Diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) adalah impian banyak anak di Indonesia.Bayangkan saja, lolos seleksi dari ratusan bahkan ribuan peserta, selebrasi dengan JJ di sosial media, mendapatkan ucapan selamat dari rekan sebaya, mengenakan almamater tercinta, dan menjadi bagian dari lingkungan akademik yang baik. Namun, di balik euforia itu, tersimpan sebuah pertanyaan besar: mengapa kesenangan menjadi mahasiswa Top PTN seringkali hanya dirasakan di awal dan mungkin di akhir masa studi?
Di awal perkuliahan, suasana kampus terasa begitu semarak. Lingkungan baru, teman-teman sejawat yang beragam, serta kegiatan-kegiatan orientasi yang seru membuat mahasiswa merasa begitu bersemangat. Namun, seiring berjalannya waktu, euphoria itu perlahan memudar. Beban tugas kuliah yang semakin menumpuk, tekanan untuk meraih prestasi akademik yang tinggi, serta tuntutan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi membuat mahasiswa merasa terbebani.
"Dulu waktu ospek, semangat banget kocak. Tapi sekarang, rasanya kayak udah lelah aja. Tugas numpuk, presentasi terus, projek ,belum lagi kewajiban ukm," ungkap salah satu mahasiswa baru yang saya temui.
Mengapa Hal Ini Terjadi? ada beberapa faktor dapat menjelaskan mengapa kesenangan menjadi mahasiswa PTN seringkali hanya dirasakan di awal dan akhir masa studi :
Pertama, transisi dari siswa menjadi mahasiswa. Di sekolah, siswa cenderung memiliki jadwal yang lebih terstruktur dan pengawasan yang lebih ketat. Sebaliknya, di perguruan tinggi, mahasiswa memiliki kebebasan yang lebih besar untuk mengatur waktu belajar mereka Namun, kebebasan ini seringkali disalahgunakan sehingga mahasiswa kesulitan untuk mengatur waktu belajar yang efektif. Seperti kutipan dari artikel transisi siswa menuju mahasiswa "kehidupan yang kami alami saat SMA dulu berbanding terbalik dengan kehidupan perkuliahan yang kami tengah jalani sekarang"
Kedua, tingginya ekspektasi. Baik dari diri sendiri, orang tua, maupun lingkungan sekitar, mahasiswa seringkali dihadapkan pada ekspektasi yang tinggi untuk meraih prestasi akademik yang baik. Tekanan untuk berprestasi ini dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berlebihan.
Ketiga, kurangnya dukungan. Meskipun banyak perguruan tinggi yang menyediakan berbagai fasilitas dan layanan untuk mendukung mahasiswa, namun tidak sedikit mahasiswa yang merasa kurang mendapatkan dukungan yang memadai. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya interaksi antara dosen dan mahasiswa, antara sesama mahasiswa atau kurangnya keinginan untuk bercerita karena malu
Apa Solusinya? Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak : berawal dari diri sendiri, keluarga, lingkungan dan Perguruan tinggi, pertama dari Mahasiswa sendiri dulu perlu lebih proaktif dalam mengelola waktu, mencari dukungan dari teman sebaya, dan menjaga keseimbangan antara kehidupan akademik dan non-akademik. Lalu universitas perlu meningkatkan kualitas pembelajaran, memberikan dukungan yang lebih baik kepada mahasiswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Karena Menjadi mahasiswa Top PTN adalah sebuah anugerah yang harus disyukuri. Dengan demikian, masa-masa kuliah tidak hanya menjadi kenangan manis di awal dan akhir, tetapi juga menjadi pengalaman yang berharga sepanjang kehidupan kita!!
SUMBER SUMBER :
Wawancara :Â Salah satu mahasiswa universitas top Indonesia.
Artikel : https://saig.upi.edu/students-life-magang-maps-23-masa-transisi-siswa-menuju-mahasiswa-2/Â Â