Mohon tunggu...
Ahmad Jefri
Ahmad Jefri Mohon Tunggu... Penulis - berbagi untuk kehidupan bersama yang lebih baik

'' hidup yang sesa'at harus bermanfaat untuk orang lain''

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Dunia Sini dan Dunia Sana

4 November 2021   19:52 Diperbarui: 2 Desember 2021   19:13 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang tampak dari seonggok daging menempel pada tulang lagi ada jiwa terperangkap di dalamnya?, mungkin hanya satu kata yang menggambarkan keadaannya secara obyektif, ''kerapuhan'', kerapuhan menjustifikasi kita tentang keberadaan manusia yang serba ringkih di binasakan oleh waktu yang terus menerus merongrong kita menuju kematian, dan itu suatu yang pasti.

Namun membicarakan tentang kematian menjadi suatu yang tabu, dan bahkan di satu sisi kematian terlupakan oleh keramaian kita di sibukan oleh berbagai macam aktifitas yang membuat kita sejenak lupa akan datangnya kematian, dari mulai menjalankan bisnis, jalan-jalan, berbelanja mengumpulkan barang-barang mewah, sibuk bekerja, bermain gadget, menonton film,  sampai bergosip di posronda bersama teman, sejenak kita meneggelamkan diri lalu terhanyut oleh rutinitas harian kita, namun arah jam berputar mencuri setiap masa yang kita lewati.

Lahir lalu binasa adalah satu paket yang tidak dapat kita pisahkan, lalu pertanyaan yang bercokol di kepala kita adalah;

                  '' hidup macam apa yang pantas kita jalani, jika pada kenyataanya hidup yang kita perjuangkan dan kita jalani dengan berbagai upaya  pengorbanan sampai pada titik kita menjadi manusia kaya, sukses, terkenal, memiliki anak lucu, istri cantik, mempunyai jabatan, di hormati, di puja-puja. lalu dengan jahatnya kematian datang mrampok itu semua secara paksa?

Agama islam mengajarkan kita untuk hidup mengabdi kepada Tuhan, dan beramal saleh, dengan cara menaati segala perintahnya, serta menjauhi larangannya melalui pentunjuk wahyu yang di turunkanya melalui kitab pedoman hidup. dalam agama islam dunia sini tidaklah begitu penting, segala aksesoris hidup, kekayaan, kemewahan, kehormatan bukanlah suatu yang harus di kejar, karena dunia sana menjadi tujuan satu-satunya bagi manusia.

Agama islam lalu mempersepsi kematian tidak dengan momok yang menakutkan, melainkan sebagai wahana menuju kehidupan abadinya di dunia sana, setelah kita menjadi manusia yang bertaqwa. namun pada kenyataanya setia terhadap dunia sana, melahirkan berbagai macam kontradiksi terhadap paradigma hidup itu sendiri, seperti si shaleh yang kehilangaan gairahnya dalam memperjuangan hidupnya di dunia ini, sudut pandangnya kini di persempit secara tekstualist.

Tektualis mengacu pada cara pandang hidup yang berpedoman terhadap quran, maupun hadis, juga para ulama yang telah memutuskan berbagai macam aturan syariat agama, dan ini meliputi berbagai macam keseluruhan hidup yang di eksistensikan umat beragama itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun