Kegiatan kompasiana nangkring kali ini berlokasi di Tangerang Selatan, tepatnya di Hotel Santika BSD. Bagi saya, ini merupakan kesempatan emas karena lokasi cukup dekat dengan tempat tinggal saya yang berada di kawasan Taman Tekno Serpong. Hanya 10 menit perjalanan. Kegiatan nangkring ini juga bagus untuk ngabuburit, daripada gossip atau jalan-jalan ga jelas, mending cari ilmu, ini ibadah yang luar biasa faedahnya. Narasumbernya juga orang-orang terbaik, ada orang nomor satu Tangsel yaitu Sang Walikota, Ibu Airin, ada perwakilan BKKBN, Deputi Advokasi Pergerakan dan Informasi (Adpin), Pak Abidinsyah Siregar, dan Direktur Dampak Kependudukan BKKBN, Pak Suyono Hadinoto. Oleh karena itu, saya persiapkan diri dengan baik, dan jangan sampai terlambat. Saya datang jam 14.30, dan langsung menuju lantai 2 Hotel Santika di mana diselenggarakannya kegiatan ini. Alhamdulillah pas masuk sudah dikasih kaos BKKBN warna biru. Ini pertanda baik pikir saya.
Narasumber ketiga, Bapak Suyono. Beliau lebih memaparkan pendapat berdasarkan data-data yang ada dan menyampaikan hal-hal yang menjadi dampak kependudukan seperti masalah bonus demografi, sosialisasi di daerah, dan hilangnya peran ibu di keluarga. Masalah bonus demografi menurut beliau adalah ketika jumlah penduduk yang produktif banyak, maka kita harus siap menyediakan lapangan kerja yang luas. Jika banyak penduduk usia produktif namun tidak ada pekerjaan, itu masalah. Sosialisasi di daerah menyangkut tantangan yang ditemui ketika program kependudukan bertentangan dengan keyakinan agama penduduk, apalagi jika bertentangan dengan pendapat para pemuka agama. Peran ibu menurut Pak Suyono sangat penting. Beliau memaparkan ada di suatu daerah yang kaum ibunya berangkat menjadi TKW di negara tertentu, anak-anaknya di rumah tidak terurus karena tidak ada yang bisa menggantikan.
Ketiga pendapat narasumber menurut saya bermuara pada pentingnya mewujudkan keluarga yang berkualitas, karena keluarga yang berkualitas akan membentuk masyarakat yang sejahtera. Nah bagaimana mewujudkan keluarga yang berkualitas? Menurut saya, caranya adalah dengan mengatur jumlah anak. Capaian program dua anak pada zaman Pak Harto sebenarnya sudah berhasil, namun karena proses reformasi, sepertinya terlupakan. Secara data program KB berhasil menangkal perkiraan jumlah penduduk Indonesia, dari perkiraan 280jutaan di tahun 2000 menjadi 200jutaa, selisih 80jutaan! Bayangkan jika tidak ada program KB saat itu, kepadatan di berbagai ini akan membuat kita tidak bisa bergerak, karena segala sesuatunya, termasuk fasilitas dan sarana prasarana punya daya tampung terbatas.
Bagi saya, keluarga sejahtera adalah benteng bangsa ini. Generasi yang hebat adalah ketika anak-anak dilindungi dan mendapat kasih sayang keluarga. Kasih sayang ini, dari yang bentuknya abstrak seperti pendidikan, sampai pada yang konkret berupa pakaian atau rumah yang layak, bisa diraih dengan jumlah anak yang cukup dalam satu keluarga, karena kalau kebanyakan anak, modal untuk kasih sayangpun banyak, sedangkan penghasilan mungkin terbatas. Saya melihat hal itu dari bangsa lain yang punya tingkat kesejahteraan tinggi, seperti Jepang dan Singapura. Mereka bisa sejahtera karena tingkat pertambahan penduduknya lamban. Nah di Indonesia, problemnya adalah pertambahan penduduk tinggi, sehingga kebutuhan untuk mensejahterakan juga sangat tinggi, namun ekonomi kita tidak setinggi itu, jadilah itu masalah. Ketika ekonomi lambat tetapi pertambahan jumlah penduduk cepat, maka tiap penduduk secara ekonomi akan berkurang kesejahteraannya. Oleh karena itu, untuk membentuk bangsa yang sejahtera, kita dapat memulainya dengan mengatur jumlah anak, dua saja cukup.
Bagaimana dengan yang bilang, banyak anak banyak rejeki? Menurut saya, agama memerintahkan kita untuk menghadirkan keturunan yang berkualitas dan menyuruh kita selalu berusaha mencapai kesejahteraan. Bagi saya itu mengerucut pada keluarga kecil yang berbahagia dan sejahtera, dengan petimbangan kekuatan ekonomi, keterbatasan kemampuan, dan daya saing kita di masyarakat. Optimis dengan mitos di atas jangan sampai mengorbarbankan anak. Mending kita punya dua anak cukup jadi bisa mengurusnya dengan baik.