Mohon tunggu...
Ahmad Khotib
Ahmad Khotib Mohon Tunggu... Supir - Khodumul Ma,had Raudhatuttholibin

Whv Be Normal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Partisipasi Publik a’la Arnstein

9 Oktober 2016   01:48 Diperbarui: 4 April 2017   16:41 3292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu pentingnya prinsip partisipatif dalam pembangunan desa  setidaknya sembilan kali kata-kata partisipatif disebutkan dalam UU Desa No. 6 Tahun 2014, yaitu pada Pasal 24, 26, 83, 113, 115 dan 4 kali disebutkan dalam penjelasan. Penyebutan tesebut meliputi :

  • Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Pasal 24)
  • Peran Kepala Desa dalam mengkoordinasikan pembangunan (Pasal 26)
  • Pembangunan Kawasan Perdesaan (Pasal 83)
  • Perencanaan Pembangunan Desa (Pasal 113)
  • Pedoman Penyusunan Perencanaan Pembangunan (Pasal 115)

Dalam penjelasan UU Desa huruf K dijelaskan, yang dimaksud dengan partisipatif adalah : penyelenggaraan pemerintahan yang mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa.

Bank Dunia (Suhartanta, 2001) memberikan definisi partisipasi sebagai suatu proses para pihak yang terlibat dalam suatu program/proyek, yang ikut mempengaruhi dan mengendalikan inisiatif pembangunan dan pengembilan keputusan serta pengelolaan sumber daya pembangunan yang mempengaruhinya.

Pertanyaan berikutnya adalah sejauh mana dan seperti apa tingkat partisipasi warga desa kita dalam implemantasi UU Desa, karena begitu penting mengetahui kondisi objektif tingkat partisipasi warga desa kini untuk menentukan langkah dan strategi yang harus dilakukan guna meningkatkan partisi public pada level tertinggi yaitu citizen power. Diantara sekian banyaknya teori partisipasi publikpenulis memilih teori The Ladder of Citizen(tangga pasrtisipasi public) buah karya Sherry R. Arnstein, walaupun karya ini lahir pada tahun 1969, penulis merasa karya ini masih cukup relevan untuk dipraktekan pada kondisi sekarang

Arnstein mengilustrasikan tahapan partisipasi public dalam 8 anak tangga mulai dari level terbawah sampai level teratas yaitu : Manipulation, Therapy, Informing, Consultation, Placation, Partnership, Delegated Power, Citizen Control.

Kedelapan anak tangga tersebut dibagi lagi menjadi tiga kelompok bentuk partisipasi yaitu: Non Participation, Tokenis,  dan Citizen Power.Kedelapan anak tangga diatas saya mencoba mengilustrasikan dan menerapkan di tataran pemerintahan desa dan masyarakatnya.

  • 1. Manipulation(menipu) , Pemerintahan Desa mendidik / memilih sebagian dari masyarakat untuk menampung aspirasi dari masyarakat, namun masyarakat sama sekali tidak mengetahui hal tersebut.
  • 2. Therapy(pemulihan), Pemerintahan Desa menyampaikan visi misi dan program kerjanya terhadap wakil masyarakat, dan masyarakat hanya mendengar saja.
  • 3. Informing(menginformasikan),Pemerintahan Desa menyampaikan visi misi dan program kerjanya terhadap masyarakat, masyarakat hanya bisa menerima informasi dan tidak terjadi umpan balik.
  • 4. Consultation(mengkonsultasikan),pada tahap ini terjadi dialog kedua belah pihak tentang berbagai persoalan di desa, saran dan kritik ditampung namun keputusan akhir ada di pemerintahan desa.
  • 5. Placation(mendiamkan),Pemerintahan Desa mendengarkan dan menerima berbagai kritik dan saran yang disampaikan masyarakat, namun Pemdes tetap menjalankan pada rencana semula.
  • 6. Partnership(bekerjasama),Pemerintahan Desa memberlakukan masyarakat sebagai partner kerja, mereka bersama sama dalam menyusun dan melaksanakan program kerja.
  • 7. Delegated Power(menedelegasikan wewenang),Pemerintahan Desa mendelegasikan kewenanganya kepada masyarakat, masarakat diberi kewenangan untuk mengambil keputusan.
  • 8. Citizen Control(control public),control masyarakat terhadap kinerja Pemerintahan Desa sangat kuat, bahkan masyarakat mampu mengevaluasi kinerja pemerintahan desa nya.

Kedelapan anak tangga di atas Arstein mengelompokan pada 3 kelompok partisipasi, seperti yang tertera pada gambar di atas.

  • 1. Non Participation(tidak berpartisipasi),yang masuk pada kelompok ini adalah manipulation dan therapy,pada kedua level tersebut Pemerintahan Desa sama sekali menghilangkan partisipasi masyarakat.
  • 2. Tokenism(perlakuan negative, diskriminatif),yang masuk pada kelompok ini adalah informing, consultation, dan placation,pada kelompok ini masyarakat tidak dihalang halangi bahkan diberi ruang untuk berpartisipasi, namun pemerintahan desa tetap pada rencana semula.
  • 3. Citizen Power(kekuatan masyarakat),yang masuk pada kelompok ini adalah partnership, delegated power, dan citizen control.Pada level inilah partisipasi masyarakat tercipta secara ideal, mereka diberi keleluasaan untuk berpartisipasi,  menentukan masa depan desanya dan mampu mengontrol kinerja pemerintahan desa dengan baik.

Penulis menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat yang dikehendaki dalam Undang Undang Desa adalah pada tahap Citizen Power, masyarakat mampu berpartisipasi untuk menentukan masa depanya serta punya kekuatan mengontrol dan mengevaluasi kinerja pemerintah. Penting sekali mengetahui kondisi objektif tingkat partisipasi masyarakat sebagai pijakan untuk menentukan langkah dan strategi peningkatan partisipasi yang tepat.

Pertanyaan berikutnya adalah, sudah di level anak tangga ke berapakah desa desa yang ada di wilayah dampingan anda ???

Wallahu a’lam bisshawab.

*Peserta Pelatihan Pra Tugas TA Pembangunan Partisipatif, Wilayah III Kementerian Desa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun