[caption id="attachment_300749" align="aligncenter" width="620" caption="Sumber foto: kompas.com "][/caption]
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini dalam sorotan. Penetapan status tersangka terhadap Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat pada 22 Februari 2013 lalu menuai pertanyaan publik. Pertanyaan besar yang belum dijawab oleh KPK adalah kapan langkah penahanan terhadap tersangka dilakukan, khususnya Anas. KPK berdalih, saat menetapkan tersangka kepada Anas medio Februari 2013 lalu karena sudah adanya dual at bukti yang dimilik atas kasus korupsi pemberian gratifikasi kepada penyelenggara negara (Anas saat itu menjadi anggota DPR). Kini, KPK kembali berdalih bahwa belum ditahannya Anas karena penuhnya sel tahanan yang dimilik KPK, begitu menurut Ketua KPK Abraham Samad yang say abaca di media massa.
Hemat saya, belum ditahannya Anas oleh KPK membuat khalayak kembali mempertanyakan ketegasa KPK. Mungkin KPK sudah abai bahwa makin tidak ditahannya Anas saat ini akan membuat publik bertanya-tanya. Bagi seorang Anas pun, belum ditahannya dia membuat Anas ‘bebas’ menjalankan ‘aktifitasnya’. Kita tahu September 2013 lalu, malah Anas bisa membentuk sebuah organisasi kemasyarakatan di rumahnya dan mengumpulkan banyak orang. Memang tidak ada larangan apa pun bagi warga negara untuk membentuk sebuah organisasi karena itu merupakan bagian dari menyatakan kebebasan berpendapat. Namun demikian, efeknya bagi sebuah kasus hukum dan KPK akan berdampak buruk terhadap masyarakat. Pertanyaan besarnya kenapa KPK membiarkan Anas masih bebas menjalankan aktifitasnya. Lain halnya kalau penetapan penahanan langsung dilakukan minimal akan meminimalisir praduga buruk masyarakat terhadap KPK.
Jika ditelisik, kasus yang melibatkan Anas saat ini sangatlah menyita perhatian luas. Korupsi di proyek Pusat Pendidikan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, di Bogor, Jawa Barat sudah berlangsung hamper empat tahun. Tidak tanggung-tanggung kasus ini bahkan menyeret seorang Menteri aktif saat itu dan juga pihak kontraktor. Anehnya mereka yang sudah ditetapkan tersangka dalam kasus ini sudah ditahan oleh KPK. Mengapa hal serupa tidak dilakukan kepada Anas?. Saya tidak mengerti KPK sedang ‘bermain’ apa dalam kasus ini?. KPK tidak bolehj memainkan psikologi publik dengan terus mengulur Anas ‘hanya’ dengan status tersangka saja.
Setahu saya, ada tiga hal yang mendasari seseorang ditahan oleh KPK. Pertama, dikhawatirkan tersangka melarikan diri, kemudian tersangka mempengaruhi saksi-saksi dan terakhir tersangka menghilangkan barang bukti. Apakah KPK kemudian tidak berpikir kalau suatu saat Anas akan melanggar tiga hal diatas?. Menurut saya, Anas sangat rawan untuk dua yang terkahir yakni mempengaruhi saksi-saksi yang tadinya bakal memberatkan dia namun dengan berbagai pendekatan Anas dapat mempengaruhi saksi. Belum lama ini kita dengar ada beberapa saksi yang memberikan keterangan bahwa Anas korupsi tidak sendiri melainkan banyak pihak yang sebenarnya juga harus diperiksa.
Anas juga rentan menghilangkan bukti-bukti. Walaupun KPK telah menggeledah rumah Anas (sebenarnya bukan karena kasus Anas tapi kasus yang diduga melibatkan istrinya) tapi karena status tersangka sudah sepuluh bulan rasanya kekhawatiran akan hilangnya barang bukti bakal menjadi kenyataan. Sekali lagi, saya mengingatkan KPK kalau saja Anas melanggar tiga hal diatas makan masyarakat saya yakini akan makin pudar rasa percaya kepada KPK karena telah ‘membiarkan’ tersangka berkeliaran diluar tanpa adanya upaya penahanan.
Selain itu, spekulasi lain soal lambannya KPK menahan Anas berakibat pada lihainya Anas memainkan opini publik, sehingga KPK berada dalam tekanan. Anas memainkan opini publik bahwa KPK bekerja untuk menetapkan dirinya jadi tersangka karena adanya intervensi dari pihak lain. Anas mampu membangun opini bahwa Samad dan kawan-kawan ‘ditekan’ oleh sebagian pihak untuk mentersangkakan dirinya. Padahal, kata Anas saat itu, bukti-bukti yang dimiliki KPK sangat lemah untuk menetapkan dirinya jadi tersangka. Bentuk perlawanan yang dilakukan Anas adalah menggiring opini publik dalam memusuhi KPK. Kubu Anas menduga bahwa KPK telah terkooptasi dan bekerja sesuai pesanan. Indikasi itu nyata karena ada upaya perencanaan yang masif untuk melengserkan Anas dari kursi Ketua Umum PD saat itu. Tuduhan yang irrasional menurut saya dan sangat merendahkan KPK. Bagaimana pun KPK bekerja sangat profesional dan independen. Istana pun tidak bisa mengintervensi kerja penegak hukum.
Oleh karena itu, saya mendesak KPK untuk segera menhan Anas Urbaningrum!. Sebagai lembaga hukum, KPK tak perlu menimbang opini publik, karena itu bukan wilayahnya. Tahun 2014 tinggal delapan hari lagi, maka dari itu KPK harus menangkap Anas untuk mempermudah penyidikan dan membangun kepercayaan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H