[caption id="attachment_365345" align="aligncenter" width="448" caption="Plokis di dapurnya sedang memoles dengan mesin pemoles, foto pribadi"][/caption]
Semalam saya berkesempatan menengok dapur batu akik seorang sahabat yang bernama Plokis (nama aslinya Lutfi), di bilangan Jakarta Selatan. Bisnis pemolesan batu akik sudah dijalankan Plokis selama hampir setahun, bertempat di depan rumahnya yang sederhana, bersebelahan dengan warung kopi yang sudah dikelolanya sejak dulu. Plokis bekerja siang sampai malam. Kebanyakan pelanggannya adalah para pekerja atau karyawan kantor yang datang pada sore atau malam hari. Rasanya nikmat setelah penat seharian bekerja, memandangi keindahan batu, begitu kata mereka, termasuk melihat proses pembuatannya, sambil menikmati kopi hitam atau teh hangat.
Di dalam dapur, ada mesin pengolah batu dan lampu serta listrik sebagai sumber tenaga. Lampu penting untuk memastikan batu diolah dengan rapi, tanpa cacat, serta memastikan kualitas batu setelah dipoles, salah satunya dengan cara mendekatkannya pada lampu. Bagian yang paling penting dalam dapur ini adalah mesin pengolah yang bunyinya cukup khas ketika berputar memoles batu.
[caption id="attachment_365346" align="aligncenter" width="448" caption="bagian pemotong, foto pribadi"]
Mesin pengolah terdiri dari empat bagian. Pertama, mesin utama yang berada di bawah meja. Mesin ini sebenarnya adalah mesin pompa air yang kemampuan putarannya digunakan untuk memotong dan memoles batu. Kedua, mesin pemotong batu. Biasanya pelanggan datang dengan membawa bongkahan batu yang dibeli di pinggir jalan. Bongkahan yang dibeli ini kemudian dipotong sesuai ukuran yang diinginkan. Pada umumnya mereka memotong untuk ukuran cincin di jari.
Ketiga, bagian untuk memoles batu tahap pertama, berbentuk lingkaran roda asah berwarna abu-abu, seperti batu asah untuk mengasah pisau. Tahap pertama ini bertujuan untuk membentuk batu sesuai keinginan, misalnya lonjong atau kotak atau setengah bulat. Setelah bongkahan batu dipotong sesuai ukuran yang diinginkan, batu dipoles dengan cara ditempelkan pada roda asah yang berputar dengan sangat cepat. Â Untuk menghindari luka terkena asahan yang berputar, batu dieratkan dengan kayu seukuran tusuk sate, menggunakan lem super. Kita dapat memegang kayu tersebut agar terhindar dari luka terkena roda asahan. Jika sudah berpengalaman, dapat langsung memegang batu untuk diasah. Akan tetapi kalau masih amatir, sebaiknya pakai tangkai kayu.
[caption id="attachment_365347" align="aligncenter" width="448" caption="mesin utama, bekas mesin pompa air, foto pribadi"]
Keempat adalah bagian untuk memoles tahap dua. Bagian ini bentuknya mirip dengan yang pertama. Letaknya agak diluar mesin utama. Dalam proses ini, batu menjalani tahap terakhir, sehingga terlihat cantik dan halus. Untuk memudahkan dalam membolak-balik, batu direkatkan dengan kayu, sama seperti proses sebelumnya. Keseluruhan proses dari memotong batu sampai menjadi mata cincin yang mengkilap membutuhkan waktu selama satu jam. Selanjutnya, pelanggan memilih cincin yang akan digunakan sebagai tempat mata cincin. Jika cocok, silahkan dipasang! Kalau sudah jadi, harus hati-hati jangan sampai jatuh, karena bisa pecah. Inilah kelemahan batu akik, dibanding batu mulia yang kekerasannya lebih tinggi sehingga tidak mudah pecah.
