Mohon tunggu...
ARAYRI
ARAYRI Mohon Tunggu... Guru - Adzra Rania Alida Yasser Rizka

Sampaikanlah Dariku Walau Satu Ayat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kompasiana Nangkring BKKBN: Bangsa Sejahtera Dimulai dari Jumlah Anak Dalam Keluarga!

9 Juli 2015   11:59 Diperbarui: 9 Juli 2015   12:04 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan kompasiana nangkring kali ini berlokasi di Tangerang Selatan, tepatnya di Hotel Santika BSD. Bagi saya, ini merupakan kesempatan emas karena lokasi cukup dekat dengan tempat tinggal saya yang berada di kawasan Taman Tekno Serpong. Hanya 10 menit perjalanan. Kegiatan nangkring ini juga bagus untuk ngabuburit, daripada gossip atau jalan-jalan ga jelas, mending cari ilmu, ini ibadah yang luar biasa faedahnya. Narasumbernya juga orang-orang terbaik, ada orang nomor satu Tangsel yaitu Sang Walikota, Ibu Airin, ada perwakilan BKKBN, Deputi Advokasi Pergerakan dan Informasi (Adpin), Pak Abidinsyah Siregar, dan Direktur Dampak Kependudukan BKKBN, Pak Suyono Hadinoto. Oleh karena itu, saya persiapkan diri dengan baik, dan jangan sampai terlambat. Saya datang jam 14.30, dan langsung menuju lantai 2 Hotel Santika di mana diselenggarakannya kegiatan ini. Alhamdulillah pas masuk sudah dikasih kaos BKKBN warna biru. Ini pertanda baik pikir saya.

Kegiatan dibuka sekitar jam 3 sore, namun narasumber baru datang jam 15.30. Saya maklum karena yang diundang adalah orang nomor satu Kota Tangerang Selatan yang notabene sangat sibuk. Sayapun menyempatkan diri sholat ashar jam 15.20 bersama beberapa rekan kompasioner, agar dalam mengikuti kompasiana nangkring ini bisa lebih fokus. Acarapun dimulai. Ibu Airin memaparkan kegiatan Harganas dengan tema Membangun Keluarga Membangun Bangsa Sebagai Wujud Revolusi Mental, insya Allah akan diselenggarakan oleh pemerintah TangSel setelah lebaran nanti. Beliau memaparkan jadwal dan tempat pelaksanaan yang direncanakan bertempat di Lapangan Sunburst BSD. Dalam kesempatan itu Ibu Airin juga memaparkan program Pemda TangSel dalam mensukseskan program BKKBN, yaitu dengan membentuk tim sosialisasi, terjun langsung ke lapangan, dan penyuluhan-penyuluhan ke berbagai pelosok TangSel, dengan dibantu pihak swasta. Program itu berjalan baik sejauh ini. Beliau menegaskan bahwa kenaikan populasi Tangsel dari 1,2 juta jiwa menjadi 1,4 jiwa lebih disebabkan karena urbanisasi, bukan karena tingkat kelahiran yang tinggi.

Narasumber kedua, Bapak Abidinsyah Siregar, memulai berbicara dengan memaparkan UU No 52 Tahun 2009. Salah satu yang ditegaskan oleh beliau adalah mengenai keluarga yang berkualitas dan sah berdasarkan hukum, adat, dan agama. Selanjutnya menurut beliau ada delapan fungsi keluarga, yaitu fungsi keagamaan, social budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, serta lingkungan. Kedelapannya ini jika terwujud akan memberikan keuntungan yang luar biasa bagi bangsa, terutama untuk terciptanya kesejahteraan. Beliau juga memaparkan sejarah permasalahan kependudukan, dimulai dari jaman BungKarno, yang mengembangkan konsep pronatalis (pro kelahiran) karena menganggap saat itu jumlah penduduk Indonesia masih kurang banyak untuk membangun bangsa. Kemudian ketika sudah banyak jumlahnya, Presiden Suharto, memfokuskan kerja bangsa ke arah kesejahteraan, oleh karena itu dibuatlah program pembangunan dan Keluarga Berencana.

Narasumber ketiga, Bapak Suyono. Beliau lebih memaparkan pendapat berdasarkan data-data yang ada dan menyampaikan hal-hal yang menjadi dampak kependudukan seperti masalah bonus demografi, sosialisasi di daerah, dan hilangnya peran ibu di keluarga. Masalah bonus demografi menurut beliau adalah ketika jumlah penduduk yang produktif banyak, maka kita harus siap menyediakan lapangan kerja yang luas. Jika banyak penduduk usia produktif namun tidak ada pekerjaan, itu masalah. Sosialisasi di daerah menyangkut tantangan yang ditemui ketika program kependudukan bertentangan dengan keyakinan agama penduduk, apalagi jika bertentangan dengan pendapat para pemuka agama. Peran ibu menurut Pak Suyono sangat penting. Beliau memaparkan ada di suatu daerah yang kaum ibunya berangkat menjadi TKW di negara tertentu, anak-anaknya di rumah tidak terurus karena tidak ada yang bisa menggantikan.

Ketiga pendapat narasumber menurut saya bermuara pada pentingnya mewujudkan keluarga yang berkualitas, karena keluarga yang berkualitas akan membentuk masyarakat yang sejahtera. Nah bagaimana mewujudkan keluarga yang berkualitas? Menurut saya, caranya adalah dengan mengatur jumlah anak. Capaian program dua anak pada zaman Pak Harto sebenarnya sudah berhasil, namun karena proses reformasi, sepertinya terlupakan. Secara data program KB berhasil menangkal perkiraan jumlah penduduk Indonesia, dari perkiraan 280jutaan di tahun 2000 menjadi 200jutaa, selisih 80jutaan! Bayangkan jika tidak ada program KB saat itu, kepadatan di berbagai ini akan membuat kita tidak bisa bergerak, karena segala sesuatunya, termasuk fasilitas dan sarana prasarana punya daya tampung terbatas.  

Bagi saya, keluarga sejahtera adalah benteng bangsa ini. Generasi yang hebat adalah ketika anak-anak dilindungi dan mendapat kasih sayang keluarga. Kasih sayang ini, dari yang bentuknya abstrak seperti pendidikan, sampai pada yang konkret berupa pakaian atau rumah yang layak, bisa diraih dengan jumlah anak yang cukup dalam satu keluarga, karena kalau kebanyakan anak, modal untuk kasih sayangpun banyak, sedangkan penghasilan mungkin terbatas. Saya melihat hal itu dari bangsa lain yang punya tingkat kesejahteraan tinggi, seperti Jepang dan Singapura. Mereka bisa sejahtera karena tingkat pertambahan penduduknya lamban. Nah di Indonesia, problemnya adalah pertambahan penduduk tinggi, sehingga kebutuhan untuk mensejahterakan juga sangat tinggi, namun ekonomi kita tidak setinggi itu, jadilah itu masalah. Ketika ekonomi lambat tetapi pertambahan jumlah penduduk cepat, maka tiap penduduk secara ekonomi akan berkurang kesejahteraannya. Oleh karena itu, untuk membentuk bangsa yang sejahtera, kita dapat memulainya dengan mengatur jumlah anak, dua saja cukup.  

Teman saya bertanya, “Guwe anak banyak tetapi tetap sejahtera, gimana?” Pertama, menurut saya, sejahtera itu dilihat dalam rentang waktu yang panjang dari anak masih bayi sampai anak dewasa. Anak patut dilihat kesejahteraanya dari kondisi ekonomi, mental, pendidikan, kesuksesan kala bekerja nanti, bukan hanya saat ini. Kedua, yang seperti itu sifatnya kasus per kasus, yang tidak bisa kita lihat sebagai kesimpulan keseluruhan. Bangsa ini besar, oleh karena itu patutlah kita melihat data keseluruhan penduduk Indonesia.

Bagaimana dengan yang bilang, banyak anak banyak rejeki? Menurut saya, agama memerintahkan kita untuk menghadirkan keturunan yang berkualitas dan menyuruh kita selalu berusaha mencapai kesejahteraan. Bagi saya itu mengerucut pada keluarga kecil yang berbahagia dan sejahtera, dengan petimbangan kekuatan ekonomi, keterbatasan kemampuan, dan daya saing kita di masyarakat. Optimis dengan mitos di atas jangan sampai mengorbarbankan anak. Mending kita punya dua anak cukup jadi bisa mengurusnya dengan baik.     

Acara kompasiana nangkring kemarin sangat berkesan bagi saya, apalagi setelah acara BKKBN ada serah terima kenang-kenangan artikel tentang TangSel tulisan para kompasioner, penampilan penyanyi religius, serta berbagai souvenir, hadiah menarik dari uang tunai sampai CD lagu religi dan kaosnya. Tidak ketinggalan acara buka puasa bersamanya, disuguhi berbagai macam makanan pembuka dan makanan besar menu hotel! Luar biasa menurut saya. Kompasiana memang paling bisa memanjakan para kompasioner. Salut untuk kompasiananangkring, semoga semakin menarik dan jaya!   

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun