Terkadang saya tersenyum ketika pertama kali memutuskan mencoba menulis di kompasiana. Semenjak SMP saya menyukai karangan seperti artikel,puisi,prosa dsb. Namun  karangan-karangan saya tersimpan rapi dalam buku catatan harian dan tidak pernah dibaca oleh orang.
Peluang datang ketika saya mengetahui Kompasiana sebagai salah satu media elektronik massa yang ditunjukan bagi khalayak umum. Semangat saya begitu menggelora untuk menulis artikel.
Persepsi saya saat itu adalah artikel-artikel di kompasiana berkualitas seperti artikel-artikel di koran-koran yang saya baca setiap hari.
Namun saya salah. Tanpa bermaksud menghakimi,artikel-artikel di Kompasiana ternyata sedikit banyak tidak memilki substansi. Pernah saya membaca satu artikel yang intinya si penulis mengutarakan opininya "Untuk Membubarkan DPR lantaran anggota dewannya suka tidur". Saya tidak paham apakah ia menulis artikel atau bercurhat saja. Â Karena DPR sampai kapan pun tak bisa dibubarkan jika sistem pemerintahannya masih presidensiil seperti Indonesia. Lalu ada juga artikel yang menuliskan agar bentuk negara Indonesia dirubah menjadi federal. Disini tidak ada yang salah. Tetapi,dalam tulisannya ia tidak menyebutkan pasal UUD 1945 yang berkaitan dengan amandemen perubahan bentuk negara. Yang juga secara konstitusi Indonesia tidak bisa menjadi bentuk federal tanpa menghapus pasal larangannnya. (Pasal 37 (5) UUD 1945 ).
Dua kesalahan tadi cukup jelas menggambarkan bagaimana menulis karangan artikel bukan hal yang mudah. Selain ketrampilan teknis, ketrampilan non-teknis juga diperlulkan seperti wawasan umum, pengetahuan akademik,keilmuan,pengamatan,analisis data dan lain-lain. Meskipun artikel lebih banyak menekankan pada opini seseorang, isi artikel sendiri minimal memberikan hal-hal informatif atau sedikit ilmiah sebagai pendorong opini. Kuat-tidaknya suatu opini tergantung pada acuan-acuan data yang bisa kita dapatkan dari teori ilmiah,pendapat ahli maupun hanya sebatas fakta-fakta sosial. Dan untuk mendapatkan acuan-acuan seperti itu kita wajib membaca. Membaca dan menulis adalah dua sisi dalam satu mata koin. Bila kita rajin menulis tanpa pernah membaca,umpamanya, tulisan kita tidak lebih seperti curhatan orang di warung kopi. Meyakinkan tapi tidak substantif.
Saya pun biasanya memiliki inspirasi ketika sedang asyik membaca. Juga saya akui intentitas membaca saya lebih tinggi daripada menulis. Walaupun demikian saat saya akan membuat karangan artikel di Kompasiana, saya akan tetap menghindari kesalahan-kesalahan sepele seperti dua contoh diatas. Meski di Kompasiana tidak ada editor yang menyunting artikel-artikel yang mau "publish", kecuali dalam hal tertentu.
Seorang kawan selalu bersemboyan, " Kalau tidak membaca,emang mau menulis apa?". Menulis lah tapi jangan lupa membaca..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H