***
Besoknya, para tetangga Mbah Naryo diundang ke rumah barunya untuk kegiatan tasyakuran atas pembelian rumah tersebut, sehabis sholat maghrib. Pak Munif yang juga mendapat undangan, langsung saja sehabis sholat maghrib cepat-cepat datang lebih awal perihal menanyakan asal muasal uang sebanyak itu.
"Mbah Naryo, saya ikut senang sampean punya rumah baru yang bagus, tapi agar prasangka saya tidak macam-macam, sebenarnya sampean dapat dari mana uang sebanyak itu?"
"Waduh pak.. saya malu membicarakan masalah ini, lhawong sebenarnya saya ini nggak punya uang. Ini semua berkat kebaikan dari Pak Misdi"
"O.. begitu, rupanya seperti itu ceritanya, maafkan saya kalau ada prasangka buruk saya selama ini.." Pak Munif menimpali.
Tidak lama kemudian para undangan sudah mulai berdatangan ke rumah baru Mbah Naryo. Dan setelah dirasa semua sudah datang, Mbah Naryo pun kemudian meminta Pak Munif untuk memulai acara tasyakuran. Dan Mbah Naryo pun diberi kesempatan untuk memberi sambutan dalam acara tersebut. Dalam sambutannya Mbah Naryo mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Misdi, yang atas kebaikannya Mbah Naryo dapat membeli rumah besar tersebut.
Mendengar sambutan Mbah Naryo, Edi keponakan Pak Misdi langsung memerah mukanya terlihat memendam amarah yang sangat dalam. Setelah acara tasyakuran selesai Edi seketika pulang, dan kemudian secepat-cepatnya mendatangi rumah Pak Misdi.
"Pak De... maunya sampean ini apa? Jadi orang tua, kok nggak bisa dipegang omongannya!?" hardik Edi kepada Pak Misdi.
"lho... lho.. Karepmu iku opo? Datang-datang langsung marah! Arek edan...., gak nduwe ahlak nang wong tuo!" balas Pak Misdi.
"Sampean iku pak de... kemarin saya mintai bantuan untuk memberi hutangan ke saya, itu pun mau saya gunakan untuk membenahi rumah agar tidak bocor saat hujan, sampean bilang tidak ada, eh... Mbah Naryo yang bukan siapa-siapa sampean, malah dikasih uang yang banyak.... apa maksud sampean?" jawab Edi.
"Siapa yang bilang kalau saya ngasih uang ke Mbah Naryo? Ngawur omonganmu..."