[caption id="attachment_365349" align="aligncenter" width="448" caption="mata cincin yang sudah jadi, foto pribadi"]
Yang menarik orang, selain menyaksikan proses pembuatannya, adalah ikut terlibat dalam proses pemolesan. Plokis mempersilahkan pelanggannya untuk memoles batu sendiri, dengan sebelumnya memberi petunjuk dan arahan yang harus dipatuhi agar aman dan menghasilkan batu yang halus dan mengkilap. Biasanya orang cuma sekali-kali aja mencobanya, karena tangan cukup pegal. Setelah itu diserahkan kembali ke Plokis untuk diselesaikan.
[caption id="attachment_365350" align="aligncenter" width="336" caption="berbagai macam jenis batu, foto pribadi"]
Biaya proses pembuatan cukup murah. Memotong bongkahan batu, jasanya hanya Rp. 5000,-, sedangkan untuk proses memoles Rp. 25.000,- sampai jadi. Total sebesar Rp. 30.000,-. Menurut Plokis, keuntungannya lumayan, sebulan bisa dapat tiga juta bersih. Untuk balik modal, hanya butuh waktu dua bulan, sebagai ganti beli mesin dengan harga sekitar tiga juta rupiah, yang dia dapat dari bos batu asal Medan. Sebelum punya mesin, Plokis menggunakan amplas untuk memoles. Amplas ditaruh di meja kemudian batu digesek-gesek maju mundur berulang-ulang degan cepat sampai berbentuk dan halus. Dengan cara itu dia memerlukan waktu seharian penuh untuk mengolah satu batu. Sekarang sudah pakai mesin, jauh lebih cepat dan lebih mudah.
[caption id="attachment_365351" align="aligncenter" width="448" caption="batu direkatkan pada kayu kecil untuk mempermudah, foto pribadi"]
Pada dasarnya ada dua jenis batu yang biasa digunakan untuk mata cincin atau hiasan lainnya, yaitu batu mulia dan batu akik. Plokis di dapurnya menyediakan stok batu akik jika pembeli tidak membawa batu sendiri, sedangkan batu mulia tidak ada karena harganya yang mahal dan tidak bisa dijual sembarangan. Contoh batu mulia adalah berlian, musafir, dan rubi. Pada umumnya orang yang datang, memilih batu akik untuk diolah.
[caption id="attachment_365352" align="aligncenter" width="448" caption="Plokis (berdiri) melayani pelanggan, foto pribadi"]
Menurut Plokis, batu akik di Indonesia banyak ragamnya. Hal itu karena di tanah air kita banyak gunung berapi. Contoh batu akik adalah raflesia, bacan, giok, kecubung, dan garut. Yang sedang tren saat ini adalah batu pancawarna, yang memiliki berbagai warna dalam satu batu. Warna ini bisa mencapai lima warna, namun batu ini tidak terang jika ditempel cahaya. Ada lagi batu jenis Kalimaya Banten, warnanya hitam dan di dalamnya ada cahaya yang memancar. Selanjutnya Black Oval, yang memancar cahaya seperti petasan roket. Jika ditelaah dan dikaji secara serius, akan sangat menarik.
[caption id="attachment_365353" align="aligncenter" width="448" caption="nyoba, cakep! foto pribadi"]
Batu akik, menurut saya, menjadi salah satu potensi alam yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Buktinya Pak SBY memberi koleksi batunya sebagai cinderamata kepada pimpinan negara lain. Beberapa kejadian, terkait batu ini membuat heboh masyarakat seperti perebutan batu di Aceh yang beratnya berton-ton, kemudian baru-baru ini, bongkahan batu giok (kayanya giok atau bacan karena warna hijau) di trotoar jalan di Tomang Jakarta, rame-rame dipungut orang. Kejadian itu menjadi bukti bahwa batu akik sangat potensial menjadi daya tarik masyarakat dan bisa menjadi souvenir indah bagi turis internasional. Tinggal bagaimana memanfaatkannya dengan baik. Bisa menjadi sumber penghasilan dalam jangka waktu yang panjang. Walaupun banyak orang bilang sifatnya musiman, saya yakin akan cukup lama bertahan, karena bentuknya yang indah, awet, dan mudah dibawa, sebagai oleh-oleh atau cinderamata yang khas ataupun perhiasan pribadi. Jika tidak percaya, silahkan dicoba!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H