Jasmerah bukanlah jas berwarna merah. Istilah jasmerah ini diutarakan oleh presiden Soekarno yang artinya jangan meninggalkan sejarah. Para pendiri negeri ini telah memberikan contoh yang baik dan buruk, telah memberikan landasan yang benar dan tidak. Mari kita pahami semua itu. Mari kita ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk. Mengenal dan memahami sejarah akan mengajarkan kepada kita tentang sebuah proses yang harus kita renungkan.
Perang melawan penjajah ketika itu digelorkan hampir di semua daerah. Muncullah pahlawan-pahlawan lokal, yang kita kenal sebagai pahlawan nasional saat ini. Semuanya itu merupakan keberanian yang perlu kita contoh. Apa yang mereka lakukan dengan cara mengorbankan waktu dan nyawa tersebut, sebenarnya tidak bisa ditukar dengan apapun. Yang mereka lakukan adalah bentuk tanpa pamrih yang hasilnya bisa kita rasakan hingga saat ini.
Cut Nyak Dhien harus keluar masuk hutan untuk bisa melepaskan Aceh dari penjajah. Kita mungkin juga bisa membaca sejarah Imam Bonjol, Diponegoro, hingga Jenderal Besar Sudirman. Mereka adalah para panutan yang bisa dijadikan contoh generasi saat ini. Keberanian mereka ditujukan untuk kepentingan bangsa.Â
Mari kita salurkan keberanian saat ini untuk kepentingan bangsa, setidaknya untuk keluarga dan lingkungan sekitar kita. Jangan salurkan keberanian itu untuk kepentingan yang tidak bertanggung jawab.
Indonesia yang terbentang dari Aceh hingga Papua merupakan negara besar. Kekayaan alam dan budaya negara ini tak terhitung jumlahnya. Menjadi tugas kita generasi penerus ini untuk menjaga kebesaran Indonesia. Di bulan Agustus ini, negeri ini akan memperingati hari kemerdekaannya. Mari kita gunakan 17 Agustus ini sebagai momentum untuk introspeksi, merubah segala perilaku yang tidak baik, meninggalkan pesan-pesan kebencian dan diganti dengan pesan yang menyejukkan dan penuh inspiratif.
Mari kita lihat dari sejarah. Ketika waktu itu masyarakat dengan mudah mempercayai Belanda dengan politik adu dombanya, yang terjadi adalah perpecahan, saling mencurigai dan menggembosi segala perjuangan yang telah dilakukan. Mari kita lihat jika masyarakat sekarang percaya dengan hoaks, provokasi dan ujaran kebencian. Yang terjadi adalah saling hujat, saling benci, saling melakukan tindakan intoleran. Kedua contoh ini berbeda tapi mempunyai dampak yang sama. Namun, keduanya sama-sama tidak melakukan cek ricek, tidak memastikan mana fakta mana tidak.
Sekali lagi, jangan lupakan sejarah. Banyak hal yang bisa kita jadikan pembelajaran, untuk terus menjaga kebesaran negeri ini. Indonesia beragam, Indonesia satu. Meski kita beragam dengan berbagai latar belakangnya, kita tetap Indonesia. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H