Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Indonesia terdiri dari ratusan, mungkin ribuan suku yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Setiap provinsi mempunyai bahasa, agama, budaya dan adat istiadat yang berbeda. Ibarat taman, Indonesia merupakan taman yang berisi tanaman dengan berbagai macam warna warni. Karena tingkat keberagaman yang tinggi, potensi terjadinya perbedaan pendapat, pandangan, bahkan konflik sangat terbuka.
Karena itulah, sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Karena Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah hidup masyarakat Indonesia. Dan nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila, diambil dari nilai-nilai yang berkembang di Indonesia sendiri. Karena itulah, Pancasila terbukti bisa merangkul perbedaan yang ada di negeri ini.
Karena tingkat keberagaman yang sangat tinggi, berbagai orang dengan model karakter yang bermacam-macam juga bisa ditemukan di Indonesia. Keragaman itulah yang pada akhirnya membuat perbedaan pola pikir dan cara pandang. Tidak mungkin segala halnya dimaknai dengan cara yang sama. Karena tingkat pendidikan dan literasi masyarakat juga berbeda-beda.
Belakangan, oknum-oknum tertentu seringkali melontarkan kritik, terhadap segala kebijakan pemerintah yang dianggap salah. Salah satunya adalah kebijakan yang membatalkan ibadah haji 2021. Keputusan ini dikarenakan pandemi masih terjadi dan mencegah potensi terpaparnya virus covid-19. Tak lama setelah keputusan dikeluarkan, berbagai cacian melayang ke pemerintah. Tak lama setelah itu, pemerintah arab Saudi resmi mengeluarkan keputusan menutup para calon Jemaah haji dari negara lain. Setelah keputusan ini keluar, semua orang langsung diam.
Di masa pandemi ini, berbagai macam kritikan masih sering dilontarkan ke pemerintah. Mulai dari kebijakan pembatasan aktifitas di tempat ibadah, di perkantoran, dan tempat-tempat yang lain. Pembatasan dianggap tidak efektif menekan kasus positif. Alhasil, larangan mudik yang dikeluarkan pemerintah, tidak dihiraukan sama sekali. Kini, semua orang harus menanggung buah ketidaksiplinan beberapa orang itu. Angka kasus positif covid-19 meningkat sangat signifikan.
Tidak hanya kritik, provokasi demi provokasi juga sering bermunculan. Ironisnya, provokasi tersebut tak jarang bernuansa kebencian dan SARA. Akibatnya, masyarakat yang tingkat literasinya rendah, akan mudah terpengaruh dan mempercayai informasi yang menyesatkan tersebut. Agama mengajarkan agar tidak melakukan fitnah. Karena fitnah merupakan tindakan yang lebih kejam dari pembunuhan. Menyebarkan informasi bohong, menebar provokasi yang tidak sesuai fakta, itu termasuk kategori fitnah.
Mari tinggalkan kebiasaan menebar kebencian dan provokasi. Mari budayakan kritik dengan disertai referensi yang kuat, dengan data dan fakta yang valid. Kritik semacam itu akan bisa membangun dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Namun jika kritik disertai kebencian, berpotensi bisa menyebabkan persatuan dan kesatuan yang sudah terbentuk ini, akan terbelah-belah. Antar sesama saling curiga, tidak ada lagi rasa saling menghargai, tidak ada toleransi. Dan kondisi ini akan bisa memicu terjadinya konflik. Semoga tulisan ini bisa jadi renungan bersama. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H