Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hate Speech Masih Marak, Waspada Penyusupan Radikalisme

31 Januari 2021   08:01 Diperbarui: 31 Januari 2021   08:06 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti halnya virus, ujaran kebencian merupakan penyakit yang harus dihilangkan di bumi ini. Penyakit perilaku ini, harus dihilangkan karena tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia yang sangat mengedepankan rasa saling menghargai dan menghormati antar sesama. Sayangnya rasa saling menghargai dan menghormati ini, seringkali terkikis oleh ujaran kebencian yang disebarkan begitu vulgar di media sosial.

Baru-baru ini, publik ramai membicarakan tentang cuitan Abu Jandal terhadap Natilius Pigai, yang dianggap rasis. Semua orang menyayangkan cuitan yang tidak manusiawi tersebut. Banyak para tokoh yang merespon. Bahkan termasuk mantan menteri KKP Susi Pujiastuti, juga ikut memberikan reaksi. Tidak hanya itu, pihak kepolisian juga sedang melakukan penyelidikan setelah adanya laporan terkait hal tersebut.

Tanpa disadari, berawal dari kebencian ini akan bisa mendekatkan pada perilaku intoleran. Dan intoleransi akan mendekatkan diri pada radikalisme. Artinya, memelihara kebencian dalam diri jelas tidak ada gunanya. Tidak ada manfaatnya. Jangan juga memberi ruang bagi rasa benci ini untuk mengendelaikan diri. Karena amarah yang muncul dari sebuah kebencian, jelas akan mengarah pada perilaku-perilaku yang tidak diinginkan.

Banyak contoh yang mengingatkan kita pada hal diatas. Akhir tahun 2020, pemerintah telah membubarkan sebuah organisasi keagamaan, dan menetapkannya sebagai organisasi terlarang. Organisasi ini terbukti telah menyebarkan pesan-pesan kebencian, provokasi, dan dianggap bersinggungan dengan kelompok terorisme. Bagi sebagian orang tidak percaya. Karena mereka dianggap paham agama, dan seringkali mengucapkan lafadz Allah. Tapi ucapan dan perilaku, nyatanya justru bertolak belakang dengan ajaran agama.

Jika kita terbiasa mengumbar kebencian, secara tidak sadar kita pun akan menjadi pribadi pembenci. Dan orang pembenci, akan gampang sekali tersulut api provokasi dan hoaks. 

Akibatnya, tidak sedikit dari orang-orang yang sudah terbakar api kebencian dan amarah, mudah terpapar radikalisme dan berani melakukan tindakan teror. Banyak diantara kita yang tidak menyadari akan hal ini. Karena itulah, mari kita saling introspeksi. Jangan beri kesempatan amarah mengendalikan diri kalian. Ingat, jihad yang sesungguhnya bukanlah memerangi orang lain. Jihad yang sesungguhnya adalah memerangi diri sendiri melawan hawa nafsu.

Bertemunya kebencian dan amarah, hanya akan mematikan logika. Akal yang diberikan Allah kepada kita, tidak akan digunakan secara baik, karena tertutup api amarah. Akibatnya, yang berbeda dianggap salah, yang berseberangan dianggap sesat dan segala macamnya. Sebaliknya, dia dan kelompoknya mengklaim paling benar, paling suci, dan paling segalanya. Mereka tidak berpikir terbuka, tidak menerima pendapat orang lain, dan merasa apa yang diyakini adalah benar. Padahal, mereka tidak sadar bahwa yang diyakini tersebut adalah informasi bohong, paham yang menyesatkan dan bertolak belakang dengan budaya bangsa Indonesia.

Jangan lengah dan jangan lelah untuk terus memerangi radikalisme. Karena radikalisme sejatinya terus menyusup ke berbagai lini. Virus ini jelas berbahaya, yang bisa mempengaruhi pikiran kita, untuk melakukan perbuatan-perbuatan intoleran yang jelas merugikan kita semua. Semoga kita semua terus introspeksi. Salam damai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun