Mohon tunggu...
ARAYRI
ARAYRI Mohon Tunggu... Guru - Adzra Rania Alida Yasser Rizka

Sampaikanlah Dariku Walau Satu Ayat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Film Hateful Eight, Bercengkrama dalam Konflik Berdarah!

31 Januari 2016   12:39 Diperbarui: 31 Januari 2016   22:56 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gambar diambil dari joblo.com"][/caption]Bercengkrama, enaknya dalam kehangataan dan dilakukan dengan orang-orang tercinta, dengan keluarga atau dengan sahabat. Kita berbagi suka dan cerita, karena ada rasa nyaman dan percaya. Nah bagaimana jadinya ketika kita harus bercengkrama dalam konflik? Apalagi dengan orang yang tidak kita kenal namun punya niat jelek sama kita. Tentu bukan rasa nyaman yang terasa tetapi malah rasa takut, hawatir, dan curiga! bahkan mungkin nyawa bisa jadi taruhannya! Inilah yang terjadi dalam film Hateful Eight, tatkala delapan orang asing dari satu bangsa, yang baru saja diliputi perang saudara, bertemu, berbagi tempat menghangatkan badan, dan bercengkrama dengan rasa curiga yang luar biasa parahnya, sampai berdarah-darah!

Jujur, film ini mengecoh saya. Dengan tampilan koboi dan senjata di tangan, saya pikir akan menampilkan banyak adegan laga ala koboi layaknya film-film koboi, yang belum lama tayang seperti Django dan Revenant. Pada faktanya, film ini berbeda seratus delapan puluh derajat! Jangan harap aksi laga di mana-mana, bahkan sampai lebih dari tiga perempat film ini berjalan, film ini hanya dipenuhi aksi berbicara di dalam ruang-ruang kecil, yaitu di kereta kuda dan di rumah kayu di tengah badai salju yang hebat.

Namun, walaupun minim aksi laga, tetapi tetap menarik untuk disimak, kenapa? Banyak alasan yang bisa saya utarakan, selain karena aktornya yang papan atas seperti Samuel L Jackson dan Kurt Russel, isi ceritanya sulit ditebak! kemudian suasana tegang dalam setiap ucapan berbobot yang ada dalam dialog, serta humor yang sesekali muncul atau ekspresi konyol dari muka Samuel L jackson seperti tatkala aksi sopannya pada seorang wanita dibalas dengan ucapan “Howdy nigger!”. Semuanya itu cukup untuk mengganti aksi laga yang saya harap muncul. Rasa curiga antar mereka membuat perbincangan menjadi menegangkan, dengan kedua tangan bersiap mengambil dua pucuk pistol yang ada di pinggang mereka! Ya walaupun penuh perbincangan tidak bisa dipungkiri film arahan sutradara Quentin Tarantino ke delapan ini diselimuti ketegangan sepanjang waktunya.

Film ini patut diacungi jempol terutama dalam mengemas jalan cerita. Cerita yang sulit ditebak arahnya ke mana dan apa yang dicari, benar-benar membuat otak kita bekerja keras. Pada awalnya bercerita tentang orang naik kereta menuju sebuah kota bernama Red Rock, tetapi kemudian terhenti di sebuah kedai bernama Minnie. Di sana jumlah orang semakin bertambah dengan status yang sama: orang asing! Berbicara ngolor ngidul, membuat arah cerita dari tempat inipun tidak tampak. Hingga akhirnya kata per kata yang kita simak sepanjang film membuka segalanya! 

Secara umum, jalan cerita film ini terbagi atas 6 chapter: Chapter 1: One Last Stage To Red Rock, Chapter 2: Son of a gun, Chapter 3: Minnie’s Haberdashery, Chapter 4: Domergues Got A Secret, Chapter 5: The four Passengers, Final Chapter: Black Man White Hell! Dimulai dengan bertemunya Major Marques Warren (Samuel L Jakson) dengan John Ruth (Kurt Russel). Warren membutuhkan tumpangan untuk ke kota Red Rock.

Saat itu masa setelah perang saudara (Civil War) di Amerika, keduanya, yang merupakan Bounty Hunters (pemburu penjahat untuk uang) membawa tahanan masing-masing, yang akan ditukarkan dengan hadian uang. Dalam perjalanannya, Warren dikenalkan pada Daisy Domergue (Jennifer Jason Leigh), tahanan bawaan Rush yang akan digantung. Di perjalanan, mereka terhenti tatkala Daisy dihajar Warren karena meludahi surat Abraham Lincoln. Daisypun terlempar ke luar kereta bersama dengan Ruth, yang mengikatkan dirinya pada Daisy dengan borgol. Saat berhenti itu, ada seseorang yang membutuhkan tumpangan juga. Ternyata dia adalah calon Sherif kota Red Rock, Chris Mannix. Jadilah mereka bercengkrama berempat dalam kereta kecil.

Cengkrama selanjutnya terjadi di kedai Minnie, sebuah rumah singgah bagi para pengelana. Di rumah ini, jumlah mereka menjadi berdelapan: Warren, Rush, Daisy, Jendral Sanford Smithers, Joe Gage pengurus ternak, Oswaldo Mobray, sang algojo, dan Bob, penjaga kedai Minnie. Di tempat inilah terjadi perbincangan yang cukup membosankan bagi para penonton yang mencari hiburan lewat film. Namun di sinilah letak kecerdasan sang sutradara, terutama dalam menghadirkan keberagaman konflik di Amerika saat itu dalam sebuah kedai kecil, seperti perang saudara, ketegangan Amerika Utara dan Selatan, dan rasisme. Selanjutnya, jika kita cukup jeli mengikuti perbincangan mereka, akan banyak hal yang menarik, yang membuka tabir kebohongan dan kegelapan tiap karakter dalam film seperti kebohongan Warren mengenai surat Abraham Lincoln dan kebohongan Bob penjaga kedai. Perbincangan di kedai ini berakhir dengan saling bunuh antara mereka, dimulai dengan ditembaknya sang jendral oleh Warren, kemudian diracuninya John Rush lewat kopi yang diminum.

Film yang rilis akhir tahun kemarin ini juga diselingi sedikit flashback, menceritakan asal muasal orang-orang yang berada di kedai Minnie sebelum para bounty hunters datang (Chapter 5). Rupanya mereka adalah kelompok orang yang ingin membebaskan Daisy, di mana salah satu dari mereka adalah saudara kandungnya. Setelah mereka membunuh pemilik kedai, Minnie, dan karyawannya, mereka menunggu kedatangan Daisy. Rencana mereka berakhir berantakan karena ternyata yang datang bukan dua orang, tetapi empat orang: Warren, Rush, Mannox, dan Daisy. Warren dan Mannox, yang kemudian bekerja sama, berhasil bertahan hidup mengalahkan kelompok penjahat yang ingin menjebak mereka. Daisy pun kemudian tetap digantung di kedai oleh Warren dan Mannox.

Hateful Eight mampu bercerita tentang sejarah kelam Amerika, dan juga mampu menjabarkan berbagai konflik negara yang dirasakan warganya, ada warga kulit hitam yang berjuang bagi negara walau pada akhirnya tetap terabaikan karena rasis, ada seorang jendral yang berjasa pada negara namun kehilangan anaknya akibat perang, ada seorang sheriff yang ingin selalu menegakan hukum tanpa pandang bulu, ada cerita profesionalisme seorang algojo pemenggal kepala, ada bounty hunter yang mempertahankan mata pencahariannya, dan ada buronan yang dicari untuk digantung. Semuanya beradu argumen dalam sebuah kedai Minnie, untuk mempertahankan keyakinannya, seperti yang diucapkan oleh Warren, sebagai seorang berkulit hitam di Amerika:  

“You got no idea, what it’s like to be a black man facing down America”

Akhirul kalam, saya rekomendasikan film ini bagi anda yang senang sejarah, pemerhati masalah negara, dan penegakan hukum, film ini cukup pas unttuk anda tonton di akhir minggu. Wawasan anda akan bertambah, dijamin!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun