Mohon tunggu...
Ahmad Munadi
Ahmad Munadi Mohon Tunggu... Salesman -

I am Realist Business Enthusiasm *wink

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Less is More Beauty

3 Mei 2015   13:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_414615" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: devbattles.com"][/caption]

Suatu ketika seorang pria muda kurus hitam tidak rupawan melenggang jalan ke supermarket. Pas mau masuk dia dihentikan oleh satpam. Penampilan memang segalanya, muka pas kaya gini emang lebih familiar dengan pak ogah sama parkiran pasar daripada satpam supermarket. “Pak maaf tas nya bisa dititipin di counter deposit”. Ternyata saudara-saudara, tas lah yang menjadi penyebabnya, setelah dititipkan masuklah pria tersebut ke dunia retail modern. Masuk dan langsung mencari minuman teh. Karena pria kurus ini rawan kena diabetes diambillah yang less sugar dan kemudian dia berpikir. “Ini dengan merk yang sama kenapa yang less sugar lebih mahal ya?”. Diamati dengan cermat ternyata yang membedakan less sugar dan biasa hanyalah kandungan jumlah gula nya. Lalu dia bertanya, kenapa yang gulanya lebih sedikit lebih mahal?

Sambil memegang dua botol teh biasa dan less sugar, pria hitam itu keliling supermarket mencari kebenaran. Kopi less sugar lebih mahal. Hape lebih tipis lebih mahal. Susu rendah kalori lebih mahal. TV lebih tipis lebih mahal. Perabotan rumah tangga yang tipis lebih mahal. Bahkan sampai pakaian dalam, yang lebih tipis dan kecil harganya lebih mahal.

Pria itu kemudian duduk meratapi sekeliling, orang-orang membayar di kasir dengan kartu bukan dengan cash. Kartu itu lebih tipis. Dia melihat harga sepatu wanita yang hanya tali-tali kecil lebih mahal dari sepatu boots yang besar kuat. Kemudian dia lihat ke layar TV besar yang menampilkan wanita-wanita cantik korea. Senyum mesum lebar tergambar di mukanya, tapi kemudian kepalanya tertunduk lesu. Mungkin ia merenungi nasib kejombloannya yang hanya bisa berfantasi, tapi tidak sodara. Kepala itu tertunduk seketika layar TV berganti gambar jadi pria-pria korea berjoget gemulai. Ia tertunduk berpikir, sejak kapan pria korea lemah gemulai itu jauh lebih keren dari idolanya masa dulu, Hulk Hogan dan Arnold Schwarzenegger.

Kebutuhan dan Sumber Daya

14306328411164108765
14306328411164108765

Teori dasar ekonomi selalu mengajarkan kita mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Kira-kira bunyinya dengan sumber daya tertentu kita mendapatkan keuntungan tertentu. Tapi tentu saja semua orang selalu ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan seminimalis mungkin. Bicara ekonomi tidak pernah lepas dari sumber daya (resources) juga kebutuhan dan keinginan (needs & wants). Seiring zaman dan perkembangan populasi dan otak manusia, tingkat kebutuhan selalu naik namun sumber daya yang ada selalu tidak mencukupi. Ini yang kemudian tercipta gaya ekonomi baru seperti uang kartal dan juga kartu kredit serta e-money.

Realita less is more juga searah dengan berkembangnya zaman, populasi dan otak manusia. Kebutuhan dan keinginan semua orang semakin bertambah di zaman ini, mau ini mau itu mau segalanya, namun resource yang ada terbatas, setiap orang hanya memiliki lahan terbatas dan waktu yang hanya 24 jam sehari tidak lebih dan kurang. Maka wajar handphone tipis penuh fitur lebih mahal, dengan ketipisannya dia bisa menaruh kantung celananya tidak hanya handphone tapi juga benda lain. TV lebih tipis lebih mahal karena dengan rumah yang minimalis dengan tv tipis mereka masih bisa menaruh banyak barang di rumahnya dibandingkan dengan TV yang besar.

