Mohon tunggu...
adi
adi Mohon Tunggu... -

pemerhati

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ekonomi Indonesia Lebih Baik di Tahun 2016 dengan Satu Syarat Ini

1 Maret 2016   11:09 Diperbarui: 1 Maret 2016   15:13 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi - impor gula (Kompas.com)"][/caption]Tahun 2015 memang merupakan tahun yang berat bagi perekonomian Indonesia, baik dilihat dari sisi sektor riil maupun sektor finansial. Jika kita lihat data pertumbuhan ekonomi yang mewakili pertumbuhan sektor riil dan pertumbuhan kredit industri perbankan Tanah Air yang mewakili sektor finansial, terjadi pelemahan yang cukup signifikan di kedua sisi. Pertumbuhan kredit turun cukup tajam dari 22.1% pada 2013 menjadi hanya 10.1% pada 2015. Penurunan pertumbuhan kredit yang hampir dua kali lipat ini terjadi akibat pelemahan pertumbuhan ekonomi yang terjadi sejak 2013. Ekonomi Indonesia terus turun dari rata-rata 5.5% pada 2013 menjadi hanya 4.8% pada 2015. 

[caption caption="  Sumber: BI, 2016"]

[/caption]Penurunan pertumbuhan ekonomi yang terus terjadi direspons oleh perbankan Tanah Air dengan penurunan laju kredit yang berdampak luas ke sektor riil. Penurunan pertumbuhan kredit berarti turunnya pertumbuhan jumlah uang kredit yang beredar. Pelemahan pertumbuhan jumlah kredit ini menurunkan jumlah likuiditas yang ada di pasar sehingga semakin sulit perusahaan mendapatkan likuiditas di pasar untuk membayar hutang yang dalam bentuk likuiditas tersebut. Hal ini pada akhirnya menyebabkan tingginya tingkat gagal bayar. Tercatat tingkat gagal bayar atau Non-performing loan (NPL) naik dari 2.16% pada Desember 2014 menjadi 2.39% pada Desember 2015. Peningkatan rasio gagal bayar sektor perbankan dapat menjalar ke mana-mana jika terus berlanjut.

Biang keladi dari semua ini adalah tingginya defisit neraca berjalan Indonesia. Current account deficit (CAD) terjadi karena nilai ekspor barang dan jasa serta pendapatan primer lebih rendah daripada impor barang dan jasa serta pengeluaran primer. Tercatat CAD Indonesia mencapai 2.06% pada 2015. CAD tidak menjadi masalah besar bagi perekonomian Indonesia asal defisit pada transaksi barang dapat ditutup oleh surplus di transaksi modal lewat penanaman modal langsung atau lewat investasi portfolio. Namun, sejak 2013 arus modal masuk baik dari investasi langsung maupun investasi surat berharga terus turun membuat rupiah semakin lemah karena semakin sedikit arus uang untuk menutup kebocoran akibat impor. 

[caption caption="  Sumber: BI, 2016"]

[/caption]Melemahnya nilai tukar rupiah menyebabkan harga-harga barang dari luar negeri semakin mahal dan mendorong inflasi di dalam negeri sehingga membuat Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga dalam negeri. Kenaikan tingkat suku bunga dalam negeri memperlemah daya beli masyarakat dan membuat tingkat gagal bayar semakin tinggi. Para debitur yang tadinya mampu untuk membayar cicilan hutang dan bunga kini tidak dapat menutupi kewajibannya karena tingginya suku bunga.    

[caption caption="  Sumber: BI, 2016"]

bi-rate-inflasi-jpg-56d422c8907e61511a5a0659.jpg?v=600&t=o
bi-rate-inflasi-jpg-56d422c8907e61511a5a0659.jpg?v=600&t=o
[/caption]Untuk memutus lingkaran setan yang menyebabkan ketidakseimbangan makroekonomi Indonesia, cara yang paling baik adalah membuat neraca berjalan Indonesia surplus. Ada dua cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk membuat neraca berjalan surplus. Pertama adalah meningkatkan ekspor Indonesia dengan cara menaikkan daya saing. Hal ini bisa dilakukan namun dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia yang terus melemah, hal tersebut hampir mustahil dilakukan karena keterbatasan permintaan dari luar negeri. 

Cara kedua adalah menurunkan laju impor dengan meningkatkan produksi barang-barang yang selama ini diimpor dari luar negeri. Strategi ini disebut dengan Import substitution strategy. Berikut adalah barang-barang impor yang seharusnya bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk diproduksi di dalam negeri.

Logikanya sangat sederhana. Layaknya seorang yang berumah tangga, jika si ibu rumah tangga tidak dapat menutup pengeluaran rumah tangganya dengan menaikkan pendapatan si bapak, cara yang paling realistis ada menurunkan jumlah pengeluaran rumah tangga dengan menggunakan barang-barang hasil kerajinan sendiri. Jika ekonomi Indonesia ingin membaik tahun ini, syarat import substitution strategy harus dipenuhi agar  gejolak ekonomi yang semakin dahsyat tahun ini dapat diatasi. Seluruh aspek yang mendukung terciptanya impor substitution strategy harus dipenuhi oleh pemerintah. Proses industrialisasi yang terputus mutlak harus dilanjutkan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun