Kebijakan serta peraturan mendukung bauran energi nasional sudah digagas oleh pemerintah sejak 2019. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional Pemerintah memiliki target bauran energi baru terbarukan minimal sebesar 23% pada 2025 mendatang. Pada 2021, pembangkit listrik EBT pun ditargetkan naik menjadi 12.009 MW.Â
Meski ditargetkan dan terdapat peningkatan 1.542 MW pada tahun ini, namun ini masih jauh dari target RUEN yang mencapai 45,2 GW pada 2025 (Umah,2021). Hal ini terus dilakukan evaluasi mengingt nega Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat besar yang sejatinya dpat dioptimalkan untuk pemenuhan energi dalam negeri. Total potensi energi baru terbarukan di dalam negeri mencapai 417,8 GW, terdiri dari potensi laut 17,9 GW, panas bumi 23,9 GW, bioenergi 32,6 GW, bayu 60,6 GW, hidro 75 GW, dan surya 207,8 GW.
Energi panas bumi merupakan salah satu tulang punggung penyediaan energi nasional di masa mendatang dengan potensi lebih dari 23 Gigawatt (GW). Kebijakan Energi Nasional (KEN) menargetkan pengembangan Energi panas bumi sekitar 7.241,5 Megawatt (MW). Namun, kapasitas terpasang panas bumi saat ini hanya 8% dari total potensi, yakni 2,13 GW. memang, terdapat berbagai tantangan dalam pengembangan panas bumi di Indonesia.Â
Aspek keamanan ekonomi, pendanaan proyek pemerintah dan aspek sosial yang dihadapi pengembang panas bumi di seluruh Indonesia relatif beresiko tinggi. Tidak hanya dibandingkan dengan industri panas bumi di negara lain, tetapi juga dibandingkan dengan pengembangan energi terbarukan dalam negeri lainnya. Hal tersebut biasanya mempengaruhi tingkat daya saing industri panas bumi untuk mempercepat pengembangan panas bumi (Yurika,2020).Â
Terlebih, dengan adanya pandemic covid19, prioritas pembangunan lebih difokudkan pada penanggulangan ekonomi dan Kesehatan yang menyebabkan anggaran pengembangan EBT khususnya panas bumi relatif menipis. Sehingga perlu adanya pengupayaan modal yang lebih intens dan massif sehingga optimalisasi panas bumi dapat terus diupayakan dan direalisasikan.
Salah satu bentuk upaya percepatan pengembangan panas bumi atau Geothermal di Indonesia adalah dengan pembentukan penggabungan perusahaan atau holding. Holding tersebut terdiri dari PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT Geo Dipa Energi (Persero), dan PT PLN Geothermal. Penggabungan aset ketiganya diharapkan akan menjadi yang terbesar di dunia dalam installed capacity pembangkit geothermal (Mulyana,2021). Pembentukan holding ini menjadi penting sebagai bentuk percepatan pengembangan energi, khususnya terkait peningkatan energi bersih di Indonesia dengan pengoptimalan sumberdaya alam (SDA) yang tersedia.
Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham perdana ke publik dengan berdirinya holding diharapkan dapat menjaring dana percepatan pembangunan sehingga pengupayaan target bauran dapat dioptimalkan. Mobilisasi dana dan optimalisasi sumber daya manusia juga lebih mudah terealisasi dengan adanya BUMN gabungan perusahaan pengelolaan panas bumi.Â
Dana segar tersebut menjadi dongkrak awal program percepatan pembangunan dan pengembangan panas bumi mengingat tahun 2020 sejak pandemi covid19 masuk di Indonesia pengembangan energi relatif menurun. Integrasi dan sinkronisasi pemerintah dalam upaya holding ini diharapkan dapat mensukseskan target dan tujuan pengembangan energi di Indonesia sehingga tercapai ketahanan energi nasional.Â
Selain itu, holding yang dilakukan dapat dijadikan sebagai upaya integrasi pemerintah yang nantiya akan menggandeng masyarakat dengan sosialisasi EBT ayng massif sehingga pengembangan EBT di Indonesia dapat terealisasi dengan dukungan masyarakat secara luas sehingga acceptability masyarakat juga berperan dalam keberlanjutan energi di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H