Mohon tunggu...
Ahmad Murtajib
Ahmad Murtajib Mohon Tunggu... -

orang biasa, orang desa, tinggal di desa, berfikir ndesa, beralamat di Kebumen, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kelangkaan Pupuk dan Peran Wartawan

29 November 2008   11:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:24 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

GARDU itu tak seperti biasanya. Setidaknya ada tujuh orang di tempat itu. Melihat pemandangan yang tidak lazim, apalagi hari masih pagi, Sikun beranjak ke sana. Setumpuk pertanyaan mengendap dalam dada Sikun. "Ada apa kang Suja, pagi-pagi sudah kumpul?"

Orang yang dipanggil Suja tidak menoleh ke Sikun. Matanya terus memelototi koran di tangannya. "Ternyata ada oknum-oknum yang sengaja menimbun pupuk, sehingga kita kesulitan mendapatkannya," kata suja. Matanya masih terus memelototi koran itu.

"Siapa?"

"Oknum," kata Suja. "Tak dijelaskan disini, siapa oknum itu. Mungkin oknum itu seorang pejabat, mungkin pula seorang pengusaha, koran ini tak jelas memberitakannya. Yang jelas dan yang pasti, akibat ulah oknum itu, kita-kita orang kecil mendapatkan getahnya."

"Ah berita basi," kata Sikun. Asap berbau kemenyan menyembur dari bibir Sikun.

"Maksudmu?"  tanya Suja. Wajahnya menolah ke arah Sikun. "Apa sampeyan sudah membaca koran ini?" Terpancar dari mata Suja rasa heran mengapa Sikun mengatakan bahwa berita yang baru dibaca itu adalah berita basi. Darimana Sikun tahu itu, lah wong pak Aris juga baru membelikan koran itu, dan Suja yang pertama kali membacanya.

"Aku sudah membanya sejak beberapa tahun lalu," kata Sikun. "Berita yang ada di koran hari ini tidak beda dengan berita setiap tahun ketika musim tanam padi. Beritanya selalu sama, kelangkaan pupuk. Nanti ketika musim panen pun beritanya akan sama, harga gabah anjlok."

Semua orang di gardu itu kaget mendengar kata-kata Sikun. SIkun itu sok tahu, mungkin itu pikiran  mereka. Lah wong Sikun belum membacanya kok sudah berkata begitu. Tapi, kata-kata Sikun bahwa dia sudah membaca berita itu sejak beberapa tahun lalu menarik mereka.

"Gak usah kaget,"kata Sikun. "Kalau hanya untuk tahu tentang kelangkaan pupuk, tak perlu membaca koran. Pun untuk tahu harga gabah anjlok, juga gak perlu baca koran. Kalau mau baca koran mending koran yang banyak gambar artisnya, yang indehoi-indeoi. Eman-eman membaca, apalagi membeli koran yang beritanya hanya kelangkaan pupuk, dan anjolknya harga gabah."

Orang-orang yang di gardu itu, atau malah semua warga kampung, tahu betul siapa Sikun. Sikun itu duda. Dia ingin kawin lagi, tapi sampai lima tahun sejak kematian istrinya, dia belum juga menemukan pengganti. Sering dia berkhayal tentang gadis cantik menjadi istrinya. Jadi, kalau hanya gomong 'mendingan melihat gambar artis yang indehoi', orang-orang yang di gardu itu sudah paham betul apa maksudnya.

Tapi kalau  ngomong berita kelangkaan pupuk dan anjloknya harga gabah sebagai barita basi, itu baru sekali mereka dengar. Mereka penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun