Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Restart Pikiran, Bebaskan dari Pengaruh Buruk

12 Maret 2016   18:10 Diperbarui: 12 Maret 2016   18:34 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="herypuji25.blogspot.com"][/caption]Komputer, smartphone ataupun peralatan elektronik lainnya, bisa hang, jika terus dipaksakan beroperasi. Hang disini berarti berhenti, tidak bisa digunakan karena terlalu banyaknya perintah. Sementara spesifikasi computer tersebut tidak mendukung, untuk digunakan dengan banyak perintah. Jika terus dipaksakan, loading nya akan lama alias lemot. Dan jika si pemilik masih terus memaksakan, sistemnya tidak berjalan dan berhenti.  Pada saat inilah, computer harus di restart agar bisa beroperasi dari nol lagi.

Bagaimana hang itu terjadi pada pikiran manusia? Pernahkah anak Anda berteriak tidak mau belajar, atau tidak mau makan? Teriakan itu bisa jadi karena Anda terlalu banyak menyuapinya, atau terlalu banyak mengikutkan les ini les itu, sampai akhirnya si anak tidak mau ini tidak mau itu. Teriakan itu merupakan pertanda, bahwa dirinya tidak mau dipaksa. Yang benar seperti apa? Harus bertahap. Kalau terus dipaksanaka, tidak menutup kemungkinan anak-anak kita perlu di restart, seperti komputer tadi.

Memberikan pemahaman secara berlebihan memang tidak bagus. Meski niatnya mulia, namun cara dan metodenya juga harus diperhatikan. Semuanya ada kapasitasnya. Kenapa pendidikan ada TK, SD, SMP, SMU, Universitas? Karena kemampuan manusia untuk menyerap suatu ilmu ada batasnya. Ketika masih duduk di bangku TK, yang diajarkan tentu adalah dasarnya. Bagaimana si anak mampu menggunakan otaknya untuk berkreasi, melalui warna, bermain, bernyanyi. Begitu tahap ini dinyatakan lulus, makan bisa melanjutkan ke SD hingga jenjang perguruan tinggi

Apa jadinya, jika dari kecil sudah ditanamkan hal-hal yang berat? Masih ingatkah temuan GP Anshor, tentang buku bacaan Islam untuk tingkat PAUD, yang mengandung unsur radikalisme agama. Bayangkankan aja, di usia yang masih dini, ternyata sudah diselipkan kata-kata tentang bom dan jihad. Entah motif apa dibalik ini semua. Bisa jadi mereka memang sengaja untuk menyebarluaskan paham kekerasan dari kecil. Beruntung upaya ini bisa digagalkan. Namun, bisa jadi masih banyak buku, bacaan di intent, tayangan televisi ataupun di sosial media yang masih menyebarkan unsur kebencian, kekerasan, dan sebagainya.

Terlalu banyak kebencian yang beredar di sekitar kita. Terlalu banyak informasi negatif yang numpang lewat dalam pikiran kita. Tidak hanya terpidana teroris yang harus dibersihkan dari pemahaman radikal melalui deradikalisasi, kita semua, masyarakat luas juga perlu me-restart pikiran kita, menanangan pikiran kita dari pengaruh buruk. Mari kita sugesti pesan damai, pesan positif ke dalam pikiran kita. Hal ini penting, agar pikiran kita bisa mempunyai filter yang kuat, untuk menyaring segala pesan negatif yang masuk. Mari kita dengarkan yang baik-baik, kita lihat yang baik-baik, dan kita serap yang baik-baik. Lakukan restart pikiran ini, sesering mungkin agar kita bisa melihat sebuah permasalahan secara utuh.

Segera cari pendapat lain, jika ajakan kekerasan itu mampir ke pikiran kita. Tanya ke guru, ustadz, atau orang lain yang mengedepankan toleransi. Kembali ke ajaran agama, tapi harus diupdate kontekstual kekiniannya. Agama harus dipahami kontekstualnya, mengikuti perkembangan jaman. Dan jangan lupa, belajar agama juga harus belajar maknanya. Kalau kita hanya membaca tanpa belajar maknanya, sama halnya seperti tong kosong nyaring bunyinya. Alias bisa ngomong tapi tak ada isinya. Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun