Tahun politik memang merupakan tahun dengan berbagai kepentingan. Keinginan untuk bisa duduk di kursi kekuasaan, terkadang membuat banyak orang lupa. Iya. Banyak orang lupa bahwa sebenarnya mereka itu adala orang Indonesia, yang sangat menjunjung tinggi nilai toleransi dan saling menghargai antar sesama.Â
Banyak orang lupa sampai meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal, yang telah diwariskan oleh para pendahulu. Ujaran kebencian masih saja terjadi. Bahkan usai debat perdana capres dan cawapres kemarin saja, hate speech dan hoax masih saja bisa kita temukan di media sosial.
Jangan nodai hiruk pikuk perhelatan politik ini dengan ucapan dan perilaku yang tidak semestinya. Indonesia negeri yang santun, bukan negeri yang suka menebar kebencian. Masyarakatnya adalah masyarakat yang ramah, bukan masyarakat yang pemarah.Â
Yang terjadi saat ini justru terkesan sebaliknya. Ironisnya, pihak-pihak yang merasa dirinya paling benar, yang merasa mayoritas, dan yang yang merasa mengerti tetang segala hal ini, justru yang aktif menebar bibit kebencian. Diperparah mental elit politik kita yang masih pragmatis, memperburuk perhelatan demokrasi ini dengan hoax dan kebencian.
Saatnya meninggalkan berbagai ucapan dan perilaku buruk. Jika memang kita seorang yang beragama, semestinya menjalankan segala perintah agama. Tidak ada satupun agama di muka bumi ini yang mengajarkan untuk saling membenci. Dalam Islam sendiri, justur mengedepankan sikap saling toleransi dan menghargai.Â
Hal ini pun juga dicontohkan dalam setiap ucapan dan perilaku Rasulullah SAW. Nabi sendiri sudah merangkul keragaman pada masanya. Piagam Madinah merupakan bukti nyata, bahwa toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman itu nyata terjadi.
Hijrah dari ujaran kebencian ke ujaran kebenaran semestinya mudah dilakukan. Apalagi sudah banyak contoh. Kebencian yang tak terkendali hanya akan melahirkan amarah. Dan amarah bisa berpotensi diteruskan dalam bentuk perbuatan. Perbuatan inilah yang kemudian bisa berpotensi merugikan keberagaman negeri ini. Karena aksi yang dilakukan adalah menebar hoax, menebar kebencian, bahkan melakukan persekusi.
Perlu diketahui, bohong merupakan perilaku yang sangat dibenci oleh Nabi Muhammad SAW. Â Kejujuran yang telah dicontohkan Nabi kepada umatnya, semestinya menjadi contoh dan perlu diteladani bagi seluruh umat muslim. Seorang pria dari suku Badui pernah meminta amalan yang mudah ke Rasulullah dann Rasulullah pun meminta kepada pria tersebut jangan berbohong.Â
Pria yang suka perbuatan tidak baik ini, awalnya menganggap remeh. Tapi setiap kali bertemu Rasulullah, dia tak kuasa untuk berbohong. Dia pun akhirnya memutuskan menghentikan perilaku maksiatnya. Lalu, bagaimana dengan kita? Bisakah kita meninggalkan kebohongan yang masih ada dalam diri kita masing-masing? Mari, kita hijrah dari kebencian ke kebenaran, dari amarah ke perilaku yang ramah. Mari rangkul keberagaman yang telah diberikan Tuhan kepada kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H