mahasiswa turun di jalanan untuk melakukan aksi penolakan kenaikan BBM, aksi demo tersebut tidak hanya dilakukan di pusat Ibu Kota saja, melainkan disejumlah daerah juga banyak mahasiswa dari berbagai almamater yang ikut turun di jalan.
Akhir-akhir ini memang masih ramai suara-suaraDemo tersebut dipicu karena pemerintah secara resmi sudah menaikan harga BBM, baik Pertamax, Pertalite maupun juga solar. Sehingga banyak yang tidak terima atas keputusan tersebut termasuk juga para adek-adek mahasiswa tercinta.
Walaupun saat ini saya bukan  seorang mahasiswa. Akan tetapi, dulunya saya juga pernah merasakan bangku kuliah selama 3,5 tahun, dan juga bisa dibilang aktif diberbagai aksi kemahasiswaan, termasuk demo, dan saya ikut aksi demo terakhir kali pada waktu itu adalah pada saat penolakan kebijakan Omnibuslow.
Jadi saya tau betul apa itu demo, dan bagaimana rasanya mengikuti demo, mata perih ketika terkena gas air mata yang di tembakan oleh keamanan kepada para demonstran, serta juga pernah tidak lulus salah satu mata perkuliahan karena hanya sekedar ikut aksi.
Akan tetapi, setelah saya lulus dan bekerja, saya merasa menyesal atas apa yang saya lakukan pada waktu itu. Kyak percuma gitu loh udah capek-capek demo dan menghabiskan banyak waktu, eh kebijakannya tetap dan tidak berubah. Apalagi baru saja pas mau pulang kerja tadi kemalaman karena jalanan di blockade oleh para mahasiswa yang melakukan aksi demo.
Walaupun sebenarnya saya sendiri tidak setuju atas kenaikan BBM, tetapi dalam sejarah apakah BBM ketika sudah di demo pernah turun harganya atau harganya kembali seperti semula?, sepertinya tidak. Jadi seakan-akan hanya membuang-buang waktu saja, serta justru mengganggu para pengguna jalan yang mau lewat. Kasihan dek.
Bahkan sampai ada yang viral di Makasar, dimana para demonstran yang jumlahnya sampai ratusan terpaksa di bubarkan oleh mak-mak yang tak kuasa atas kelakuan para mahasiswa yang mengakibatkan jalanan menjadi macet.
Nah jadi sebetulnya bisa dipertimbangkan kembali lah, terkait aksi demo kalian, oke demo tidak masalah dan justu malah bagus untuk demokrasi negaras ini, cuman coba deh buat inovasi terbaru bagaimana bisa demo tanpa harus mengorbankan masyarakat. Katanya kalian mewakili rakyat dan masyarakat, tapi kok malah meresahkan masyarakat yang mau lewat ?
Tentunya demo di era tahun 98 dengan tahun sekarang jelas berbeda, dimana pada waktu itu, mobilitas di jalanan masih sepi dan masih jarang orang-orang pada memiliki kendaraan pribadi, berbeda dengan sekarang yang hampir setiap orang pasti memiliki kendaraan sendiri sampai orang-orang di desa, masyarakat tani pada punya.
Saya kira demo-demo yang seperti ini sudah tidak efektif lagi di era sekarang, dan saya berpikir adek-adek mahasiswa ini bisa berinovasi untuk bisa melakukan aksi demo secara online, menyampaikan berbagai aspirasi melalui virtual, saya yakin suara-suara tersebut akan tetap sampai minimal sampai ke staf presiden lah.
Bukannya saya sendiri meremehkan adek-adek yang sekarang melakukan aksi, tapi lihat aja sendiri, perbandingannya siapa yang benar-benar ada niatan demo dengan yang cuman sekedar ikut demo karena kebutuhan membuat insta story ?