Mohon tunggu...
Ahmadmanar hanif
Ahmadmanar hanif Mohon Tunggu... Lainnya - -

baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Langkah-Langkah Pertama Menuju Kebangkitan Nasional 1900-1927

1 Mei 2024   19:04 Diperbarui: 1 Mei 2024   19:21 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dia ingin agar Budi Utomo menjadi partai politik yang berjuang untuk mengangkat rakyat pada umumnya, bukan hanya golongan priyayi, dan kegiatan-kegiatannya lebih tersebar di seluruh Indonesia, tidak terbatas di Jawa dan Madura saja. Tjipto juga tidak mengagumi kebudayaan lawan sebagai dasar bagi peremajaan kembali. Dr. Radjiman Wediodiningrat (1879- 1951), seorang Dokter-Jawa' lain, mengemukakan ide-idenya.

Dia dipengaruhi kebudayaan Jawa, dialektika Hegel, subyektivisme Kant, dan antirasionalisme Bergson, dan sudah menganut doktrin- doktrin mistik teosofi sebagai perpaduan Timur dan Barat. Teosofi adalah salah satu gerakan yang menyatukan elite lawa, orang- orang Indo-Eropa, dan orang-orang Belanda pada masa itu, dan sangat berpengaruh di kalangan banyak anggota Budi Utomo. Di antara penganut teosofi yang terkemuka adalah Pangeran Pakualam VII (m. 1903-38) dari Yogyakarta dan Susuhunan Pakubuwana XI (m. 1939-44) dari Surakarta. Akan tetapi, baik Tjipto maupun Radjiman tidak berhasil meraih kemenangan. Tjipto tampaknya seorang radikal yang berbahaya dan Radjiman rupanya seorang reaksioner yang kaku. Dipilihlah suatu dewan pimpinan yang didominasi oleh para pejabat generasi tua yang mendukung pendidikan yang semakin luas bagi kaum priyayi dan mendorong kegiatan pengusaha lawa. Tjipto terpilih sebagai ang gota dewan, tetapi mengundurkan diri pada tahun 1909 dan akhirnya bergabung dengan Indische Partij yang radikal. Gubemur Jenderal van Heutsz menyambut baik Budi Utomo

Pada umumnya, Budi Utomo sudah mengalami kemandekan hampir sejak awal permulaannya, baik karena kekurangan dana maupun karena kekurangan kepemimpinan yang dinamis. Or ganisasi ini mendesak pemerintah untuk menyediakan lebih ba nyak pendidikan Barat, tetapi desakan itu tidak begitu berperan dalam upaya-upaya perbaikan seperti yang dibicarakan pada bab 14. Banyak bupati Jawa dan Madura yang senior memandang rendah asal-usul priyayi-rendah yang bergabung dalam Budi Lito mo dan merasa takut bahwa pengaruh mereka sendiri terhadap pemerintah akan terancam oleh organisasi ini. Pada tahun 1913, mereka membentuk Serikat Para Bupati (Regentenbond), yang se benarnya hampir tidak memainkan peran apa pun selama be berapa tahun. Elite birokrasi Jawa terlalu cemas akan karier me- reka dan begitu terpecah-belah karena adanya perbedaan sosial antara yang satu dengan yang lainnya dan rakyat sehingga tidak mampu memainkan peran yang dinamis.

Organisasi-organisasi yang lebih aktif dan penting segera berdiri Beberapa di antaranya bersifat keagamaan, kebudayaan, dan pendidikan, beberapa lagi bersifat politik, dan beberapa yang lain bersifat keduanya. Organisasi-organisasi itu bergerak di ka- langan masyarakat bawah dan untuk yang pertama kalinya terjalin hubungan antara rakyat desa dan elite-elite baru. Golongan priyayi-rendah penting di dalam beberapa gerakan tersebut, tetapi mereka ini merupakan cabang priyayi rendah yang berbeda dari yang aktif di dalam Budi Utomo. Kalau anggota-anggota Budi Utomo sebagian besar mencetak karier mereka dalam dinas pe- merintahan, maka mereka yang memimpin gerakan-gerakan yang lebih aktif tersebut ampir semuanya merupakan orang-orang yang telah berhasil meriyelesaikan sekolah-sekolah Belanda, na- mun kemudian mengundurkan diri atau diberhentikan dari peker jaan-pekerjaan pemerintahan. Muncul pula suatu kepemimpinan agama yang baru yang membuat Islam Indonesia memasuki periode pembaharuan yang paling penting dalam sejarahnya.

Masa Akhir

Tahapan pertama kebangkitan nasional berakhir ketika goncangan yang ditimbulkan oleh pemberontakan PKI dan kegagalan totalnya tersebar di seluruh Indonesia. Kehidupan rakyat Indonesia, khususnya di Jawa dan Minangkabau, benar-benar telah berubah. Meskipun demikian, masih tetap belum jelas apakah kehidupan tersebut maju ataukah tidak. Telah tampak adanya be- berapa pola yang penting, tetapi pola-pola itu hanya mening- katkan rasa perpecahan di kalangan rakyat Indonesia. Sebagai pengganti pengertian yang samar-samar tentang identitas Islam yang dirasakan bersama, yang kini dipersoalkan adalah muslim macam apa seseorang itu atau, sesungguhnya, apakah seseorang ingin menjadi muslim sepenuhnya ataukah tidak. Sebagai peng- ganti rasa tidak puas yang umum terhadap kekuasaan Belanda, yang menjadi persoalan kini adalah jenis doktrin anti-penjajahan yang bagaimana yang dianut seseorang atau, sesungguhnya, apa- kah kepentingan seseorang eorang benar-benar terlayani oleh rezim kolonial ataukah tidak. Sebagai pengganti keyakinan umum bahwa rakyat Indonesia memiliki sesuatu yang sama, identitas-identitas daerah bahkan menjadi semakin mencolok karena bermunculan nya organisasi-organisasi yang didasarkan pada suku. Sebagai pengganti anggapan bahwa berbagai kelas di setiap wilayah meru- pakan semacam saudara, elite-elite birokrasi dan warga mereka diperingatkan secara jelas akan kepentingan-kepentingan yang memisahkan mereka.

Bagaimanapun juga, ada tanda-tanda yang lebih memberi harapan. Generasi politisi Indonesia berikutnya akan melibatkan beberapa orang yang lebih realistis; Islam sedang menjalani pem- baharuan yang sebenarnya, dan sifat musuh lebih terang dipa- hami. Nanti, para pemimpin Indonesia akhirnya akan menyadari adanya hal-hal yang mempersatukan mereka, dan bahwa hal-hal ini dapat dianggap lebih penting daripada masalah-masalah yang memecah-belah mereka, setidak-tidaknya sebagai suatu jalan ke- luar sementara. Sebagai akibat dari penemuan ini, nasionalisme yang sungguh-sungguh segera lahir.

Hal ini menjadi suatu langkah baru, karena di kalangan organisasi-organisasi penting yang dibahas di dalam bab ini, pengaruh dari pembaharuan agama, dari Pan-Islam, dari ide-ide Marxis internasional, atau dari identitas-identitas regional dan komunal adalah sedemikian rupa sehingga tak satu pun yang benar-benar nasionalis. Akan tetapi, nanti beberapa pemimpin akan segera mulai berpikir tentang se- luruh rakyat pribumi Indonesia sebagai pengikut-pengikut mereka dan sebuah negara nasional Indonesia sebagai tujuan mereka. Terhadap hal ini, setidak-tidaknya, banyak yang akhirnya akan dapat menyepakati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun