Semakin hari semakin banyak orang yang mengeluhkan kurikulum 13. Kebanyakan dari mereka mengeluhkan siswa sekarang sibuk banget. Dari kepadatan belajar sampai pulang kesorean bahkan menjelang malam. Yang berhubungan dengan kepadatan adalah siswa disuruh mencari sendiri jawaban atau penyelesaian tugasnya sehingga tiap waktu sangat berharga, sedangkan yang berhubungan dengan pulang sore atau malam adalah siswa punya banyak tugas, sehingga bermuara pada “semua pelajaran ada tugas, dan semua tugasnya cari sendiri!” Ya kurikulum 13 menciptakan tren siswa mencari jawaban sendiri atas permasalahan yang disediakan guru. (Semangat!)
Ketika banyak orang tua mengeluhkan K13, saya yang seorang guru menganggap bahwa K13 itu cukup istimewa kenapa? Alasan saya: Pertama, kurikulum ini sangat menitikberatkan pada inisiatif, kreatifitas, usaha siswa. Yang biasanya siswa disuapi, sekarang kudu cari sendiri solusinya, jawabannya, atau penyelesaiannya. Disuapi beda dong sama cari sendiri. Logika mudahnya adalah orang yang cari sendiri akan lebih mandiri dari pada orang yang disuapi. Siswa yang mencari sendiri jawaban atau penyelesaian atau solusi atas suatu masalah akan lebih siap menghadapi realitas dunia. Saya yakin hal itu.
Kedua: K13 merupakan kurikulum yang paling sempurna mengingat kurikulum ini hasil dari revisi kurikulum terdahulu dan terdahulu dan terdahulu. FYI, kurikulum yang berbau siswa aktif sebenarnya sudah ada sejak dulu, sejak tahun 1994, kita sudah mengenal CBSA Cara Belajar Siswa Aktif. Walaupun pada prakteknya agak mencong yaitu menjadi kognitif banget, tetapi yang penting sudah mulai. Tahun 2004 muncul kurikulum berbasis kompetensi, yang menuntut siswa aktif juga. Begitupula pada kurikulum selanjutnya yaitu kurikulum tahun 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum ini malah sekolah dan guru diberi kebebasan untuk menyusun sendiri silabus dan RPP, sehingga cocok dengan kondisi sekolah. Sebenarnya KTSP ini sudah ok cuma karena tiap sekolah punya kebebasan sendiri-sendiri maka banyak perbedaan pada proses, semua menganggap ideal, padahal berbeda, sehingga dihawatirkan hasilnyapun akan berbeda jauh, maka dirancanglah kurikulum 13 yang acuannya, silabus sudah ditentukan. Jadi K13 ini sebenarnya penyempurnaan dari banyak jenis kurikulum yang sudah ada sebelumnya, sehingga logikanya semakin sempurna.
Ketiga: Dengan kesibukan siswa, mereka ga punya waktu lagi buat tawuran, udah cape seharian belajar. Dengan adanya penilaian hasil belajar, penilaian proses belajar, penilaian guru, teman, dan diri sendiri memberikan umpan balik kepada siswa sehingga siswa dapat interospeksi diri ke arah lebih baik, menjadi manusia yang soleh dan solehan, sadar akan kewajibannya sebagai penerus bangsa dan yang terpenting adalah menjauh dari tawuran.
Keistimewaan-keistimewaan di atas menjadi harapan bagi kita semua, baik siswa, guru, orang tua maupun pemerintah tetapi pada kenyataannya memang tidak semudah itu apalagi jika kita melihat pada prinsip-prinsip kurikulum 13 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Prinsip-prinsip ini menjadi syarat yang harus dijalankan agar kualitas pendidikan sesuai dengan tujuan, namun sepertinya banyak hal yang masih jauh dari harapan, seperti dalam jabaran berikut:
1.Prinsip Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu, Prinsip Peserta Didik Belajar dari berbagai sumber belajar, Prinsip Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
[caption id="attachment_335864" align="alignnone" width="448" caption="difasilitasi sumber bacaan yang lengkap, foto pribadi"][/caption]
Memfasiltasi berarti menyediakan berbagai kebutuhan yang diperlukan siswa, termasuk sumber belajarnya, komputer berinternet, perpustakaan dengan buku-bukunya dan juga laboratorium dengan segala peralatan dan bahan mentahnya. Apakah sekolah di Indonesia secara umum mampu menyediakan fasilitas tersebut? Saya ko agak sangsi, Indonesia sendiri dikenal memiliki akses internet paling lambat seAsia, kemudian masih ada sekolah yang roboh menimpa siswa, ada juga yang kelasnya roboh sehingga bergantian memakainya. Kondisi perpustakaanpun tidak mendukung, ada sekolah yang tidak punya perpustakaan, ada yang ga punya pustakawan dan ada juga yang bukunya terbatas.
