1 minggu setelah lebaran, volume sampah di kota bondowoso semakin menumpuk, tidak diangkut oleh petugas sampah, baunya sangat menyengat hidung, mau muntah rasanya, melewati tempat penampungan sampah sementara dengan naik sepeda motor dari 10 meter baunya sudah menusuk hidung dengan terpaksa harus menutup hidung ,meskipun bahaya tetap dilakukan.
ibu saya ,ketika lebaran membuang sampah sangat banyak sekali, sampah dapur,plastik,daun-daun pekarangan,botol, sisa-sisa makanan di tumpuk kemudian dimasukan ke kresek lalu ditaruh di tempat sampah depan rumah, berharap ada tukang angkut sampah datang, 2hari hari ditunggu tidak datang, 4 hari hari ditunggu tidak datang, semakin menggunung samapah didepan rumah, menjijikan,baunya sampek ke dapur.dari pada menunggu tukang angkut sampah, bisa-bisa gak bisa makan ,gak bisa tidur gara-gara samapah
kalo dipikir , selama 4 hari satu rumah sudah sekian banyak sampah yang dihasilkan, apabila satu rumah saja sudah bisa menghasilkan sampah kira-kira 20-30 kg maka 200 rumah diperumahan sudah mengasilkan sampah 600kg sampah. sudah kayak bukit sampah itu bayangkan kalo satu kabupaten membuang sampah secara bersamaan sebanyak 30 kg disatu tempat. selama 4 hari.
mungkin kasus sama dialami diseluruh nusantara dimana samapah itu sudah menjadi hal yang sangat menggangu sekali dan membuat tidak enak makan. atau mungkin enjoy aja dengan sampah??
saya teringat waktu saya di SMA, nonton televisi pada salah satu stasiun televisi swasta, acaranya berita mancanegara , beritanya masalah sampah, dijerman, salah satu negara maju. ada semacam upaya penyadaran masyarakat dari pemerintah setempat melalui mobil keliling ,mobilnya itu lengkap dengan tempat sampah, ada 4 macam tempat sampah dimobil itu, ada sampah plastik, ada tempat sampah sisa makanan,daun-daun,ada tempat sampah kaca,ada tempat sampah untuk besi-besi dan elektronik rusak, setiap hari berkeliling mengkampanyekan untuk membuang sampah sesuai dengan tempat yang telah disediakan pemerintah, saya berpikir memangnya disana itu tidak ada pemulung ya, kok sampek digitukan. kan enakan diindinesia ditumpuk begitu saja gak bikin ruwet , bisa buat makan pemulung dan pengusaha barang bekas..kalo di indonesia digitukan jangan-jangan para pemulung nanti demo nasianal di bundaran HI nuntut kepada pak jokowi minta perbaikan nasib.hm....enaknya gimana ya??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H