Dunia saat ini memasuki era milenial. Perkembangan teknologi informasi di era ini begitu pesat dan tak bisa dihindari. Internet bukan lagi menjadi barang yang mahal. Internet juga bukan menjadi barang yang eksklusif, yang hanya bisa dinikmati masyarakat kelas atas.Â
Perkembangan smartphone, bisa membuat masyarakat bisa mengakses internet dengan mudah, bisa dari mana saja dan kapan saja. Semuanya bisa dilakukan melalui genggaman. Ingin mencari teman, ingin mencari kerja, ingin jual beli barang, hingga ingin mencari hal yang lain bisa dipenuhi melalui internet.
Berdasarkan survey APJII pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 143,26 juta dari populasi penduduk Indonesia saat ini 262 juta. Rata-rata lama mengakses internet setiap hari berkisar 1-7 jam. Data ini memperlihatkan dunia maya menjadi ruang interaksi, komunikasi dan informasi penting bagi masyarakat. Wajar jika semua generasi di era milenial ini, begitu  antusias dan betah berlama-lama di dunia maya.
Dan salah satu yang digemari generasi milenial saat ini adalah media sosial. Melalui media sosial, siapapun bisa bebas berekspresi, mengeluarkan pendapat, hingga mendapatkan teman dari negara mana saja.Â
Melalui media sosial kita juga bisa bertukar informasi, ilmu pengetahuan, hingga yang menyesatkan. Dan karena begitu banyaknya anak muda yang beraktifitas di media sosial ini, disalahgunakan oleh kelompk tertentu untuk menebar kebencian. Kepentingannya pun bisa bermacam-macam.
Dalam konteks politik seperti sekarang ini, kebencian ditujukan untuk elit tertentu atau kelompok tertenttu. Hal ini dimaksudkan agar elektabilitas mereka menjeng pilpres dan pileg 2019 mendatang bisa turun.Â
Dalam konteks kerukunan beragama, kebencian seringkali dimunculkan kepada kelompok tertentu yang minoritas. Karena ujaran kebencian ini terus dimunculkan di media sosial, tidak sedikit dari generasi muda kita yang aktif di dunia maya, terpapar dengan pesan kebencian ini.
Bahkan, karena provokasi ujaran kebencian ini begitu masif, tak jarang masyarakat diprovokasi untuk melakukan aksi. Bentuknya pun bisa bermacam-macam. Bisa menggelar unjuk rasa, melakukan persekusi, aktif menyebar kebencian dengan menjadi buzzer, bahkan pada tingkat ekstrim berani melakukan serangkaian aksi teror. Bentuk teror ini pun bisa bermacam-macam.Â
Dari melempari kantor polisi dengan batu, melempari gereja dengan batu, hingga merakit bom dan meledakkan. Semua ini sudah pernah terjadi di Indonesia. Dan sebagian besar anak muda yang menjadi teroris, mengaku mengenal radikalisme melalui dunia maya. Kebencian yang telah ada didalam dirinya, tersulut setelah terpapar ajaran radikal.
Untuk itulah, perlu peran generasi milenial yang punya kepedulian terhadap negeri ini. Perlu komitmen kuat dari generasi milenial, untuk bisa terus menebar pesan damai di dunia maya. Sebarkanlah pesan tentang toleransi, pesan tentang Indonesia yang damai kepada siapa saja.Â
Ceritakan pula tentang tenggang rasa dan gotongroyong yang sudah menjadi tradisi kakek nenek kita. Dan jangan lupa juga sebarkan tentang keramahan masyarakat kita yang dikenal hingga mancanegara.Â