Kemajuan teknologi dan informasi sekarang ini memberikan banyak sekali manfaat bagi manusia. Kemajuan ini pun diikuti oleh segelintir pihak yang berusaha mengambil keuntungan dengan cara yang tidak bisa dibenarkan. Beragam jenis penipuan hingga investasi palsu yang memanfaatkan ketidaksiapan hati seseorang dimanfaatkan celahnya. Contoh saja yang pernah ada SMS Mama minta pulsa, SMS mendadak menyuruh "tolong transfer saja ke nomor rekening yyy", Telpon palsu menang hadiah undian yang mengharuskan transfer terlebih dahulu, dan lain sebagainya.
Pada skala yang lebih besar di masyarakat kita pernah mengenal Dimas Kanjeng. Tokoh yang konon sakti sehingga bisa meningkatkan kekayaan seseorang. Seseorang yang bisa mengubah daun menjadi uang. Seseorang yang bisa melipatgandakan uang menjadi berkali-kali lipat. Seseorang yang amat filantropis, yang melakukannya untuk masyarakat bak malaikat pemberi rizki. Tapi semua itu pada akhirnya terbongkar oleh polisi bahwa yang dilakukannya adalah penipuan.
Mungkin Dimas Kanjeng terdengar sedikit supernatural, maka kasus Pandawa Group lebih ilmiah dan lebih masuk akal. Pandawa group yang berbentuk koperasi simpan pinjam berhasil menarik dana investor hingga triliunan rupiah, dan kesemua uang tersebut akhirnya digunakan untuk kepentingan pribadi. Teknik yang dilakukan perekrut investor ini sungguh jempolan karena mereka mampu mengumpulkan dana hingga triliunan rupiah. Mereka mengiming-imingi pengembalian modal yang spektakuler pada para investornya. Semua sangat berjalan mulus hingga akhirnya mereka terbongkar oleh kepolisian dengan dakwaan penipuan.
Kasus di atas terlihat sebagai hal remeh temeh, yang mungkin rasanya kelas teri. Bayangkan saja siapa sih yang percaya sms mama minta pulsa? Bisa dibantah dengan langsung telpon ibu. Siapa yang percaya daun bisa jadi uang ataupun ilmu melipatgandakan uang, itu semua hanyalah khayalan. Siapa yang bakal percaya keuntungan bunga bank yang jauh diatas rata-rata bank nasional dan memercayakan dana disana. Tapi nyatanya Pandawa Group dan Dimas Kanjeng mampu mengumpulkan dana hingga triliunan rupiah, begitu pula penipuan melalui sms dan media elektronik lainnya. Kenapa bisa seperti ini?
"Semua ingin menang (mudah), dan tak mau kalah (susah)". Kalimat tersebut adalah psikologi dasar yang sudah ada di setiap manusia. Setiap dari kita adalah pemenang dan ingin selalu tampil menjadi pemenang atau menjadi lebih baik. Setiap dari kita tidak ada yang mau terlihat buruk atau menjadi yang terburuk. Secara tidak sadar psikologi dasar tersebut dimanfaatkan oleh para penipu untuk meningkatkan emosi seseorang dan mengabaikan logikanya sehingga bertindak secara impulsif emosional.
"Selamat Bapak beruntung terpilih menjadi pemenang undian rumah mewah dari provider kami senilai 1 miliar". Coba bayangkan ketika kita mendengar ucapan tersebut, maka meluaplah emosi kita. Rasa bahagia yang tinggi mendengar informasi baik membuat kita percaya seketika dan ingin segera merasakan kenikmatan kemenangan. "Sekarang Bapak liat, perusahaan kami bisa membalikkan modal 3x lipat dalam setahun contohnya Pak Fulan di jakarta sekarang sudah punya 10 mobil mewah. Kuota kami terbatas. Kapan lagi bisa seperti ini?", "Waktunya terbatas pak, kalau dalam satu jam bapak tidak transfer maka kami akan alihkan ke orang lain", Kini di kalimat kedua penekanan terhadap rasa takut kalah dan tidak mau ketinggalan atau kehilangan kesempatan.
Segala bentuk penipuan selalu memainkan psikologi dasar seseorang, meningkatkan tingkat impulsif emosional dan mengabaikan logika mereka. Jika saja kita mendengar ibu kita sedang di kantor polisi dan butuh uang, maka meluaplah emosi iba dan kasih sayang ibu. Selanjutnya penipu akan mendominasi percakapan dengan melarang menutup telepon atau berbicara dengan orang lain. Hal itu agar penipu dapat mengarantina psikologi targetnya. Hal ini kemudian mendorong mereka untuk mengabaikan logika dan bergerak secara impulsif dan emosionil.
Saya yakin tidak semua dari kita tidak mudah tertipu dengan penipuan murahan seperti diatas, tapi bagaimana dengan bentuk yang berbeda? Bagaimana jika kita menghadapi tulisan "Lebaran Big Sale: Diskon besar-besaran fashion dan sepatu hingga 90%". Seketika bapak-bapak dan ibu-ibu datang ke toko tersebut melihat harga yang dicoret dari harga aslinya dan benar hingga diskon 90%, sehingga segera membeli sebelum kesempatan hilang. Tapi bagaimana ketika sebulan lagi kita datang mungkin harga normalnya hanya selisih sedikit ketika kita membeli sebelumnya. Saya yakin setiap dari kita pernah tergiur dengan diskon tersebut :D
Berpikir Tenang dan Logis
Kembali lagi ke penipuan, lalu bagaimana supaya kita tidak terperdaya penipu? Sedangkan sifat ingin menang dan tak mau kalah adalah sifat dasar semua manusia. Salah satu cara paling ampuh yang dapat ditempuh diri sendiri adalah dengan tenang dan berpikir secara logis. Jangan sampai kita tenggelam dalam luapan emosi sehingga bertindak secara impulsif dan sembrono. Tercampur adukkan emosi sehingga menurut untuk mentransfer uang ataupun menyerahkan informasi rahasia kepada orang tidak dikenal. Dengan bersikap tenang dan berpikir logis, kita dapat mengetahui intrik dan kelakuan para penipu sehingga akal pikiran menyimpulkan mengatakan semua yang diucapkan penipu adalah dusta.
Tapi tidak semua orang mampu berpikir tenang dan logis. Pendidikan dan kedewasaan seseorang amat mempengaruhi kedua hal tersebut. Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan bercerita atau membuka informasi dengan orang lain yang dipercaya seperti pasangan atau sahabat. Penipu telepon akan menyuruh kita untuk jangan pernah melepas telepon atau bercerita pada orang lain, penyebabnya adalah orang lain statusnya bersifat netral dan dapat langsung mengatakan bahwa sedang terjadi penipuan. Membuka informasi pada orang terpercaya akan membantu kita dalam banyak hal salah satunya adalah menghindari penipuan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H