Sejak pertama kali HM Prasetyo Dilantik menjadi Jaksa Agung, tak pernah sepi dari kecaman dari berbagai belah pihak. Baik kecaman tersebut datang dari instansi pemerintah itu sendiri, ataupun dari pengamat-pemangamat kebijakan pemerintah lainnya. Kecaman yang sedari dulu tak pernah sepi tersebut datang bukanlah tanpa alasan. Alasan yang paling kuat untuk mengutuk Prasetyo menjadi Jaksa Agung, adalah Prasetyo yang ditengarai merupakan kader aktif di salah satu Partai Politik.
Seorang politikus praktis seperti Prasetyo, tidak sepantasnya menduduki jabatan instansi hukum. Sebagai lembaga penegak hukum, tidak boleh dipimpin oleh orang-orang yang berafiliasi kepada salah satu kelompok dan partai tertentu, karena hal tersebut, akan berdampak kepada kinerja penegakan hukum yang ditangani. Oleh sebab itulah, banyak pihak yang menolak kader Partai Nasdem tersebut memimpin Korps Adhyaksa.
Kekhawatiran-kekhawatiran yang selama ini disuarakan oleh banyak orang, ternyata telah benar-benar terjadi. Prasetyo tidak pernah becus dalam menangani kasus yang ia kerjakan. Jangankan menuntaskan kasus-kasus kelas kakap seperti, BLBI, Papa Minta Saham, Supersemar dll. Ngurus kasus Kopi Mirna saja, Kejaksaan Agung sampai detik ini juga belum menemukan titik temu.
Selain kasus kopi Mirna, ada sederatan kasus lain yang sampai saat ini belum tuntas ditangani oleh Kejaksaan Agung. Sebut saja kasus eksekusi mati terhadap para Narapidana gembong narkoba, pelanggaran HAM berat masa lalu dan lain-lain.
Kasus terparah yang ditangani oleh Kejagung adalah kasus dugaan korupsi dana Bansos Kadin Jawa Timur yang diduga dilakukan oleh La Nyalla Mattaliti. Iya, Kejagung seakan kehilangan wibawa ketika menangani kasus Komandante La Nyalla tersebut. Prasetyo seolah-seolah dikencingi dari belakang oleh La Nyalla. Kabur sana, kabur sini seakan bebas kesana-kemari. Prasetyo diremeh-temehkan oleh la Nyalla. Sangatlah tepat jika dalam tulisan saya sebelumnya, saya menyebut kasus La Nyalla ini bagai film animasi Tom and Jerry.
Selain sederetan kasus yang banyak tidak tuntas ditangani oleh kejagung di atas, ada fakta menarik di internal Korps Adhyaksa itu sendiri, yakni adanya ketidak harmonisan di tubuh Kejaksaan Agung, ketidak harmonisan tersebut terjadi antara pimpinan dan bawahannya. Prasetyo dinilai sebagai pimpinan yang diktator dan bertindak semena-mena oleh banyak bawahannya. Asal main pecat jaksa-jaksa yang berada di daerah. Menurut informasi, sudah ada 20 jaksa yang dipecat oleh Prasetyo tanpa alasan yang jelas.
Akibat dari perbuatan si muka bengis tersebut, puncaknya, Prasetyo dipermalukan oleh anak buahnya sendiri di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta. Iya, Prasetyo dikalahkan secara telak oleh Mangasi Situmeang di PTUN Jakarta, karena dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pontianak tanpa alasan yang jelas. Padahal Mangasi merupakaan Jaksa yang banyak menuai prestasi di daerahnya. Itulah akibatnya, seorang pimpinan yang selalu berbuat semena-mena, akhirnya ia merasakan sendiri akibatnya, yang dipermalukan oleh bawahannya.
Dari semua fakta yang telah dilakukan oleh Prasetyo tadi, baik dari kasus-kasus yang mangkrak, maupun fakta yang terjadi di internal Kejagung sendiri, sepantasnya dan selayaknya Jaksa Agung HM Prasetyo direshufle dan digantikan oleh pimpinan Korps Adhyaksa yang lebih profesional dan kompeten dalam bidang hukum. Dan yang terpenting, pengganti Prasetyo nantinya, bukan lagi kader aktif salah satu Partai Politik seperti Prasetyo. Dengan begitu, supremasi hukum di negeri ini benar-benar ditegakkan, karena lembaga penegak hukumnya diisi oleh orang-orang yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan dan tidak terikat oleh kelompok maupun Partai apapun. Hal ini akan sesuai dan sejalan dengan apa yang dicanangkan dalam Nawa Cita presiden Joko Widodo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H