Mohon tunggu...
Ahmad LuthfanSutrisna
Ahmad LuthfanSutrisna Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Pamulang

Lahir 11 Januari 2002

Selanjutnya

Tutup

Financial

PPN 12% : langkah bijak atau menambah beban rakyat?

12 Januari 2025   11:23 Diperbarui: 12 Januari 2025   11:25 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

PPN di Indonesia adalah pajak konsumsi, artinya pajak ini dibebankan kepada konsumen akhir atas barang dan jasa yang mereka beli. Secara umum, PPN bersifat regresif karena mempengaruhi semua lapisan masyarakat, meskipun tidak semua barang atau jasa dikenakan PPN. Ada barang dan jasa tertentu yang dikecualikan atau dibebaskan dari PPN, seperti barang kebutuhan pokok dan jasa pendidikan atau kesehatan.

Beberapa waktu lalu, kabar tentang kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% langsung viral dan memantik banyak tanggapan. Kebijakan ini tentu saja membawa dampak besar, terutama bagi kita sebagai konsumen yang sehari-hari berhubungan langsung dengan harga barang dan jasa. Bagi sebagian orang, ini dianggap sebagai beban baru yang bikin semakin susah untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi bagi mereka yang sudah struggle dengan harga barang yang terus naik.

PPN itu pajak yang dikenakan saat kita membeli barang atau jasa. Jadi, kalau tarif PPN naik, otomatis harga barang dan jasa yang kita beli juga naik. Misalnya, barang-barang yang sebelumnya harganya Rp100.000, bisa jadi Rp102.000 atau lebih, tergantung jenis barang dan jasa tersebut. Nah, kenaikan ini bisa sangat berpengaruh buat mahasiswa dan kalangan menengah ke bawah yang harus mengatur pengeluaran dengan ketat setiap bulannya. Makin tinggi tarif PPN, makin mahal pula harga barang dan jasa yang kita beli.

Tapi, kita juga harus lihat dari sisi pemerintah. Salah satu tujuan utama pemerintah menaikkan tarif PPN adalah untuk meningkatkan penerimaan negara. Dalam situasi ekonomi yang penuh tantangan, seperti saat pandemi kemarin, tentu negara membutuhkan lebih banyak dana untuk membiayai berbagai program pembangunan, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur. Jadi, PPN menjadi salah satu sumber utama pendapatan negara.Namun, masalahnya, kalau tarif PPN terus naik, daya beli masyarakat bisa semakin menurun, terutama mereka yang penghasilannya terbatas. Kenaikan ini memang bisa bantu negara dalam jangka panjang, tapi di sisi lain bisa membuat barang-barang yang kita butuhkan sehari-hari jadi lebih mahal, dan ini jelas berisiko mempengaruhi kualitas hidup banyak orang.

Solusinya, pemerintah harus bisa menyeimbangkan antara kepentingan negara dan kondisi ekonomi masyarakat. Kalau kenaikan PPN terus berlanjut, jangan sampai harga barang malah jadi lebih tinggi dan memberatkan rakyat. Pemerintah perlu mengawasi harga barang agar tidak melambung tinggi dan memberikan bantuan untuk kelompok masyarakat yang paling terdampak.

Bertempat di Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, pada Selasa (31/12/2024), Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut merupakan amanah  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga inflasi rendah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 

"Supaya jelas, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyakat berada, masyarakat mampu," tegas Presiden Prabowo Subiant

Jadi, intinya, kebijakan PPN 12% ini memang ada tujuannya, tapi harus dilaksanakan dengan bijak. Jangan sampai justru menambah beban bagi masyarakat, terutama mereka yang sudah kesulitan mengatur pengeluaran. Kalau semua ini berjalan dengan hati-hati dan dengan perhatian pada rakyat, kebijakan ini bisa membawa dampak positif dalam jangka panjang.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun