Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlu "Trust Culture" untuk Menjaga Keberagaman Negeri

24 Oktober 2020   15:07 Diperbarui: 24 Oktober 2020   15:11 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saling Percaya, Sumber gambar: freevector.com

Keberagaman di Indonesia memang perlu upaya serius untuk menjaganya. Keberagaman yang merupakan anugerah dari Tuhan ini, harus terus dilestarikan agar bisa dinikmati generasi penerus. Namun, upaya untuk menjaga keberagaman tersebut tentu bukan perkara mudah. Karena keberagaman suku, budaya, agama dan bahasa itu tentu akan melahirkan keragaman pola pikir dan perilaku. Dan jika antar masyarakat memelihara kecurigaan yang berlebihan, maka potensi perbedaan pandangan akan bisa saja terjadi. Dan jika perbedaan pandangan itu kemudian diprovokasi ujaran kebencian dan hoaks di media sosial, dikhawatirkan akan memicu terjadinya konflik di masyarakat.

Tak dipungkiri, maraknya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial telah memicu kecurigaan berlebihan di masyarakat. Dan kecurigaan inilah yang kemudian melahirkan rasa saling ketidakpercayaan. Tak heran banyak aktifitas berujung tindakn intoleran. Banyak aktifitas yang awalnya baik-baik, ujungnya berakhir tindak kekerasan. Mari kita saling introspeksi dan belajar dari segala hal yang telah terjadi. Banyak pembelajaran dari peristiwa sebelumnya yang bisa kita renungkan.

Beberapa tahun lalu, terjadi aksi pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara. Kejadian tersebut karena banyak orang yang tidak percaya dengan informasi yang valid. Mereka justru lebih percaya pada provokasi yang terjadi di media sosial. Akibatnya, amarah masyarakat tak bisa terkendali dan dilampiaskan pada tempat ibadah. Sungguh menyedihkan.

Aksi unjuk rasa menentang pengesahan UU Omnibus Law Cipta kerja, berujung pada perusakan sejumlah fasilitas publik. Terlepas UU tersebut masih menuai pro dan kontra, aksi kekerasan dengan cara pembakaran fasilitas publik tentu tidak bisa dibenarkan. Tanpa bermaksud memihak yang pro atau yang kontra, pada poin ini saya hanya ingin mengingatkan, menjaga saling kepercayaan penting untuk dilakukan. Jika ada yang salah dengan kebijakan pemerintah, maka lakukanlah jalan yang konstitusional. Hal itu jauh lebih baik dari pada merusak.

Pemerintah sendiri mengakui sosialisasi undang-undang ini belum maksimal. Terlebih setelah undang-undang ini disahkan oleh DPR, banyak bermunculan informasi hoaks yang sengaja dimunculkan oleh oknum. Mari kita belajar dan introspeksi dari semua ini. Mari hindari pola pikir politis. Siapapun pemimpinnya, hal tersebut merupakan hasil dari proses demokrasi di negeri ini. Mari kita cek ricek, mari kita kritik jika memang hal itu perlu di kritik. Tapi ingat, tetap lakukan secara santun dan konstitusional.

Mari belajar untuk saling mempercayai antar sesama. Jangan kotori keindahan negeri ini dengan kecurigaan yang belum tentu kebenarannya. Kecurigaan yang berlebihan justru akan menggerogoti kita sendiri. Ingat, ketika perjuangan merebut kemerdekaan, masyarakat digerogoti oleh politik adu domba yang membuat masyarakat saling tidak percaya. Di era sekarang ini, provokasi dan ujaran kebencian juga membuat masyarakat saling tidak percaya. Mari selamatkan negeri ini dan belajarlah untuk saling percaya jika memang hal tersebut untuk kepentingan yang lebih baik. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun