Mohon tunggu...
Ahmad Mutawakkil Syarif
Ahmad Mutawakkil Syarif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Just a kid from Cendrawasih, Makassar

Hidup adalah seni menggambar tanpa penghapus

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ketika Suara Menuntut Perubahan, Fasilitas Publik Jadi Korban

4 November 2024   05:50 Diperbarui: 17 November 2024   23:42 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ketika Suara Menuntut Perubahan, Fasilitas Publik Jadi Korban"

Sejatinya, demontrasi atau unjuk rasa merupakan bagian dari hak asasi manusia. Ia merupakan representasi dari hak kebebasan berpendapat—menyampaikan pendapat di muka umum. Sebab melaui demo, para individu atau kelompok tertentu dapat menyampaikan uneg-uneg secara terbuka di ruang publik. Selain itu, demo juga dijadikan sebagai "the next move" dari masyarakat yang tidak puas terhadap ketidakadilan terhadap keputusan pemerintah ataupun permasalahan yang disebabkan oleh suatu lembaga. Ketika cara-cara formal tidak berhasil, maka demo menjadi langkah untuk menyalurkan ketidakpuasan mereka. Dengan berdemo, masyarakat dapat memberikan tekanan yang lebih kuat kepada pemerintah atau pihak terkait untuk segera menanggapi tuntutan dan aspirasi mereka.

Dan dari sudut pandang pemerintah sendiri, demontrasi ini diibaratkan sebagai alarm, ketika masyarakat turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi dan menuntut perubahan, itu artinya ada keputusan pemerintah yang menarik perhatian---tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Dan selayaknya alarm yang berfungsi sebagai alat pengontrol waktu tidur, demo juga berfungsi sebagai alat untuk mengontrol kinerja pemerintah sekaligus mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam konstitusi kita, demonstrasi sendiri dijamin oleh undang-undang, aksi ini diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam pasal 2 disebutkan "Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara". UU ini menjadi landasan bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat di muka umum. UU ini tidak hanya diatur tentang tujuan, prinsip dan bentuk-bentuk penyampaian pendapat, namun juga diatur tentang hak dan kewajiban ketika demo, pentingnya koordinasi dengan pihak berwenang, sampai adanya sanksi jika kedapatan melanggar hukum. Tentunya diharapkan dengan adanya undang-undang ini kebebasan berpendapat di Indonesia dapat terjamin secara hukum, serta pelaksanaannya dapat berjalan dengan aman dan tertib.

Namun "realita tak seindah ekspektasi", tak jarang demo yang seharusnya berjalan dengan aman dan berakhir dengan tertib justru berubah kacau dan berakhir chaos. Kita bisa mengambil contoh terbaru, yakni demontrasi RUU Pilkada beberapa bulan lalu, banyak daerah di Indonesia yang melakukan aksi demonstrasi besar-besaran, yang tidak hanya melibatkan mahasiswa, tapi juga masyarakat dari berbagai kalangan.

Demo ini dipicu oleh ketidakpuasan publik terhadap rencana revisi undang-undang oleh DPR yang dinilai mengabaikan putusan Konstitusi Mahkamah mengenai pemilihan kepala daerah. Ribuan orang berkumpul di berbagai lokasi, termasuk di depan gedung DPR/MPR di Jakarta, untuk melakukan unjuk rasa sebagai bentuk penolakan. Aksi ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari buruh, pedagang hingga artis, ikut berpartisipasi. Mereka menuntut agar pemerintah dan DPR menghormati keputusan MK dan tidak melanjutkan revisi yang dianggap merugikan demokrasi. Sayangnya, meskipun aksi dimulai dengan damai, beberapa bentrokan terjadi antara para demonstran dan aparat keamanan, yang berakhir pada penggunaan gas air mata dan tindakan represif oleh polisi. Bahkan di beberapa titik, ada beberapa yang berakhir dengan rusaknya fasilitas publik, misalnya di Jakarta, pagar kantor DPR RI rusak dan halte di dekat GBK ikut terbakar.

Kericuhan tidak hanya terjadi di Jakarta, di Semarang misalnya, polisi sampai harus menembakkan gas air mata untuk menghadapi ratusan mahasiswa yang ada di depan pintu Gedung DPRD Jawa Tengah. Dan situasi yang kurang lebih serupa juga terjadi di depan Gedung DPRD Sulteng, Kota Palu, bentrok antara mahasiswa dan polisi tidak terhindarkan.

Sumber: https://kabar24.bisnis.com/read/20240822/15/1793311/demo-tolak-ruu-pilkada-ricuh-polisi-tembakkan-water-canon
Sumber: https://kabar24.bisnis.com/read/20240822/15/1793311/demo-tolak-ruu-pilkada-ricuh-polisi-tembakkan-water-canon

Ketika demonstrasi berjalan dengan ricuh, kacau bahkan di sertai dengan tindakan anarkis atau vandalisme, Maka secara yuridis para demonstran ini dinyatakan tidak memenuhi kewajiban dan tidak bertanggungjawab saat proses demonstrasi berjalan. Sebagaimana yang terdapat pada Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, bahwa:
"Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui oleh umum;
c. menaati hukum dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;
d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum;
e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa."

Seperti yang sudah disebutkan di awal paragraf, bahwa demonstrasi atau unjuk rasa merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dan dilindungi oleh UUD NRI 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Saat melakukan demo atau unjuk rasa, kita sebenarnya sedang memperjuangkan hak-hak dasar kita sebagai manusia. Kita melakukan demo agar memastikan hak-hak kita dihargai dan dilindungi oleh pemerintah. Namun jika aksi demontrasi tersebut dipenuhi dengan tindakan anarkis atau vandalisme. Maka sejatinya kita telah mencampuri/memasuki ranah hak kebebasan milik orang lain. Ketika melakukan tindakan penyerangan terhadap aparat keamanan atau masyarakat umum misalnya, bisa saja ada yang menjadi korban dan bukan hanya satu tapi ada banyak "calon korban" yang berpotensi muncul akibat tindakan berbahaya dari para demonstran ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun