Mohon tunggu...
ahmad matika
ahmad matika Mohon Tunggu... -

Teacher Mathematic

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Dakon Menjadi Alat Peraga Matematika

28 November 2010   08:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:14 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kali digelar pelajaran Matematika, para siswa kelas IV, V, dan VI SD Negeri Tuyuhan, Desa Tuyuhan, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, selalu siap di kelas. Bahkan mereka antusias.

Mereka tak lagi takut dengan pelajaran Matematika terutama dalam menentukan faktor persekutuan terbesar (FPB) dan soal kelipatan persekutuan terkecil (KPK). Bagian ini menuntut kemampuan seseorang membayangkan sesuatu.

Pembelajaran itu dibuat agar menyenangkan. ”Pokoknya, yang kalah harus menggendong yang menang loh, ya,” kata Miratus Solikah kepada Naimatul Badiah, Selasa (23/9).

Setelah suit, kedua siswi Kelas VI SD Negeri Tuyuhan itu segera memainkan alat permainan tradisional yang disebut dakon itu. Alat itu terbuat dari tripleks sepanjang sekitar 100 sentimeter dan lebar 25 sentimeter.

Di badan tripleks itu terdapat 75 lubang kecil yang terbagi menjadi tiga baris menjadi 25 lubang pada setiap baris. Di atas setiap lubang di barisan teratas dituliskan angka 1-25.
Adapun di bawah baris terakhir terdapat tiga lubang besar untuk wadah biji dakon yang biasanya dari biji pohon asem, sawo, dan batu kerikil atau kapur. Lubang-lubang itu terbuat dari bekas wadah agar-agar atau jeli, penganan anak-anak.

”Kami menyebut alat peraga itu sebagai dakon FPB dan KPK lantaran alat itu bisa digunakan untuk menghitung bilangan-bilangan itu tanpa membuat deret dan pohon faktor,” kata guru SD kelas V SD Negeri Tuyuhan Dwi Kartikasasi di Rembang.

Ia mengatakan, alat peraga itu dibuat Slamet, salah seorang pengajar di SD Tuyuhan. Alat itu bisa dibuat sesuai kebutuhan bilangan yang mau dihitung dengan cara menambah lubang, baik yang memanjang maupun yang membujur.

Cara memainkannya adalah dengan meletakkan biji-biji dakon satu per satu di lubang dakon sesuai dengan kelipatan atau perkalian faktor.

Syaratnya, siswa harus hafal kelipatan dan perkalian yang sudah diajarkan di kelas IV.

Misalnya, untuk menentukan KPK 2 dan 3, siswa harus meletakkan biji dakon sejumlah kelipatan 2 di lubang-lubang baris pertama sesuai nomor lubang dakon dan kelipatan dua, yaitu 2, 4, 6, 8, dan seterusnya.

Saat menjabarkan kelipatan 3, siswa menaruh biji dakon di lubang-lubang baris kedua sesuai nomor lubang dakon dan kelipatan 3, yaitu 3, 6, 9, 12, dan seterusnya.

”Dari baris lubang pertama dan kedua, siswa bisa menentukan KPK dengan melihat biji dakon yang letaknya satu kolom atau berada pada nomor lubang dakon yang sama,” kata dia.

Miratus Solikah dan Naimatul Badiah mengaku terbantu memahami pelajaran itu. Namun, alat itu masih terbatas lantaran tidak bisa untuk menghitung FPB dan KPK lebih dari 50.
”Kalaupun bisa, dakon harus dibuat panjang dengan 50 lubang. Tangan kami jadi tak sampai nanti,” kata Solikah sambil tersenyum. Apa pun kekurangannya, setidaknya Slamet telah membuat inovasi demi kemajuan anak didik.  (Harian Kompas)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun