Menurut Thomas Oatley dalam buku International Political Economy: Edisi Keenam (2019), Sistem Moneter Internasional (SMI) merupakan bentuk kesepakatan bersama antar negara untuk mendukung kegiatan perdagangan, investasi, dan pengalihan kekayaan internasional. Dalam hal ini, sistem moneter internasional bisa dianggap sebagai "kunci" dari segala kegiatan perekonomian internasional. Sistem moneter internasional telah muncul dari beberapa abad silam dan telah diakui oleh berbagai negara yang ada di dunia.
Secara umum, sejarah sistem moneter internasional terbagi menjadi empat, yakni dimulai dari sistem moneter dengan standar emas yang pertama kali digunakan oleh berbagai negara, sistem moneter perang yang digunakan saat masa perang dunia, sistem moneter Bretton Woods yang digunakan setelah masa perang dunia berakhir, dan sistem moneter mengambang yang digunakan saat ini oleh berbagai negara yang ada di dunia.
Menurut Barry Eichengreen dalam bukunya yang berjudul "Globalizing Capital: A History of the International Monetary System" (2019), sistem moneter dengan standar emas pertama kali digunakan pada abad ke-19, tepatnya pada tahun 1875. Sistem ini menitikberatkan nilai tukar mata uang suatu negara pada harga jual emas yang sedang berlaku di negara tersebut pada periode berjalan. Dalam hal ini, nilai kurs suatu negara akan dibandingkan dengan harga emas yang berlaku di negara yang akan ditukarkan.
Sistem moneter ini dianggap sebagai sistem moneter yang cenderung stabil dikarenakan nilai emas yang cenderung tidak bergerak banyak (stabil) dan negara dapat mengatur kestabilan harga nilai tukar mata uang, sehingga banyak negara yang menggunakan sistem tersebut pada masa itu. Tetapi, sistem tersebut memiliki kelemahan yakni penetapan harga emas yang tidak sama di setiap negara menyebabkan negara kesulitan untuk menentukan harga mata uang mereka sehingga sistem ini bertahan hingga tahun 1914.
Dimulainya Perang Dunia I dan II membuat banyak negara menerapkan sistem moneter yang lebih baru dan sesuai dengan kondisi lapangan yang sedang terjadi peperangan, yakni sistem moneter perang. Dalam sistem moneter ini seluruh aktivitas penukaran mata uang berbasis emas dihentikan karena negara adidaya saat itu (Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat) mulai membatasi dan melarang ekspor emas.
Akibat pembatasan tersebut, negara-negara yang menerapkan sistem moneter perang mengalami hiperinflasi akibat rendahnya nilai tukar mata uang yang juga memengaruhi tingkat daya beli masyarakat yang rendah karena tidak seimbangnya harga barang dan nilai uang. Pada akhirnya, negara-negara yang menerapkan sistem moneter perang mulai meninggalkan sistem tersebut dan menerapkan sistem moneter mengambang, yakni nilai mata uang mengikuti fluktuasi pasar.
Setelah terjadi kekacauan ketika Perang Dunia I dan II, Inggris dan Amerika Serikat mulai merancang sistem moneter baru pasca perang yang diharapkan menjadi sistem moneter yang lebih kuat, terintegrasi, dan lebih liberal.
Sistem tersebut disepakati pada konferensi moneter Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Bretton Woods yang diadakan di Amerika Serikat pada tahun 1945, yang kemudian diberi nama sistem moneter Bretton Woods sesuai dengan nama konferensi tersebut. Sistem moneter Bretton Woods bertujuan untuk membendung upaya nasionalisasi ekonomi dengan membentuk kebijakan menghancurkan perekonomian negara lain, dalam hal ini Amerika Serikat mengaitkan nilai mata uang mereka (US$) pada harga emas saat itu sebesar $35/ons.
Pada awalnya sistem ini mampu mengatasi permasalahan nilai tukar mata uang yang saat itu masih volatil atau tidak stabil, tetapi seiring berjalannya waktu sistem ini mulai ditinggalkan oleh berbagai negara dunia. Alasan mengapa sistem moneter Bretton Woods ditinggalkan yakni munculnya kebijakan moneter Amerika Serikat yang ekspansif, peningkatan tingkat inflasi di Amerika Serikat, apresiasi yang berlebih (overvalued) pada mata uang US$, dan kebijakan Amerika Serikat yang menghentikan penukaran US$ ke bentuk emas serta penerapan biaya impor tambahan sebesar 10% pada tahun 1971.
Sejak berbagai negara mulai meninggalkan sistem moneter Bretton Woods pada tahun 1970, akhirnya mendorong berbagai negara untuk menggunakan sistem moneter yang lebih fleksibel dan mudah dikontrol. Dan pada tahun 1973, negara-negara yang berpengaruh seperti berbagai negara di Eropa dan Jepang mulai menerapkan sistem mengambang (floating) sebagai sistem moneter mereka untuk menghindari depresiasi nilai tukar mata uang. Kemudian sistem moneter mengambang yang pertama kali digunakan pada tahun 1973 mulai digunakan di seluruh negara yang ada di dunia hingga saat ini.
Dari penggunaan sistem moneter mengambang di berbagai negara di dunia, memunculkan gagasan sistem mata uang dan pembayaran regional oleh beberapa negara tertentu. Beberapa negara yang telah menerapkan sistem mata uang dan pembayaran regional yakni di negara-negara anggota Perserikatan Eropa (European Union) yang sudah menerapkan mata uang regional "Euro" sebagai alat transaksi ekonomi sejak tahun 1999.