2.Prinsip Proses Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Ilmiah: mengamati, menanya, mengumpulkan hasil informasi, menalar, dan presentasi, Prinsip pembelajaran yang menyenangkan.
[caption id="attachment_335859" align="alignnone" width="448" caption="ilmiah dan menyenangkan, foto pribadi"]
Untuk hal ini, yang sebenarnya dibutuhkan adalah guru yang kreatif, bukan guru yang mendominasi kelas, tetapi guru yang mampu menyajikan sebuah permasalahan dan memfasilitasi siswanya agar mampu menyelesaian masalah itu sendiri. Persoalannya adalah banyak guru yang belum dibekali untuk melakukan hal ini sehingga bingung harus gimana, kemudian pelatihan bagi guru yang belum banyak dilaksanakan.
Setelah itu ada masalah internal guru yaitu tidak adanya dana untuk memfasilitasi kreatifitas. E bener lo, setiap saya mengikuti pelatihan guru, pada umumnya semua mengeluhkan masalah dana. Kalau ga ada dana, pada akhirnya kembali lagi pada metode ceramah, murah tapi tidak meriah, yang penting kewajiban selesai! Memang ada yang sudah dapat uang sertifikasi (ini juga masih sedikit), tetapi apakah sertiikasi digunakan juga untuk memodali segala macam hal itu? Masih banyak kebutuhan hidup pokok yang belum terpenuhi.
3.Prinsip pembelajaran menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi dimensi dan Prinsip Pembelajaran membudayakan .
Artinya apa? Guru harus siap dengan segala macam hasil kerja siswa. Seperti kasus tambah-menambah yang mencuat di FB kemarin, harus disikapi guru secara lebih bijak, bahkan mungkin tidak ada jawaban hitam-putih. Gurupun harus siap dalam arti pengetahuannya harus lebih banyak dari siswa. Misalnya, jika siswa buka internet, gurupun harus membuka internet, sehingga segala info yang ditemukan siswa, tidak membuat guru kuper atau tidak siap menjawab atau memberi komentar. Membudayakan pembelajaran sepanjang hayat harus dimulai dari gurunya sendiri. Bisakah guru seperti itu?
4.Pembelajaran aplikatif.
[caption id="attachment_335860" align="alignnone" width="448" caption="aplikatif dan kreatif, foto pribadi"]
Mungkin inilah penyebab pembelajaran di sekolah yang menggunakan K13 berjalan sampai sore. Ketika kita ingin belajar yang aplikatif tentu banyak persiapan yang harus dilakukan, agar supaya proses kegiatan dapat berjalan dengan baik. Pada saat kegiatan berjalanpun terkadang banyak halangan dari berbagai faktor, contoh hal teknis: listrik mati, atau hujan, mendung, kondisi lingkungan yang tidak mendukung kegiatan. Guru harus berfikir plan B atau plan C agar kegiatan berjalan terus. Tetapi jika itu dilakukan berarti waktu bertambah, pulang telat.
5.Prinsip Pembelajaran yang berlangsung di sekolah, rumah ataupun masyarakat.
[caption id="attachment_335862" align="alignnone" width="336" caption="belajar di mana saja, foto pribadi"]
Bayangkan jika setiap mata pelajaran menginginkan agar siswa belajar di masyarakat, yang sifatnya aplikasi lapangan. Dari masalah transport, keamanan, kelancaran, dan waktu akan muncul satu per satu, apalagi dengan kondisi jalanan macet atau kesan masyarakat terhadap siswa yang berkeliaran pakai baju sekolah di jam pelajaran. Jika tidak sesuai rencana bisa bubar di tengah jalan.
Pada akhirnya prinsip yang tertuang dalam peraturan ini dihawatirkan hanya menjadi prinsip yang tertulis tetapi sulit dilaksanakan, tidak applicable karena satu hal: KETIDAKSIAPAN, ketidaksiapaan kita, guru, sekolah, pemerintah, dan orang tua. Memang istimewa, tetapi kalau tidak siap nantinya jadi tidak istimewa.
Sumber:
http://www.merdeka.com/teknologi/internet-indonesia-makin-lambat.html
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/14/214454289/Sekolah-Ambruk-600-Murid-SD-Gantian-Belajar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H