Berakhirnya era MDGs. Lima belas tahun telah berlalu sejak dideklarasikannya skema Tujuan Pembangungan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) yang diprakarsai oleh PBB pada tahun 2000 dan berakhir pada tahun 2015. Program MDGs yang terdiri dari 8 goals, 18 target dan 67 indikator ini memfokuskan pada upaya mengenai isu pengentasan kemiskinan, kelaparan, perhatian terhadap masalah kesehatan, pendidikan, ketidaksetaraan gender dan kelestarian lingkungan.Â
Desember 2015 menjadi titik terakhir pengimplementasian Millennium Development Goals (MDGs) di seluruh negara, termasuk Indonesia. Hingga tahun terakhir pelaksanaan MDGs ini, Indonesia tidak mampu mencapai 67 target indikator yang ditetapkan, Indonesia hanya berhasil mencapai 49 dari 67 target indikator. Walaupun masih banyak hal yang belum dicapai, tetapi perlu diakui bahwa dengan adanya MDGs ini telah membawa perubahan positif bagi Indonesia. Â
Sekitar 193 negara anggota PBB yang ikut serta dalam Sidang Umum PBB di New York memutuskan untuk mengakhiri MDGs. Setelah melihat perubahan besar karena penerapan MDGs, negara-negara tersebut telah memikirkan dan merancang suatu agenda pembangunan baru yang harus disiapkan untuk menggantikan dan meneruskan MDGs.Â
Banyak pihak yang berpendapat bahwa agenda pembangunan yang menetapkan keberlanjutan dan kesetaraan harus lebih diutamakan untuk menjadi agenda pembangunan selanjutnya. Suatu agenda pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. SDGs menjadi suatu hal yang paling sering dibicarakan untuk dijadikan agenda pembangunan selanjutnya.Â
Definisi pembangunan berkelanjutan menurut Brundtland Report tahun 1987 yang berjudul Our Common Future adalah "Sustainable development is development that meets the needs of the presents without compromising the ability of future generations to meet their own needs" (WCED, 1987:43). Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.Â
SDGs berlaku secara universal, tak pandang bulu baik negara maju, negara berkembang maupun negara tertinggal. Setiap negara harus bekerja sama untuk menemukan sumber pembiayaan dan perubahan kebijakan yang diperlukan, tidak hanya mengandalkan bantuan dari negara maju tetapi juga melibatkan sektor swasta. Beda halnya dengan MDGs, negara tertinggal dan berkembang mempunyai pekerjaan rumah atau permasalahan yang harus diatasi. Sedangkan negara maju hanya memberikan dukungan dengan penyediaan dana. SDGs memandang semua negara memiliki pekerjaan rumah yang wajib diatasi.
Pemerintah dan pemangku kebijakan perlu memastikan bahwa tujuan dan penyesuaian yang dibutuhkan berjalan sesuai rencana. Komitmen ini diimplementasikan Pemerintah Indonesia pada era Presiden Joko yang menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengimplementasikan Suistanable Development Goals dengan mengadopsi hasil kesepakatan Suistanable Development Goals melalui prinsip Nawacita yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah negara (RPJMN) 2010-2015. Menurut Warsito Raharjo (Kumolo,2017:40) Nawacita sebagai fondasi utama untuk mereformasikan kembali pembangunan Indonesia, karena pembangunan sekarang ini mengacu pada pertumbuhan ekonomi, sehingga menimbulkan disparitas antar wilayah. Sehingga konfigurasi Nawa Cita dan SDGS sangat tepat untuk diimplementasi dalam fondasi pembangunan nasional.Â
Strategi akademisi dan mahasiswa dalam mencapai target SDGs
Pelibatan sektor akademisi juga tak kalah pentingnya untuk menyukseskan pencapaian SDGs. perguruan tinggi dan lembaga kajian sangat diperlukan keberadaannya untuk menciptakan generasi muda sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi yang mencakup Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat.Â
Walaupun tidak disebutkan secara langsung peranan mahasiswa dalam penyuksesan SDGs ini, mahasiswa merupakan modal sosial yang sangat diandalkan agar dapat mewujudkan percepatan tujuan SDGs di Indonesia. Contohnya seperti SDGs Center Universitas Hasanuddin yang terus berupaya untuk menegaskan komitmennya dalam mengawal implementasi SDGs di Indonesia. Salah satunya dengan memperkuat peran mahasiswa UNHAS melalui sosialisasi Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang diselenggarakan pada Jumat, 12 Maret 2021 melalui aplikasi daring.Â
Sosialisasi yang menghadirkan perwakilan organisasi-organisasi mahasiswa seperti BEM (Universitas hingga prodi) dan UKM se-UNHAS dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman serta keterlibatan aktif mahasiswa UNHAS dalam mendukung pencapaian target SDGs 2030. Sosialisai SDGs kepada organisasi-organisasi mahasiswa di lingkup Universitas Hasanuddin ini ditutup dengan sambutan Prof. Jamaluddin Jompa.Â