Atau jika kita ingin melompat lebih jauh kebelakang, dengan menggunakan perspektif agama, kita dapat mengetahui bahwa penipuan yang pertama kali terjadi dilakukan oleh iblis/satan. Ada beragam versi dari berbagai agama yang menceritakan betapa licik dan busuknya si iblis ini dalam menggoda adam untuk memakan buah yang sudah dilarang oleh allah. Dalam beberapa kitab dijelaskan, bahwa betapa pandainya iblis merangkai kata-kata untuk menjebak adam dan hawa agar mau memakan buah terlarang tersebut.
Dalam Al Qur’an, Surah Al-A’raf ayat 20 Allah SWT berfirman yang artinya:
“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".
Atau dalam Al Kitab, Genesis 3:1-6 dikatakan bahwa:
Now the serpent was more cunning than any beast of the field which the LORD God had made. And he said to the woman, "Has God indeed said”, "You shall not eat of every tree of the garden?" And the woman said to the serpent, "We may eat the fruit of the trees of the garden; but of the fruit of the tree which is in the midst of the garden”, God has said, "You shall not eat it, nor shall you touch it, lest you die." Then the serpent said to the woman, "You will not surely die. For God knows that in the day you eat of it your eyes will be opened, and you will be like God, knowing good and evil." So when the woman saw that the tree was good for food, that it was pleasant to the eyes, and a tree desirable to make one wise, she took of its fruit and ate. She also gave to her husband with her, and he ate.
Contoh ayat yang berbeda dari dua kitab yang berbeda pula memberi kita sebuah penjelasan bahwa, syaitan memang begitu mahir dalam memanipulasi manusia. Bahkan dalam beberapa agama, iblis/satan ini digammbarkan sebagai pendusta, dimana kata-kata yang ia keluarkan semuanya bohong dan hanya bertujuan menyesatkan manusia.
Contoh dari perspektif agama tersebut juga memberi kita informasi yang memperkuat klaim di beberapa paragraph sebelumnya, bahwa penipuan merupakan salah satu keturunan kejahatan yang paling tua umurnya, juga dalam perkembangannya, peran penipuan dalam membantu ayahnya, kejahatan dalam menjelajah ruang dan waktu sangatlah besar.
Mari kita melompat ke jaman penjajahan yang dilakukan Belanda di Indonesia. Saat itu, banyak putra-putri bangsa yang menyatakan perang kepada Belanda sebagai bentuk nyata perlawanan terhadap penjajahan yang mereka lakukan. Dan hasilnya? Tidak terhitung nenek moyang kita yang harus menjadi korban akibat usaha memperjuangkan kemerdekaan tersebut. Lalu apa kaitannya dengan penipuan? Disinilah peran penting penipuan dalam meredam perlawanan nenek moyang kita. Tentu kita sudah mengetahui bahwa ada banyak pahlawan kita yang mati karena dijebak oleh colonial Belanda, dimana mereka diajak untuk berunding, tanpa senjata dan pengawalan, yang berujung pada pengasingan bahkan eksekusi di tempat. Kita bisa mengambil contoh dari Napoleon Van java, julukan dari Pangeran Diponegoro. Perjuangan heroiknya harus berakhir disebabkan oleh tipu daya dalam bentuk diplomasi licik. Pada tahun 1830, setelah memimpin Perang Jawa selama lima tahun (1825–1830), Diponegoro diundang untuk melakukan perundingan damai di Magelang. Namun, pertemuan itu ternyata adalah jebakan. Belanda menangkap Diponegoro dan kemudian mengasingkannya ke Manado, lalu ke Makassar, hingga akhirnya wafat dalam pengasingan pada tahun 1855.
Selain Pangeran Diponegoro, ada Tuanku Iman Bonjol, Pahlawan asal Sumatera Barat, yang terkenal karena perlawanannya terhadap Belanda melaui perang Padri. Meskipun pada akhirnya, ia juga harus berakhir sama seperti Napoleon Van Java. Pada tahun 1837, setelah mengalami kekalahan dalam pertempuran besar, Imam Bonjol dijebak dengan tawaran perundingan damai. Belanda mengundangnya untuk berdialog di tempat yang aman. Ketika ia datang, beliau ditangkap dan dibawa ke Jakarta, di mana ia kemudian dipenjarakan. Setelah dipenjarakan dalam waktu yang lama, Imam Bonjol meninggal pada 6 November 1864 dalam pengasingan di penjara.
Dan selain 2 pahlawan yang menjadi contoh diatas, masih banyak pahlawan lainnya yang meninggal karena tipu muslihat dari colonial Belanda. Dua contoh diatas memberikan kita informasi bahwa salah satu strategi Belanda dalam meredam perlawan nenek moyang kita saat itu adalah dengan penipuan. Dimana pada awalnya mereka berpura-pura menawarkan perdamaian yang berujung pada penangkapan lalu pengasingan, dan apabila melawan maka langsung eksekusi di tempat. Ini membuktikan bahwa penipuan merupakan salah satu alat paling efektif dalam peperangan, sebab dengan memanipulasi pihak lawan, dan memanfaatkan turunnya rasa waspada, maka tidak diperlukan effort lebih untuk mengalahkan lawan.
Berbagai contoh kejadian yang sudah disebutkan sebelumnya, meskipun ada perbedaan dalam segi subjek, tempat dan waktu kejadian, namun semuanya memiliki kesamaan, yaitu adanya peran langsung penipuan aka anak penjahat sang penjelajah waktu. Dan jika kita ingin membahas mengapa penipuan masih bertahan, bahkan berkembang dan berevolusi mengikuti arus perubahan jaman, jawabannya sederhana, penipuan menggunakan metode eksploitasi—sudah dijelaskan di tulisan sebelumnya. Inilah alasan mengapa sampai hari ini penipuan masih ada.