Jika tidak ada perubahan lagi, tahun ini ujian nasional tidak akan menjadi penentu kelulusan di Indonesia, namun cuma akan menjadi alat pemetaan. Konteks pemetaan yang diinginkan saya tidak tahu pasti, mungkin setelah hasil UN diketahui akan ditindaklanjuti dengan memetakan daerah mana yang sudah sukses perolehan nilainya atau yang belum. Daerah yang belum itulah yang akan diberi perlakuan berbeda, lebih serius atau lebih digenjot lagi, mungkin pejabatnya diganti, atau dimutasi pimpinan dan guru misalnya.
Pengubahan status UN yang tidak menjadi penentu kelulusan tentu akan memberikan perubahan perlakuan juga. Baik perlakuan dari pihak internal, yaitu sekolah, apakah guru, atau siswanya, atau juga pimpinannya, maupun dari pihak luar seperti pejabat di daerah, orang tua, dan masyarakat. Yang tadinya memberi prioritas utama pada UN sekarang tidak. Yang tadinya tegang ketika menghadapi UN sekarang tidak.
Jika dilihat dari siswanya, secara umum menurut saya, siswa akan menjadi dirinya sendiri, tidak akan tegang dan tidak akan memaksa diri melakukan hal yang curang, seperti mencontek dan lain sebagainya. Siswa akan menjadi variabel yang “penting tidak penting” untuk keberhasilan UN. Penting karena mereka yang menjadi subjek, pengerja tes. Tidak penting karena mereka akan sangat bergantung pada proses pembelajaran di sekolah. Motivasi siswa akan berada dalam kondisi nothing to lose, karena mereka akan menjadi dirinya sendiri, berpegang pada idealism muda yang jujur dan bermartabat, mereka suka akan hal itu. Begitupun orang tua, akan tetap membiarkan anaknya memegang idealism mereka. Tentu orang tua menginginkan anaknya menjadi anak yang jujur bukan?
Sebaliknya guru dan pihak sekolah akan menjadi pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan proses pendidikan begitu pula keberhasilan UN. Dengan kondisi siswa yang bergantung pada proses pembelajaran di sekolah, maka proses pendidikan itulah yang menjadi kunci keberhasilan. Faktor transfer ilmu pengetahuan, tambahan wawasan siswa, bergantung pada guru dan sekolah. Faktor psikis seperti motivasi dan kerja keras juga bergantung pada guru dan sekolah, karena siswa dan orang tua akan relatif bersikap netral dan menyerahkan pada kemampuan anaknya, masing-masing siswa.
Sekolah dan pimpinannya memiliki kebutuhan untuk berhasil. Mereka butuh berada pada pencapaian yang maksimal karena keberhasilan mereka tentu akan dilihat oleh pemerintah pusat, paling ga menjadi sekolah yang rapotnya tidak merah, tidak menjadi sekolah yang disorot pemerintah pusat karena prestasinya yang jelek. Untuk mencapai keberhasilan itu mereka akan menggenjot guru dan juga siswa. Menggenjot guru saya pikir sudah ada sistemnya. Untuk menggenjot siswa, sekolah harus berfikir kreatif dan inovatif, karena bukan hanya pengetahuan mata pelajaran yang dibutuhkan tetapi juga motivasi siswa yang harus dijaga.
Untuk menggenjot keberhasilan siswa dalam meraih nilai UN, diperlukan transfer ilmu dan pengetahuan yang mantap. Hal itu dapat diperoleh selain dengan proses belajar di kelas, juga dengan bimbingan belajar atau bimbingan tes sepulang sekolah. Masalahnya adalah jika siswa menganggap hasil UN tidak menentukan, buat apa pakai bimbingan tes segala? Untuk hal ini sekolah dan guru harus pintar mengelola kegiatan tambahan itu dan rela serta ikhlas pulang sampai sore memberi tambahan pelajaran, bimbingan belajar dan tes. Jika sekolah berniat mengambil jalan curang misalnya dengan memberi contekan, saya yakin juga akan ditolak oleh siswa karena status UN yang tidak menentukan kelulusan dan siswa yang semakin kuat idealism kejujurannya karena didukung diri sendiri dan orang tua.
Dari kondisi di atas, kita dapat lihat bahwa status UN 2015 yang tidak menjadi penentu kelulusan merupakan sebuah keputusan tepat dalam rangka memajukan pendidikan di negeri ini. Sekolah, para pejabat, dan guru akan bergerak lebih keras lagi agar supaya perolehan UN maksimal. Gerakan keras para pejabat, guru, dan sekolah tentu ke arah gerakan yang lebih baik dan positif, jujur dan bermartabat, dan menjauh dari gerakan curang seperti mencontek karena siswa akan menjadi dirinya sendiri, tidak akan mau dipengaruhi kegiatan jelek, serta menjadi manusia jujur dan bermartabat. Semoga dengan status UN ini, semua gerakan positif akan memberi hasil yang maksimal bagi pendidikan di negeri kita. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H