Sudah diakui bahwa Indonesia merupakan negara dengan keragaman budaya yang sangat tinggi. Setiap suku dan daerah, mempunyai adat istiadat sendiri. Namun adat istiadat yang melekat di masing-masing daerah tersebut, mempunyai nilai-nilai luhur nenek moyang. Dan tidak ada satupun yang mengajarkan untuk saling membenci, saling merasa benar, ataupun saling yang lain. Kearifan lokal yang menyebar di semua daerah itu, mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian. Mengedepankan rasa saling menghargai antar sesama.
Bentuk kearifan lokal ini banyak jenisnya. Ada yang dalam bentuk ucapan, perilaku, kesenian, dan masih banyak lagi. Lagu lir ilir yang dipopulerkan di era Wali Songo dan masih bertahan hingga saat ini, pada dasarnya merupakan bentuk kearifan lokal kita sebagai masyarakat Indonesia. Budaya tepo seliro atau sopan santun, dari dulu hingga saat ini masih bisa kita rasakan dan lihat. Yang muda harus sopan kepada yang tua, dan yang tua juga harus santun pada yang muda. Semua bisa saling menghargai dan menghormati. Sopan santun ini pun kemudian diimplementasikan dalam ucapan dan perilaku.
Dengan tetap mempertahankan kearifan lokal tersebut, akan berdampak pada tatanan kehidupan bermasyarakat yang rukun dan harmonis. Ketika masyarakat bisa menjaga keharmonisan ini, Indonesia akan menjadi negara yang indah seperti taman yang berisi beraneka ragam warna bunga. Keragaman suku, bahasa, budaya dan agama, akan tetap ada karena ini merupakan anugerah yang diberikan Tuhan. Karena Tuhan pada dasarnya menciptakan manusia dan sekelilingnya saling berbeda satu dengan yang lainnya. Dan manusia dianjurkan untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya, agar bisa saling memahami.
Kearifan inilah yang sebenarnya menjadi benteng dari segala pengaruh negative. Ketika media sosial mulai ramai dengan ujaran kebencian, budaya lokal kita tidak pernah mengajarkannya. Ketika hoaks marak di media sosial, adat dan budaya yang diajarkan para orang tua kita tidak mengajarkan demikian. Bahkan kita diwajibkan saling meminta maaf jika melakukan kesalahan. Jika sekarang ini ada sebagian orang saling membenci hanya karena persoalan perbedaan atau alasan yang lain, tentu sangat bertolak belakang dengan yang diajarkan orang tua. Bahkan, dari sisi sosial budaya dan nilai-nilai agama, juga tidak pernah mengajarkan hal yang demikian.
Dalam perkembangannya, bibit radikal memang telah menyusup dengan berbagai cara. Bentuknya pun juga sulit terdeteksi jika kita tidak jeli dan berpikiran terbuka. Lihat saja yang terjadi sepanjang tahun politik kemarin. Masyarakat tidak sadar dirinya saling membenci, saling caci hanya karena berbeda pilihan politik. Ketika masyarakat saling caci, saling persekusi, dan menebar kebencian, disaat itulah kelompok radikal akan memanfaatkannya untuk menebar provokasi dan propaganda radikalisme. Ketika kita masuk didalamnya, makan kebencian semakin tak terkendali dan berpotensi melahirkan konflik di tengah masyarakat.
Mari kita jaga dan perkuat nilai-nilai kearifan lokal yang ada, agar kita terhindar dari paham radikal. Karena paham radikal terus menyusup dengan berbagai cara. Mari terus kenalkan nilai-nilai kearifan lokal pada anak-anak kita. Ingat, hidup saling rukun itu indah. Maka janganlah saling bertikai atas dasar apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H