Pandemi covid-19 telah memaksa kita semua harus beradaptasi. Mulai dari bagaimana kita harus menerepkkan protokol Kesehatan dalam setiap aktifitas, keharusan untuk terus rajin berolah raga, kebutuhan untuk terus konsumsi vitamin dan lain sebagainya. Semuanya itu dilakukan agar kita terbabas dari virus covid-19. Tidak hanya dari sisi upaya menjaga kesehatan, dari sisi berperilaku dan beribadah juga ikut beradaptasi. Salah satunya adalah penutupan tempat ibadah sementara waktu dan beribadah dari rumah masing-masing.
Hal ini terjadi karena sekarang ini memang sedang dalam kondisi darurat. Ya, pandemi covid-19 telah membuat semua negara dalam keadaan darurat. Virus yang terus menyebar melalui aktitifitas manusia, membuat semua negara melakuakn pembatasan aktifiatas. Di berbagai negara dikenal dengan istilah lockdown. Sementara di Indonesia dikenal ppkm atau pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Dulu dikenal ppkm mikro, sekarang ini pemerintah meningkatkan statusnya menjadi ppkm darurat.
Kenapa disebut darurat? Karena kondisinya memang darurat. Kasus positif covid-19 harian secara nasional sudah tembus diatas 38 ribu kasus. Rumah sakit penuh. Masyarakat yang positif dengan gejala berat, kebingungan harus mencari kamar di rumah sakit. Rumah sakit darurat penuh dimana-mana. Akibatnya, gejala apapun yang diderita banyak yang melakukan isolasi mandiri. Dampak yang kemudian muncul adalah, harga tabung oksigen melambung hingga 900 persen. Dasar oknum tidak bertanggung jawab. Selalu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Semoga, pemerintah segera bisa mengambil sikap agar harga tabung oksigen bisa kembali turun.
Dalam kondisi yang serba darurat ini, ironisnya masih saja muncul narasi-narasi yang menyesatkan di media sosial. Keputusan pemerintah menutup sementara tempat ibadah dianggap tidak berpihak pada umat beragama, khususnya masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam. Virus diposisikan sebagai penyakit yang tidak perlu ditakuti. Karena yang harus ditakuti di dunia ini hanyalah Allah SWT. Konteksnya di masa pandemi ini adalah bukan pada takut atau tidak takut. Tapi bagaimana kita bisa menerapkan protokol kesehatan, agar kita tidak menularkan atau tidak tertular virus.
Penutupan sementara tempat ibadah bukanlah menjauhkan umat dari Allah. Ppkm darurat juga bukan melarang tempat ibadah atau aktifitas ibadah dilakukan secara terbuka. Bukan. Konteksnya bukan terletak disitu. Konteksnya adalah virus menyebar melalui aktifitas manusia. Interaksi yang intens, apapun itu bentuknya, berpotensi bisa menyebarkan virus. Karena itulah, masyarakat yang telah terpapar harus di karantina. Sedangkan manusia yang masih berinteraksi dianjurkan menerapkan prokes, karena kita tidak tahu apakah dalam tubuh terdapat virus atau tidak.
Penutupan masjid selama ppkm darurat tidak bertentangan dengan syariat. Bahkan di Arab Saudi sendiri juga pernah menutup masjidil haram, karena ingin mencegah penyebaran virus terlalu cepat. Arab Saudi juga membatasi ibadah haji dalam 2 tahun terakhir. Apakah hal itu salah? Tidak. Karena tujuannya baik untuk menghindarkan masyarakat luas dari paparan virus covid-19.
Saat ini, banyak ormas keagamaan, tokoh keagamaan telah merumuskan panduan terkait covid-19. NU dan Muhammadiyah telah mengeluarkan edaran, untuk membantu aktifitas peribadahan dari rumah. Namun demikian azan masih tetap harus dilakukan, sebagai penanda masuknya shalat. Sementara untuk shalat jumat ditiadakan dulu, termasuk shalat idul adha untuk daerah yang masuk kategori zona merah. Sekali lagi, hari saling introspeksi. Mari kedepankan protokol Kesehatan dan menghentikan segala bentuk narasi menyesatkan selama pandemi ini. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H