Ini juga berlaku untuk makanan atau minuman rendah gula atau rendah kalori. Harga lebih mahal dengan gula/ kalori lebih rendah tidak terkait dengan sumber daya yang terbatas, namun pergeseran akan kebutuhan. Kini seseorang butuh atau ingin makan/minum bukan hanya sekedar mengganjal perut atau menghilangkan dahaga saja. Ada kesadaran akan kesehatan dimana seseorang butuh makan dan minum untuk menjaga kesehatan. Kesehatan sudah disejajarkan dengan kebutuhan utama makan dan minum. Maka tidak heran mereka adalah kelompok tersendiri yang tumbuh baru-baru ini, kelompok yang peduli kesehatan seperi kumpulan vegetarian dan anti makanan fast food. Tidak hanya makan dan minum untuk kenyang tapi untuk kesehatan jangka panjang.

Pergeseran kebutuhan yang semakin menuntut lebih ini yang memberikan harga lebih mahal. Resources yang ada dan mampu memberikan needs & wants maksimum dipilih dan diberikan harga tinggi. Tapi needs & wants juga selalu berkembang dan terus meningkat dan berubah seiring berjalannya waktu. Dahulu transaksi ekonomi dengan barter kemudian uang kartal tapi kini dengan adanya kebutuhan uang yang simple dan tidak repot untuk semua transaksi jadilah uang elektronik. Dahulu mobil besar dan bersuara kencang digemari, kini mobil minimalis dan eco friendly lebih valuable seiring terbatasnya lahan dan kebutuhan. Dahulu Hulk Hogan, “the rock” dan Aderai, sekarang pria kurus make up nari gemulai… untuk ini saya angkat tangan deh :(

Kita tidak tau apa yang akan terjadi kedepannya bukan? Saya sendiri adalah seorang pria kurus hitam yang baru tersadar kalau harga teh less sugar lebih mahal dari yang biasa padahal yang membedakan hanya takaran gulanya saja. Padahal selama ini kalau makan di warteg es teh manis harganya seribu dan teh tawar itu gratis. Perbedaannya sama, takaran gulanya, namun di retail modern lebih sedikit berarti lebih mahal sedangkan di warteg lebih dikit ya lebih murah, malahan gratis.

Perbedaan harga ini seakan mencirikan dua paradigma ekonomi yang berbeda, satu sisi lebih modern satu sisi lebih tradisional. Masih banyak lagi perbedaan ini yang bisa kita lihat di dunia sehari-hari. Contohnya pendidikan, pendidikan modern memberikan mata pelajaran yang lebih sedikit agar fokus sedang tradisional masih menjejalkan banyak materi pelajaran. Di bidang politik kemasyarakatan, masyarakat semakin tidak percaya pada pemimpin yang banyak memberikan janji dan lebih percaya pada pemimpin yang sedikit janji tapi banyak aksi. Dunia perjombloan, jadi jomblo karena belum pernah pacaran lebih bahagia daripada jomblowan yang yang dulunya sempet pacaran :p

Terus sekarang mau apa? Mau beli di supermarket atau di warteg? Mau jadi jomblo atau pacaran? Mau pria korea gemulai atau Hulk Hogan? Semua jawaban itu tergantung pada diri kita masing-masing (kecuali pria korea, jelas menang Hulk Hogan). Setiap dari kita memiliki needs & wants yang berbeda-beda. Kondisi dan lingkungan sekitar yang menjadikan kita memiliki needs & wants berbeda-beda. Tinggal bagaimana kita mencari tempat yang cocok dan senyaman mungkin, istilah ekonominya mencari titik maksimum kepuasan.

Titik kepuasan maksimum kita definisikan ketika resource yang dimiliki dapat memenuhi sebanyak mungkin needs & wants yang ada. Jika kita memiliki uang Rp 5.000,- dan kita sedang kehausan, didepan kita ada minimarket dan juga ada warung kelontong pinggir jalan. Akan kemanakah kita membeli minuman untuk menghilangkan dahaga? Minimarket atau warung kelontong? Kalau saya, kalau saya ya bakal cari warteg makan nasi sayur dan minum air putih sepuasnya. Hilang dahaga juga dapet kenyang. Ehehe…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun