Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Literasi Digital Menangkal Bibit Radikal

4 Juli 2020   21:36 Diperbarui: 4 Juli 2020   22:10 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melek Literasi - jalandamai.org

 Perkembangan teknologi telah mempengaruhi cara seseorang untuk belajar. Sistem belajar mengajar yang awalnya harus bertemu secara fisik, kini bisa dilakukan secara virtual.

Kebutuhan untuk buku pun bisa digantikan dengan e-book atau e-magazine yang bisa di download dari smartphone atau laptop. Di era digital, semua serba dimudahkan. Tak heran jika generasi milenial sekarang ini, lebih melek teknologi dibandingkan generasi sebelumnya.

Perkembangan teknologi itu juga banyak dimanfaatkan untuk oleh masyarakat untuk mewujudkan keinginannya. Bagi anak-anak muda, era digital ini tentu banyak digunakan untuk mengakses informasi dari mana saja.

Informasi yang diakses ini tidak hanya untuk kebutuhan pendidikan, pekerjaan ataupun penelitian, bisa jadi informasi untuk memperkuat tingkat religius. Banyak orang mulai belajar agama melalui informasi yang berkembang di media sosial.

Dalam perkembangannya, pengajian digital seringkali kita temukan di dunia maya. Seseorang bisa belajar agama tidak di pesantren, di pengajian masjid atau mushola, tapi bisa dilakukan dari rumah mereka masing-masing. Terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini, hampir semua aktifitas dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

Peluang inilah yang sering dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab, untuk menyebarkan informasi bohong, informasi sesat, ataupun informasi yang mengandung provokasi dan kebencian.

Praktek semacam ini terus dilakukan oleh kelompok intoleran, untuk menyebarkan propaganda radikalisme. Terbukti, media sosial yang dulunya seringkali digunakan untuk mencari teman, mencari informasi ataupun aktifitas positif lainnya, beberapa tahun belakang ini justru diramaikan dengan pesan-pesan kebencian yang ditujukan kepada pemerintah, kepolisian atau pihak-pihak lain.

Kelompok intoleran dan radikal ini terus memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, untuk tmengenalkan sistem khilafah. Sistem yang diadopsi oleh kelompok ISIS ini, ditentang oleh semua negara, termasuk negara-negara Islam di kawasan Timur Tengh.

Konsep ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Nyawa seakan tidak ada harganya. Bahkan, meledakkan diri untuk urusan tertentu dimaknai sebagai jihad. Konsep ini harus terus kita tentang.

Untuk bisa menentang konsep khilafah ini, tentu perlu literasi digital yang kuat. Perlu pemahaman agama yang benar. Dan perlu kesadaran yang kuat. Ingat, provokasi yang mengatasnamakan agama atau apapun, tidak dibenarkan.

Dengan mengakses informasi yang benar, maka kita tidak akan salah dalam mencerna sebuah informasi. Dengan memahami agama yang benar, maka kita bisa memahami makna berdasarkan konteksnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun