkan dijual lebih rendah dari harga pasar (karena hasil pertaniannya buruk terkena hama, misalnya) maka itu sudah di luar konteks pemberian subsidi input.
Di sisi lain, ada konsumen beras yang mungkin saja tidak akan mampu membeli beras. Maka, pemerintah hadir untuk mensubsidi harga beras ke konsumen akhir (subsidi output). Beras ini dalam istilah keuangan negara saat ini disebut beras sejahtera/rastra (dulu raskin). Sehingga fungsi negara sebagai Bapak berjalan seimbang, melindungi petani miskin dari paparan resiko rugi dengan menekan biaya produksi dan membebaskan harga jual, di sisi lain melindungi konsumen miskin dari paparan resiko harga beras mahal. Itulah mengapa diperlukan kedua jenis subsidi tersebut: subsidi input dan output beras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H